Elara Calista seorang wanita cantik yang menjadi istri kedua dari Erlangga Lysander pria tampan yang begitu dicintainya. Sayang saja hubungan mereka tidak pernah mendapatkan restu. Membuat rumah tangga mereka sering di landa masalah. Yang dibuat oleh istri pertama Erlangga serta ibu mertuanya yang begitu tidak menyukainya.
Mereka melakukan berbagai cara untuk menghancurkan pernikahan nya. Hingga akhirnya pernikahan Elara dan Erlangga benar benar berada di ujung tanduk.
Apakah Elara harus bertahan atau memilih untuk menyerah?. Dan apakah Erlangga akan membiarkan Elara pergi dari kehidupannya?.
(Jangan lupa yaww bantu folow akun Ig @sya_gelow )
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syana Elvania, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
khawatir
Sinar matahari pagi mulai menembus jendela kamar yang tertutup gorden putih. Erlangga sudah bangun lebih awal. Sedari tadi aktivitas nya hanya menatap istrinya yang masih tertidur pulas. sudah lama dia tak melihat pemandangan indah ini.
Suara dering ponsel istrinya membuyarkan Erlangga yang tengah memuja kecantikan wanitanya. Dia mendengus kesal mengambil ponsel istrinya di atas nakas. Melihat siapa yang menelfon. Keningnya mengkerut. Melihat nama mamahnya tertera di sana. 'Menggangu saja.' ketus nya menggeser tombol berwarna merah.
Erlangga membuka kontak istrinya memblokir nomer Mita dan juga Lala, lalu menghapus nomer mereka agar tak dapat menggangu atau pun memanas manasi sang istri. Setelah selesai Erlangga meletakkan kembali ponsel istrinya ketempat semula. Melanjutkan aktivitasnya tadi yang sempat terhenti. Tatapan nya kembali terpusat pada semestanya.
Lengan kekar Erlangga merengkuh pinggang ramping Elara hendak menariknya agar merapat kedalam dekapannya. Namun, tiba tiba Elara merintih kesakitan dalam tidur nyenyak nya. Membuatnya berhenti. Mematung. Ketika menyentuh bagian bawah perut sang istri. Dia bisa merasakan seperti ada sesuatu yang mengganjal di balik baju tidur istrinya.
Erlangga beranjak bangun. Mengusap lembut perut istrinya dengan tatapan aneh. Elara kembali merintih kecil dalam tidur nya. Perlahan dia menarik baju tidur Elara ke atas.
Tubuhnya menegang terkejut melihat sebuah kain kasa yang hampir terlepas, melilit perut ramping istrinya. "Ap-apa ini..." Suaranya tercekat tak bisa berkata-kata lagi. Ia sentuh dengan hati hati, melepaskan kain kasa yang hampir terlepas. Melihat sebuah luka yang seperti luka jahitan dan terlihat sedikit memerah.
"emh. Mas... kamu ngapain?." Tanya Elara dengan suara serak karna baru saja terbangun, menatap suaminya dengan bingung.
"Sayang?. Ini luka apa?. Luka operasi kamu?." Tanya Erlangga mulai khawatir. "Kenapa kamu tidak bilang?."
Ia terdiam sejenak, menatap arah yang dimaksud suaminya. Sebelum akhirnya mengangguk pelan. "Iy-iya. Waktu itu aku koma dan keguguran. jadi dokter melakukan ceaser untuk mengeluarkan... Janinku dan menghentikan pendarahan." Cicit Elara menarik nafas berat.
Pria itu meneguk salivahnya dengan susah payah. Rasa penyesalan itu membumbung tinggi. "Maaf. Aku sudah menjadi suami yang tak becus menjaga mu. Aku.. sudah membiarkan mu berjuang sendirian. Maaf sayang. Hanya itu yang mampu ku ucapkan. Tolong beritahu aku. Apa yang harus ku lakukan untuk menebus kesalahanku."
Elara tersenyum lembut bangkit, untuk duduk dengan sedikit hati hati. "Menyesal sudah tidak ada gunanya. Semua sudah terjadi dan tak bisa dikembalikan lagi. Aku hanya ingin kamu kembali sebagai Langga yang ku kenal dan mungkin lebih baik lagi."
Ia menatap lembut suami nya yang menggenggam kedua jemarinya. Mengecup punggung tangan nya secara bergantian.
"Aku akan melakukan apapun untuk mu sayang." Jawab Erlangga dengan sungguh-sungguh. Tatapannya turun pada luka operasi itu. Yang kian memerah. "Sayang, luka jahitan mu memerah. Kita harus kerumah sakit sekarang." Panik Erlangga bercampur khawatir.
"Tunggu sebentar sayang." Erlangga turun dari ranjangnya. Berjalan sedikit menjauh. Sembari menelfon seseorang.
"Siap kan mobil untuk ku sekarang juga secepatnya!. Dan Stevan buat jadwal dengan dokter spesialis terbaik!. Aku ingin memeriksakan luka pasca operasi dan kondisi vital istri ku." Tegas Erlangga.
Elara terdiam menatap suaminya, suara keras bercampur panik dapat ia dengar dengan jelas. Senyum nya kembali merekah melihat sikap suaminya.
Erlangga kembali setelah selesai menelfon. "Sayang tunggu sebentar aku sudah menyuruh orang untuk membawa mobil ku kemari. Tolong jangan banyak bergerak dulu. Jika bertambah sakit. Katakan pada ku. Jangan diam saja. Mengerti?." Titah Erlangga dengan khawatir.
Elara hanya mengangguk patuh. Menatap suaminya yang malah fokus pada ponselnya dan tengah mengetikkan sesuatu di papan keyboard. Ia mulai kesal. Karna merasa diabaikan. Dengan penasaran ia mengintip siapa yang tengah bertukar pesan pada suaminya.
Dan ternyata suaminya tengah berkonsultasi dengan seorang dokter. Menanyakan apa yang harus dilakukan untuk antisipasi ketika luka jahitannya memerah.
"Hey, honey, jangan banyak bergerak." Tugur Erlangga khawatir saat istrinya malah tidak mendengarkan apa yang di suruhnya. Dia membawa bantal ke belakang punggung sang istri menyuruh istrinya untuk bersandar pada kepala ranjang.
"Aku gapapa mas..." Ucap Elara. Walaupun sebenarnya ia mulai merasakan perih sekaligus gatal diarea luka jahitan nya.
"Tidak apa bagaimana?. Luka jahitan mu memerah sayang. Bagaimana jika infeksi?. Sekarang aku tanya luka jahitan itu karna kamu mengalami luka apa pendarahan saja atau ada luka lain?." Tanya Erlangga agar bisa berkonsultasi lebih lanjut pada dokter sembari menunggu anak buahnya tiba.
Ia menggeleng kan kepalanya. Jujur saja waktu itu ia terlalu larut dalam kesedihan dan yang mengurus semua pengobatan nya itu lucen. Bahkan saat dokter menjelaskan ia tidak mendengarkan malah bergelut dengan pikiran dan juga hatinya. "E-enggak tahu." Cicit Elara.
"Maaf sayang. Aku tidak menemani mu waktu itu. Kita akan memeriksa nya nanti. Aku akan terus ada disamping mu..." Erlangga mengecup kening istrinya dengan penuh penyesalan. Dia paham. Mungkin saat itu istrinya masih dalam fase buruk.
"Anak buahku sudah tiba. Kita berangkat sekarang. " Tanpa aba aba lagi langsung mengangkat tubuh istrinya kedalam gendongan nya ala bridal style dengan hati hati.
Elara mengangguk lemah. Pasrah ketika suaminya membopong nya pergi dari rumahnya. Mobil Erlangga baru saja tiba. Dengan sigap salah atau anak buah Erlangga yang duduk di kursi depan, turun membukakan pintu mobil.
Sebelum mendudukkan Elara ke kursi penumpang Erlangga mengisyaratkan anak buahnya untuk meletakkan bantal pada sandaran kursi agar istri dapat lebih nyaman untuk duduk.
Erlangga dengan hati hati mendudukkan istri nya. Memastikan istri nya nyaman. Sebelum akhirnya masuk kedalam mobilnya. Menyuruh anak buahnya untuk jalan pergi.
"Bagaimana sayang?. Sudah nyaman?." Tanya Erlangga sedikit menurunkan sandaran kursi istri nya.
Elara tersenyum lembut. Mengangguk, balik menggenggam erat jemari sang suami. Merasa senang karna kali ini ia ditemani oleh suaminya.
Pria itu menarik senyum lembut jemari nya mengusap lembut pipi istrinya. "Jika kurang nyaman atau sakit katakan padaku. Jangan diam saja, sayang." Pinta Erlangga jemarinya yang lain menggenggam erat jemari Elara mengusap lembut punggung tangan nya.