Siapa yang tidak menginginkan harta berlimpah. Segala keinginan dapat diraih dengan mudah. Tak heran banyak orang berfoya-foya dengan harta.
Berbeda dengan keluarga Cherika. Mereka menggunakan hartanya untuk menolong sesama dan keluarga.
Tapi tidak disangka, karena harta lah Cherika kehilangan harta keluarganya. Orang tuanya menghilang sejak mendapatkan kecelakaan. Hanya Cherika yang selamat.
Cherika kemudian tinggal bersama saudara ibunya. Dan tanpa sengaja, Cherika mendengar penyebab tentang kecelakaan orang tuanya.
Kabar apakah itu?
Ikuti jalan ceritanya !
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yenny Een, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 Pindah
"CHERIIIIIIIII!" Teriak Vian.
Cherika pingsan, tidak sadarkan diri. Vian perlahan mengangkat Cherika ke atas tempat tidurnya. Dokter Erlandi kembali memasang infus dan alat bantu pernapasan untuk Cherika.
Dokter Erlandi menjelaskan kepada Vian, Satria dan Zidan, mengapa Cherika bisa pingsan.
Cherika mengalami sinkop vasovagal, yaitu respons berlebihan tubuh terhadap tekanan emosional ekstrem. Saat emosi Cherika meletup, sistem saraf otonom memicu beberapa reaksi biologis, termasuk pelepasan hormon adrenalin, peningkatan detak jantung dan pernapasan.
Emosi yang sangat kuat dapat menyebabkan respons neurologis yang mengakibatkan penurunan tekanan darah dan laju detak jantung secara tiba-tiba, sehingga aliran darah ke otak menjadi tidak cukup.
"Ketidakcukupan aliran darah dan oksigen ke otak inilah yang menyebabkan Cheri hilang kesadaran sementara atau pingsan. Biarkan Cheri istirahat. Dia masih syok," kata Dokter Erlandi.
Vian dengan setianya menjaga Cherika di dalam ruangan sendiri. Zidan, Satria dan Dokter Erlandi pulang ke rumah untuk berisitirahat. Vian memegangi tangan Cherika dan mengusapnya pelan. Vian merebahkan kepalanya di tepi tempat tidur Cherika. Vian pun tertidur pulas.
...----------------...
Selama satu minggu, Cherika dirawat di rumah sakit. Cherika tidak baik-baik saja. Cherika bertingkah seperti orang gila. Cherika mengamuk dan bau badannya bertambah busuk. Cherika juga tidak bisa dekat dengan Vian. Setiap Vian dekat, Cherika menjerit ketakutan.
Demi kesehatan Cherika, Zidan memutuskan untuk kembali ke kota Safir. Dan demi kesehatan mental Cherika, untuk sementara waktu Zidan dengan sangat meminta pengertian dari Vian agar tidak bertemu dulu dengan Cherika.
Sungguh keputusan yang sangat berat diterima Vian. Keinginannya untuk meminang Cherika terpaksa ditunda. Vian ingin sekali menghabiskan waktunya untuk merawat Cherika.
Dokter Erlandi dan Satria mengizinkan Vian ikut ke kota Safir dan mereka juga akan menyiapkan rumah untuk tempat tinggal Vian tapi Vian hanya bisa melihat Cherika dari kejauhan. Setelah Cherika sembuh, Vian bisa bertemu kembali dengan Cherika.
Demi cintanya pada Cherika, Vian bersedia. Vian meminta izin kepada orang tuanya untuk sementara tinggal di kota Safir. Vian juga akan mencari pekerjaan di kota Safir. Dan Vian juga akan berpisah sementara dengan Bobby. Vian akan kembali ke kota Zamrud bersama dengan Cherika.
Dokter Erlandi juga memutuskan pindah tugas ke rumah sakit di kota Safir. Dia akan fokus untuk kesembuhan Cherika. Dokter Erlandi menghubungi semua teman-teman dokter terbaiknya. Cherika harus sembuh seperti sedia kala.
🌑 Kota Safir
Cherika untuk pertama kalinya menginjakkan kakinya di kota Safir. Cherika, Zidan, Dokter Erlandi dan Satria dengan pesawat pribadi meninggalkan kota Zamrud. Mereka dijemput oleh orang-orang yang khusus dikirim kakek di bandara.
Cherika, Zidan, Dokter Erlandi dan Satria langsung menuju kediaman kakek Alby. Cherika memandangi kota kelahiran Arvin dari balik jendela mobil. Cherika membuka sedikit kaca jendela sekedar menghirup udaranya.
Satria menghentikan mobilnya saat lampu lalu lintas berwarna merah. Cherika dikejutkan saat seorang pengendara motor di sampingnya muntah. Begitu juga dengan pengendara yang ada di belakang. Mereka berteriak bau busuk.
Cherika dengan cepat menutup kaca mobil dan menutupi wajahnya dengan jaket yang dipakainya. Cherika dalam diam meneteskan air mata.
Kapan semua ini akan berakhir, semua orang jijik melihatku, dalam hati Cherika menangis.
"Cheri, sebentar lagi kita sampai di rumah," kata Dokter Erlandi.
Cherika melihat keluar jendela. Terlihat dari kejauhan sebuah rumah besar yang letaknya terpisah dari rumah-rumah tetangga. Rumah itu memiliki halaman yang sangat luas dan di kelilingi pagar besar. Cherika sama sekali tidak menduga kakeknya orang kaya.
Sesampainya di halaman rumah kakek Alby, Cherika keluar dari mobil. Yang tadinya banyak assisten rumah tangga menunggu kedatangan mereka, satu persatu dari mereka masuk ke dalam rumah karena mereka tidak tahan mencium aroma busuk.
Hanya kakek Alby dan Wanda, istri dari Zidan yang berdiri di depan pintu. Wanda menyambut kedatangan Cherika. Cherika sedikit menjauh dan tertunduk malu.
"Maaf Tan, jangan dekat-dekat. Aku bau," Cherika semakin menjauh ke belakang.
"Sayang, sini. Anggap Tante orang tua kamu," Wanda mendekatkan dirinya.
Sama seperti Wanda, kakek Alby mendekati Cherika dan memeluknya. Kakek Alby menangis, meminta maaf kepada Cherika atas semua yang terjadi. Karena keegoisan kakek Alby, Cherika tidak pernah menemui keluarganya di kota Safir.
Kakek Alby melihat kondisi Cherika. Sungguh berbeda jauh dari foto yang sebelumnya dikirim Cherika. Wajahnya melepuh, tubuh bagian kanannya penuh dengan luka bakar. Cherika menggunakan tongkat untuk berjalan.
"Ayo Cheri, Kakek antar ke rumahmu."
Kakek Alby sudah menyiapkan rumah besar di belakang kediamannya. Rumah itu sebelumnya disiapkan untuk Arvin dan keluarganya.
Cherika meneteskan air mata haru. Kakek Alby, Wanda sama seperti Zidan, Satria dan Dokter Erlandi. Mereka terlihat tulus dan menyayangi Cherika. Dengan kondisi Cherika, mereka tidak merasa jijik sama sekali. Cherika teringat Vian. Vian juga sama seperti mereka, penuh kasih sayang.
Cherika sempat beberapa kali menanyakan Vian kepada keluarganya, mengapa Vian seolah menghindarinya. Dan setiap kali Vian hadir, Cherika mulai menunjukkan gejala kesurupan. Cherika mulai beranggapan, Vian sengaja menjauh.
Wanda menunjukkan isi rumah kepada Cherika. Rumah dengan empat kamar tidur. Ada ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, dapur, kamar mandi dan WC terpisah di belakang. Di belakang rumah dekat dapur ada kolam renang.
"Kakek, ini semua rumah kakek? Kakek orang kaya dong."
"Apa Arvin sama sekali tidak pernah cerita tentang orang tuanya?" tanya Kakek Alby.
Cherika menggelengkan kepalanya. Kakek Alby membawa Cherika naik ke lantai dua. Satria membantu Cherika naik ke atas. Di sana ada balkon yang luas. Dari sana nampak lah betapa besarnya rumah kakek Alby.
Rumah kakek Alby berada di depan, sedangkan di belakang rumah kakek Alby di sebelah kiri adalah rumah Zidan dan sebelah kanannya rumah Arvin yang sekarang ditempati oleh Cherika.
"Cheri, Kakek sudah mendengar kehidupanmu di kota Zamrud dari Om Zidan. Di sini, kamu tidak akan kekurangan apapun. Kakek telah memanggil semua dokter terbaik di kota ini. Percayakan semua kepada kami," kata Kakek Alby.
Cherika mengangguk dan lagi-lagi meneteskan air mata haru. Ternyata, kakek tidak seperti yang Cherika bayangkan sebelumnya. Kakek dan semua keluarga Arvin sangat baik. Tidak seperti Susi satu-satunya saudara Tamara.
Mereka semua duduk di ruang tamu. Di sana sudah menunggu sepasang suami istri yang seumuran dengan kakek Alby. Mereka adalah sahabat kakek Alby.
Kakek Alby sengaja memanggil sahabatnya Firman dan Hasna untuk memeriksa Cherika. Nenek Hasna memperhatikan Cherika.
"Nama kamu siapa?" tanya Nenek Hasna.
"Cherika Nayyara," jawabnya.
Nenek Hasna sedikit menundukkan wajahnya. Nenek Hasna memejamkan matanya. Nenek Hasna kemudian kembali memandangi Cherika. Tapi kali ini pandangan nenek Hasna sedikit mengintimidasi.
Tiba-tiba saja Cherika melototkan matanya ke arah nenek Hasna. Nenek Hasna dan Cherika saling melempar tatapan tajam. Cherika bangkit dari tempat duduknya dan melemparkan tongkat penyangganya kepada nenek Hasna.
"AWAAAAAAAS!" Satria berteriak kencang.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...