Sinopsis
Jovan, seorang pria muda pewaris perusahaan besar, harus menjalani hidup yang penuh intrik dan bahaya karena persaingan bisnis ayahnya membuat musuh-musuhnya ingin menjatuhkannya. Suatu malam, ketika Jovan dikejar oleh orang-orang suruhan pesaing, ia terluka parah dan berlari tanpa arah hingga terjebak di sebuah gang sempit di pinggiran kota.
Di saat genting itu, hadir Viola, seorang wanita sederhana yang baru pulang dari shift panjangnya bekerja di pabrik garmen. Kehidupannya keras, dibesarkan di panti asuhan sejak kecil tanpa pernah mengenal kasih sayang keluarga kandung. Namun meski hidupnya sulit, Viola tumbuh menjadi sosok kuat, penuh empati, dan berhati lembut.
Melihat Jovan yang berdarah dan terpojok, naluri Viola untuk menolong muncul. Ia membawanya bersembunyi di rumah kontrakan kecilnya yang sederhana. Malam itu menjadi titik balik dua dunia yang sangat berbeda.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lili Syakura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 14 berlari dari bayang-bayang masa lalu..
Setiap malam, setelah semua pesanan diantar, ia duduk di jendela kecil kamarnya. Dari sana ia bisa melihat lampu kota berkelip, suara orang-orang bercakap di jalan, dan kehidupan yang terus berjalan tanpa menoleh ke masa lalunya.
Terkadang hatinya masih tercubit perih saat mengingat Jovan — cara pria itu memperhatikannya, cara matanya menatap penuh makna, meski tak pernah ada satu pun kata cinta yang benar-benar terucap.
"Maaf, Jovan… aku harus melindungi diriku sendiri," ucapnya pelan sambil menggenggam kalung kecil peninggalan dari panti asuhan.
Di tempat kerja barunya, Viola mulai mengenal Ari rekan kerja satu shift, seorang pria ceria dan ringan tangan yang juga berasal dari keluarga sederhana. Ari tidak banyak tanya tentang masa lalunya, hanya menerima Via apa adanya.
"Via, kamu tuh kuat banget. Aku salut,"katanya suatu hari sambil menyerahkan botol air saat mereka beristirahat di pinggir trotoar.
Viola tersenyum tipis. "Bukan kuat, Ri… cuma nggak punya pilihan lain selain bertahan."
Ucapan itu sederhana, tapi menyiratkan luka yang dalam.
Dari bayang-bayang masa lalu.
Namun, hidup tenang itu perlahan mulai terusik. Beberapa kali Viola merasa ada seseorang yang mengawasinya dari kejauhan saat ia mengantar pesanan ke wilayah pusat bisnis kota. Tatapan tajam dari dalam mobil gelap, bayangan yang mengikuti dari sudut gang, dan perasaan tak nyaman yang membuat jantungnya berdegup kencang.
"Jangan bodoh, Via… itu cuma perasaanmu saja,"katanya meyakinkan diri sendiri.
Tapi jauh di lubuk hatinya, ia tahu seseorang pasti sedang mencarinya. Entah Jovan… atau orang lain.
Malam itu, Viola menatap langit dari jendela kamar kecilnya. Kota ini memberinya ruang untuk bersembunyi, tapi tidak bisa menghapus masa lalu yang melekat dalam dirinya. Ia sadar, sekuat apapun ia menyembunyikan identitasnya… dunia yang dulu ia tinggalkan belum tentu benar-benar berhenti mencarinya.
"Kalau mereka menemukanku… apa aku siap menghadapinya?" pikirnya dalam diam.
Hanya saja ia tidak pernah menyadari, terkadang awal yang baru tidak selalu berarti pelarian sempurna. Ada masa lalu yang tetap akan menemukan jalan untuk kembali.
Di tempat yang berbeda...
Malam itu di kota Jakarta terasa berat bagi Jovan Adiwangsa.
Di ruang kerjanya yang luas dan modern, lampu kota berkelap-kelip dari balik jendela besar. Tapi semua itu tak ada artinya ketika Viola, gadis sederhana yang berhasil mengguncang hatinya menghilang tanpa jejak.
"Sudah sebulan… dan kita belum temukan apapun?" tanya Jovan dengan suara datar namun penuh tekanan.
"Maaf, Tuan Jovan," jawab salah satu anak buahnya.
"Kami sudah telusuri kontrakannya, terminal, dan semua titik kemungkinan. Tidak ada jejak ke mana Nona Viola pergi.
Jovan mengepalkan tangannya di atas meja. Rasa gelisah, marah, dan bersalah bercampur menjadi satu. Ia tahu kepergian Viola bukan tanpa alasan… dan diam-diam ia mulai menyalahkan ibunya sendiri, Maya, yang telah menjadi penyebab teror itu.
"Viola… di mana pun kamu berada, aku akan menemukanmu,!"gumamnya lirih.
Sementara itu, Viola atau kini dikenal sebagai Via Atalea sedang duduk di pinggir trotoar kota barunya setelah menyelesaikan pesanan terakhirnya malam itu.
Jaket kurirnya basah oleh hujan, rambutnya sedikit berantakan, tapi ia menatap langit malam dengan mata yang keras berjuang untuk tetap kuat.
Hidupnya di kota baru ini tidak mudah. Upahnya kecil, biaya kos terus naik, dan tubuhnya sering lelah karena harus bekerja dari pagi sampai malam. Tapi bagi Viola, hidup sederhana jauh lebih baik dari pada hidup dalam ketakutan seperti sebelumnya.
Namun, kota ini juga tak sepenuhnya aman. Beberapa kali ia hampir terlibat dalam masalah.
Pernah diikuti preman mabuk saat mengantar pesanan malam,
Sepedanya hampir dicuri oleh orang tak dikenal,
Dan terakhir, ia nyaris dijebak pelanggan nakal yang mencoba menariknya ke dalam gang sempit.
Beruntung Ari dan beberapa rekan kerjanya datang tepat waktu.
"Kamu tuh harus hati-hati, Via. Kota ini nggak seaman kelihatannya,"kata Ari serius.
"Iya… aku tahu," jawabnya pelan sambil menggenggam jaketnya erat. Dalam hatinya, ketakutan lama mulai muncul lagi.