"Kenapa kau menciumku?" pekik Liora panik, apalagi ini adalah ciuman pertamanya.
"Kau yang menggodaku duluan!" balas Daichi menyeringai sembari menunjukkan foto Liora yang seksi dan pesan-pesan menggatal.
Liora mengumpat dalam hati, awalnya dia diminta oleh sahabatnya untuk menggoda calon pacarnya. Tapi siapa sangka Elvara malah salah memberikan nomor kakaknya sendiri. Yang selama ini katanya kalem dan pemalu tapi ternyata adalah cowok brengsek dan psikopat.
Hingga suatu saat tanpa sengaja Liora memergoki Daichi membunuh orang, diapun terjerat oleh lelaki tersebut yang ternyata adalah seorang Mafia.
Visual cek di Instagram Masatha2022
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Masatha., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
Liora meneguk perlahan minumannya, sembari melirik sekilas ke arah Mada yang tampak begitu bersemangat malam itu. Lelaki itu seolah tidak menyadari kalau dirinya hanya sedang dimanfaatkan. Ada sesuatu di sorot matanya—tulus, hangat, dan penuh perhatian—yang membuat Liora sedikit terusik.
"Lio, tumben kamu nggak mengusir Mada?" bisik Sintia.
"Tadi di kampus Queensha mengusik lagi perkara Mada, kalau gitu sekalian aja aku bikin dia kebakaran," balas Liora menyeringai.
"Wah, ide bagus tuh. Toh Mada juga tampan dan kaya, nggak rugi amat main-main sebentar sama dia," timpal Sintia terkekeh.
Liora menyeringai, dia paling anti ditindas. Selain ingin membuat Queensha cemburu, dia juga akan membalas Daichi yang sudah mempermainkan ya.
"Kalian mau makan apa?" tawar Mada antusias.
"Kalian pesan dulu aja deh, aku mau ke toilet sebentar," pamit Sintia.
Wajah Mada semakin sumringah, karena diberi waktu berduaan dengan Liora.
"Kamu dapat undangan ulang tahun Queen?" tanya Liora.
"Dapat, tapi aku nggak mau datang."
"Lah, kenapa tidak datang? Padahal aku ingin mengajak kamu berangkat bersama."
Kedua mata Mada langsung terbelalak, "Kamu serius ngajakin aku berangkat bareng?" pekiknya tak percaya.
"Iya, aku mau pakai gaun putih jadi kamu pakai setelah jas putih ya? Biar couple," pinta Liora. Dalam hati dia mengumpat pada dirinya sendiri. Kalau bukan karena Queen yang memprovokasinya tentu dia tidak mau melakukan hal konyol begini.
"Kamu tenang saja, aku akan mempersiapkan sebaik mungkin. Pokoknya membawa aku ke pesta tidak akan membuat kamu malu," balas Mada.
Liora pun mulai berakting, meringis sembari merintih.
"Aduh... "
"Kamu kenapa?" tanya Mada cemas.
"Nggak tahu, tiba-tiba saja kaki aku sakit seperti ada yang gigit. Tolong lihatin dong?" pinta Liora.
Tanpa ragu, Mada berlutut di hadapan Liora. Tangannya dengan hati-hati melepaskan high heels dari kaki jenjang itu. “Mana yang sakit?” tanyanya lembut.
Liora menunjuk asal, lalu diam-diam mengangkat ponselnya. Jepretan cepat mengabadikan momen saat Mada berlutut, wajahnya begitu serius memeriksa kakinya. Foto itu sempurna untuk rencana kecilnya.
"Pokoknya yang itu," jawab Liora asal.
Maaf Mada, karena aku memanfaatkanmu.
"Sudah tidak apa-apa kok, kamu berdirilah. Maaf sudah merepotkan kamu," sela Liora.
Mada menatapnya lama sebelum tersenyum. “Nggak apa-apa. Aku malah senang bisa ngebantu kamu.”
Kalimat itu sederhana, tapi entah mengapa membuat dada Liora terasa hangat. Ia buru-buru menepis perasaan itu, lalu mengunggah foto tadi ke Story WA, mengatur privasi agar hanya Daichi dan Queensha yang bisa melihat. Senyum puas terlukis di wajahnya.
Namun ketika ia menoleh kembali pada Mada, ia mendapati lelaki itu sedang menatapnya dengan tatapan penuh ketulusan. Tidak ada curiga, tidak ada prasangka, hanya… kagum.
“Lio,” suara Mada pelan, “aku nggak tahu kenapa, tapi aku ngerasa beruntung bisa deket sama kamu. Meski cuma sebentar, aku pengen bikin kamu bahagia.”
Deg. Liora tercekat. Kata-kata itu meluncur begitu jujur, tanpa ia minta. Sementara dirinya tahu, ia baru saja memanfaatkannya.
*
Jarum jam hampir menunjuk pukul satu dini hari ketika Liora akhirnya membuka pintu apartemennya. Matanya masih segar meski beberapa gelas alkohol sempat menyentuh bibirnya. Ia memang minum, tapi tidak sampai mabuk.
Begitu masuk, langkahnya tertahan. Di ruang tamu, Daichi sudah menunggu. Lelaki itu duduk di sofa dengan kaki menyilang, wajah datar namun tatapannya tajam, menusuk ke arah Liora.
"Kenapa jam segini baru pulang?" tanya Daichi dingin." Kamu punya mulut kan? Kenapa tidak mau menjawab?"
Tanpa berkata apa-apa, Liora memilih berjalan lurus menuju kamar. Namun baru beberapa detik, suara berat Daichi menyusulnya.
"Liora! Kenapa kamu tidak menjawab aku?" gertak Daichi hilang kesabarannya.
Liora memutar bola matanya malas. "Suka-suka aku. Mulai sekarang aku bebas mau melakukan apapun!"
Daichi menarik napas berat. Lalu menatap Liora tajam.
“Kamu berani keluar club sama cowok lain?”
Nada bicaranya tenang, tapi menyimpan bara. Tak lama, Daichi berdiri dan menyusul, menghentikan langkah Liora di depan pintu kamar.
"Kalau iya memangnya kenapa?"
"Kau sudah mulai membangkang rupanya!"
"Kenapa tidak? Kamu bukan ayah atau suamiku!" balas Liora.
“Jangan lupa, kamu kekasihku sekarang,” lanjutnya dingin.
Biasanya, kata-kata seperti itu membuat Liora ciut. Namun malam ini berbeda. Ia menoleh, menatap balik dengan berani. “Kekasih?” bibirnya tersenyum miring. “Lucu. Kamu bawa perempuan lain pulang, aku diam. Tapi giliran aku bersenang-senang, kamu marah?”
Daichi membeku. Sorot matanya berubah, lebih gelap.
"Kau cemburu?" tanya Daichi.
"Tidak, hanya saja aku paling benci penghianatan. Jika kau melakukannya aku juga bisa," tantang Liora.
“Lagipula,” Liora menambahkan, “hubungan kita bukan cinta. Hanya kesepakatan. Sebulan, bukan seumur hidup.”
"Aku tidak selingkuh, dia adik temanku. Karena di sini tidak ada keluarga jadi dititipkan padaku," titiek Daichi dengan suara rendah.
"Apakah temanmu itu miskin sampai tidur aja numpang? Ayolah, hotel di Jakarta banyak," cibir Liora.
"Ini bukan masalah kaya atau tidaknya, tapi keamanannya."
"Terserahlah, mau kamu nampung dia, tidur sana dia, aku tidak peduli!"
Untuk beberapa detik, Daichi hanya menatapnya tanpa kata. Hingga tiba-tiba, tanpa peringatan, ia menarik pergelangan tangan Liora keras-keras. Liora terkejut ketika tubuhnya didorong masuk ke kamar mandi.
“Kamu—!”
Suara Liora tertelan guyuran air hangat yang tiba-tiba menyembur dari shower. Dalam sekejap, gaun yang masih ia kenakan basah kuyup, menempel ketat di tubuh.
“Daichi!” Liora berteriak kesal. " Kamu brengsek!"
Lelaki itu menatapnya tanpa berkedip. “Kakimu disentuh pria lain. Aku harus membersihkannya.”
Liora membelalak tak percaya. Rasa marahnya memuncak, dan tanpa pikir panjang, ia menampar pipi Daichi dengan keras.
Plaaak!
Keheningan sejenak. Liora terengah, wajahnya memerah karena emosi. Namun yang ia dapat bukan kemarahan… melainkan tawa.
Daichi tertawa rendah, gelap, hampir gila. “Hahaha… berani sekali kamu, Lio. Tapi aku suka."
Sebelum Liora sempat menjauh, Daichi menariknya ke dalam dekapannya. Basah, hangat, namun penuh pengekangan. Bibirnya dengan paksa merebut milik Liora, mencumbu dengan liar, seolah ingin menandai.
Liora meronta, tangannya mendorong dada bidang Daichi, tapi kekuatan pria itu lebih besar. Rontaan itu justru membuat Daichi semakin menahan, semakin dalam mencumbu.
“Lepas!” Liora berteriak di sela desah napas yang bercampur dengan emosi." B4jingan!"
Tapi yang ia dapat hanyalah bisikan rendah di telinganya, dingin sekaligus membakar.
“Selama satu bulan ini, kamu milikku, Lio. Ingat itu.”
"Aku nggak mau!"
"Kau tak punya pilihan, Babe. Jadi nikmatilah saja. Nanti kau juga akan ketagihan."
Jantung Liora berdetak kencang. Antara marah, takut, dan—entah kenapa—ada sesuatu yang berbahaya merayap di dadanya.
semoga sehat selalu
gemes deh bacanya