Antara cinta dan peluru, yang manakah yang akan dipilih Arabella maupun Marcello? Akankah mereka berpisah dan saling membenci?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Inka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Keesokan harinya
Arabella bangun lebih awal. Sementara Marcello masih tertidur pulas di sampingnya. Untuk sesaat dia hanya diam menatap pria itu, menghapal garis wajah tampannya, dan berusaha mencerna kenapa perasaan di hatinya begitu menyiksa.
Arabella turun dari ranjang dan melangkah ke kamar mandi membasuh wajahnya. Ia menatap wajahnya di cermin. Di balik wajah cantiknya, Ia bisa melihat kebohongan yang ikut menempel di kulit wajahnya.
"Apa kau benar-benar ingin hidup, Bella?"
#
#
Di luar vila
Remon masih setia menunggu Arabella keluar dari sana. Ia duduk di dalam mobil hitam tanpa plat. Di tangannya terdapat tablet kecil dengan satelit vila dan suhu tubuh di dalamnya.
Remon meletakkan tablet itu dan membuka koper kecil yang ada di sampingnya. Di dalam terdapat peluru khusus, mikro drone, dan alat penyuntik kimia yang tidak meninggalkan jejak.
"Opsi pertama, eliminasi langsung."
"Opsi kedua, tangkap hidup-hidup."
"Opsi ketiga...,"
Ia tersenyum menyeringai dan bergumam dengan pelan.
"Buat keduanya saling membunuh."
#
#
#
Saat Marcello membuka kedua matanya, Ia melihat Arabella berdiri di balkon sembari memandangi hutan di kejauhan.
Pria itu turun dari ranjang dan melangkah mendekati Arabella.
"Kau selalu bangun lebih awal, seperti takut dunia akan mengalahkan mu kalau kau terlambat sedetik saja."
Arabella menoleh mendengar suara Marcello dari belakang punggungnya.
"Dunia memang selalu mencoba mengalahkan ku Marcello."
Marcello tertawa kecil, namun Ia bisa melihat ada sorot gelisah dan tidak tenang di kedua bola mata Arabella.
Marcello menyentuh pinggangnya pelan, di balik kemeja yang dikenakannya, masih terselip pisau lipat tipis miliknya.
Tiba tiba terdengar suara bunyi kecil yang nyaris tak terdengar. Seperti serangga logam yang melintas.
Arabella refleksi bergerak cepat dan menarik Marcello masuk ke dalam vila. Ia meminta Marcello membantunya menutup jendela dan pintu dengan cepat.
"Tutup pintu dan jendela dengan cepat!"
Marcello terkejut saat wanita itu kembali menariknya ke lantai bawah secepat kilat.
Suara klik terdengar pelan, tak berselang lama letusan senapan senyap memecah kaca dari luar. Peluru menghantam dinding tepat di tempat kepala Marcello berdiri satu detik sebelumnya.
"Mereka datang! Nyx sudah mengirim eksekutor." bisik Arabella dengan wajah gelisah.
Arabella membuka laci rahasia di bawah meja makan. Hal itu membuat Marcello terkejut. Ia tidak menyangka kalau Arabella sudah mempersiapkan dan memperkirakan semuanya.
Senjata, dokumen, satu unit EMP mini. Dia tiba-tiba melempar sebuah tas pada Marcello.
"Ambil ini! Dan jangan tanya apapun padaku sekarang!"
Saat mereka berjalan kearah pintu keluar, Marcello bertanya dengan suara pelan.
"Mengapa kau--"
BOOM!
Granat asap dilempar ke dalam, seseorang masuk dari balik kabut. Orang itu adalah Remon. Ia mengenakan jaket tempur, mata tertutup kacamata thermal. Tinggi, diam dan mematikan. .
"Aku kecewa padamu, Bella!" katanya dengan suara berat.
"Kau menjadi lemah setelah mengenal pria itu!"
Arabella berusaha melindungi Marcello di belakang punggungnya.
"Dia bukan target mu." kata Arabella menutupi tubuh Marcello.
"Salah! Sekarang bukan hanya dia yang menjadi target ku! Tapi kalian berdua sudah menjadi target ku!"
Saat Remon berniat menarik pelatuk pistolnya, tiba-tiba terdengar suara tembakan dari luar. Darah segar memercik di bahu Remon. Ia terpental mundur beberapa langkah.
Dari kegelapan kabut, terdengar suara berat yang sudah lama tidak Ia dengar.
"Bukankah aku sudah memperingatkan mu, siapapun yang menyentuh Arabella... akan mati di tangan ku."
Jacob muncul dari balik asap yang menyelimuti dalam vila. Pistol laras panjang di tangan, tatapan dingin penuh kemarahan, wajahnya tertutup sebagian dengan topi hitam.
Marcello menoleh dan terkejut melihat pria itu berdiri dengan jarak yang cukup dekat dengannya dan Arabella.
Sementara Arabella ingin menangis saat melihat Jacob sudah ada disana. Untuk pertama kalinya seumur hidupnya... ada seseorang yang bersedia menyelamatkan nyawanya."
#
#
#
Malam sebelumnya
Saat Marcello sudah tertidur pulas, Arabella memutuskan keluar dari kamar. Tangannya bergerak cepat membuka koper hitamnya. Ia mengambil satu SIM card tua dan foto kecil seorang pria dengan bekas luka kecil di bawah matanya.
Ucapan Jacob beberapa tahun lalu terngiang-ngiang dipikirannya.
"Jika aku mati, jangan datang mencari ku. Tapi jika kau ingin hidup..., carilah aku."
Arabella mengangkat ponsel burner-nya dengan tangan gemetar. Ia memasukkan kartu SIM tua itu.
Tak berselang lama, terdengar suara dering.
"Bella..."
Arabella tiba bisa membendung air matanya mendengar suara berat dari seberang sana.
"Jacob... aku akan dibunuh."
Kembali ke saat ini, Arabella menatap Jacob dengan mata berkaca-kaca. Terselip sedikit perasaan lega di hatinya.
Ditunggu judul barunya dan lanjutannya ya🙏👍