NovelToon NovelToon
GELAP

GELAP

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Romansa / Bad Boy / Gangster / Office Romance / Chicklit
Popularitas:529
Nilai: 5
Nama Author: @nyamm_113

Masa putih abu-abu mereka bukan tetang pelajaran, tapi tentang luka yang tak pernah sembuh.


Syla tidak pernah meminta untuk menjadi pusat perhatian apa lagi perhatian yang menyakitkan. Di sekolah, ia adalah bayangan. Namun, di mata Anhar, ketua geng yang ditakuti di luar sekolah dan ditakdirkan untuk memimpin, Syla bukan bayangan. Ia adalah pelampiasan, sasaran mainan.


Setiap hari adalah penderitaan. Setiap tatapan Anhar, setiap tawa sahabat-sahabatnya adalah duri yang tertanam dalam. Tapi yang lebih menyakitkan lagi adalah ketika Anhar mulai merasa gelisah saat Syla tak ada. Ada ruang kosong yang tak bisa ia pahami. Dan kebencian itu perlahan berubah bentuk.


Syla ingin bebas. Anhar tak ingin melepaskan.


Ini tentang kisah cinta yang rumit, ini kisah tentang batas antara rasa dan luka, tentang pengakuan yang datang terlambat, tentang persahabatan yang diuji salah satu dari mereka adalah pengkhianat, dan tentang bagaimana gelap bisa tumbuh bahkan dari tempat terang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @nyamm_113, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

JANJI TANPA SAKSI

HAPPY READING

Jangan lupa

follow akun

Instagram author

ya @rossssss_011

Dion mengayuh sepeda pelan. Tasnya berat, pikirannya lebih berat. Tiga hari lagi sekolahnya akan berangkat study tour ke Yogyakarta, mengunjungi Candi Prambanan dan Borobudur. Semua teman-temannya sudah membicarakan rencana itu dengan wajah riang, tapi bagi Dion, kabar itu justru menambah sesak di dadanya.

“Gimana bilangnya ke ayah?” lirihnya, kakinya tetap mengayuh sepedanya di jalan yang ramai.

“Bu guru bilang harus segera di bayar. Ayah punya uang nggak, ya?”

Di sepanjang jalan, Dion berkali-kali mencoba merangkai kalimat bagaimana cara terbaik untuk mengatakan ini pada ayahnya tanpa menambah kerut di wajah lelaki itu.

“Aaiisss…” kesalnya.

Setiap kali ia mencoba, kata-kata itu luruh begitu saja, meninggalkan perasaan bersalah yang tak henti menggerogoti hatinya.

Saat itu, seekor kucing menyeberang mendadak. Dion yang kaget, remnya berdecit, dan sepedanya oleng. Roda depan menghantam pembatas trotoar dan…

BRAKK!

Tubuhnya terlempar ringan. Jatuh ke tanah berdebu, kedua tangannya berusaha menopang tubuhnya agar tidak menghantam tanah.

“Aduh, kok ada kucing sih?!”

Dion meringis pelan saat melihat kedua telapak tangannya lecet, melihat lututnya yang untung saja selamat karena ia memakai celana biru panjang. “Untung aja lutut aman, tapi tangan aku yang nggak aman.”

Suara langkah pelan mendekat. Sepasang sepatu hitam dengan seragam batik tanpa dibalut hoodie atau jaket kulit. Sosok itu berjongkok di samping Dion.

“Kayaknya rem lo kalah cepat sama kucing barusan.”

Dion menatap pemuda di sampingnya, menyipitkan kedua matanya dengan jarak sedekat ini. Pemuda ini sepertinya tidak asing, seolah ia pernah bertemu dengannya. Namun, di mana ia bertemu?

“Kalau banyak pikiran nggak usah bawah sepeda, yang ada lo bisa kecelakaan karena nggak fokus.”

“E-eh…” Dion tersenyum malu, menatap kesegala arah tanpa tahu sepedanya masih terbaring di jalan.

“Kak, seragam yang kakak pakai ini dari SMA Merah Putih, ya?” tanya Dion sedikit ragu, kedua matanya menatap seragam batik pada tubuh pemuda itu.

“Hm, lo tahu?”

Dion mengangguk cepat. “Tahu, kakak aku juga sekolah di sana. Murid pindahan, kalau nggak salah anak Bahasa.”

“Nama lo siapa?”

“Dion Ezra, panggilan pendeknya Dion. Kalau kakak?”

“Keylo.”

“Kak K-eylo? Kok pendek banget namanya.”

“Keylo Redeitya Lesmana.”

Dion mengangguk, keduanya sama-sama terdiam. Dia ingin mengatakan sesuatu pada Keylo, namun kembali menimbang apakah dia harus memintanya atau tidak.

“Kak,” panggilnya pelan, menatap Keylo dari sampaing.

Keylo mengangkat satu alisnya, melihat bocah bernama Dion yang juga menatapnya. Sepertinya hendak mengatakan sesuatu.

“B-boleh kakak jagain kakak aku? Dia murid baru di sana, pasti juga nggak banyak yang mau berteman karena dia murid beasiswa. Sekolah itu juga katanya sekolah elit dan diisi anak-anak orang kaya, aku takut kalau dia dibully.”

Keylo menatap kedua bola mata jernih itu, ucapan bocah SMP ini membuatnya sedikit iba. Mungkin saja ucapan terakhir Dion sudah terjadi, karena siapa pun yang masuk lewat jalur beasiswa jangan harap bisa bersekolah dengan tenang.

“Kak Keylo, nama kakak ak…”

Ting, ting, ting.

Suara notifikasi memotong ucapan Dion, Keylo melihat ponselnya. Ada pesan masuk dari Anhar, sepertinya dia banyak menghabiskan waktu dengan anak di sampingnya hingga lupa tujuan awalanya.

“Gua akan lindungi kakak lo, tapi gue harus pergi sekarang,” jelas Keylo buru-buru meinggalkan Dion yang masih duduk.

“Memangnya kak Keylo tahu kak Syla?”

Keylo meninggalkan Dion, meninggalkan janji tanpa saksi di trotoar sore itu. Tanpa tahu jika ucapan Keylo begitu berarti bagi Dion, ia ingin kakaknya aman di sekolah itu, namun apakah Keylo tahu siapa kakak Dion?

&&&

Dion duduk termenung di meja makan, makan malam beberapa menit lalu telah berakhir, tapi dia tetap duduk di sana menatap punggung kakaknya yang tengah mencuci bekas makan malam mereka.

Matanya beralih melirik pintu utama, kemudian menatap jam dinding. Helaan nafas kian berat, ayahnya belum juga pulang. Menenggelamkan wajahnya dalam lipatan tangannya di atas meja makan, pikirannya penuh dengan banyak kalimat yang ia susun.

“Dion, kalau mengantuk ke kamar aja,” ujar Syla saat selesai dengan kegiatannya.

Remaja itu tampak cantik dengan pakaian rumahan, rambutnya diikat asal. Dengan baju kaos biru polos, celana pendek hingga lututnya, memperlihatkan kulit sewo matang cerah.

“Kak,” panggilnya pelan, menatap Syla dengan sedikit keraguan.

Syla balik menatap Dion, ia duduk di kursi sebelah Dion. Menunggu adiknya yang hendak mengatakan sesuatu.

Dion menarik napas panjang, lalu mulai membuka mulutnya. “Sekolah aku ngadain study tour tiga hari lagi, terus… ada biaya buat penginapan, k-ata guru harus segera di bayar kak…”

Syla mengangkat tangan kanannya, mengucap pelan rambut hitam Dion yang sedikit ikal, mengacaknya hingga semakin berantakan. “Satu sekolah atau angkatan kelas kamu aja yang pergi?”

“Angkatan aku, kak,” jawab Dion lesu, lesu karena memikirkan ayahnya yang belum juga pulang.

“Study tournya memangnya ke mana, sampai harus bermalam?” tanya Syla lagi.

“Di Yogyakarta kak, kita bakal kunjungin Candi Prambanan dan Borobudur. Kita nginap dua sampai tiga hari.”

Dion mengeluarkan surat dari sekolahnya, surat persetujuan orang tua atau wali murid ke depan Syla. “Ini, semuanya ada di dalam. Kak Syla baca aja.”

Syla mengambilnya, membuka surat itu dan membacanya dengan teliti. “Ayah udah tahu?”

Dion menggeleng pelan. “Belum.”

“Kak Syla, tadi aku ketemu teman kakak di jalan.”

“Ha? Teman yang mana?” tanya Syla, bagaimana bisa Dion bertemu dengan temannya sedangkan ia sama sekali tak memiliki teman?

“Namanya kak Keylo, seragam batiknya sama kayak punya kak Syla.”

“Keylo?”

&&&

Gadis kecil rambut diikat dua dengan pita berwarna pink berlari kecil menyambut kedatangan seseorang, kedua tangan kecilnya menyambut pelukan hangat pemuda di depannya.

“Abang Vino, Cicil kaget.”

Vino mengangkat tubuh adik perempuannya, memeluknya penuh kehangatan. “Masa?”

Cicilia Atmaja, anak bungsu di rumah ini yang satu-satunya diakui di keluarga besar Atmaja. Gadis kecil yang selalu menyambutnya dengan pelukan erat, serta kalimat yang sama setiap harinya.

Cicil mengangguk dalam gendongan Vino, tanpa melepaskan kedua tangannya yang memeluk erat leher Vino. Vino tersenyum, membawa adiknya ke ruang tamu.

“Rindunya Cicil sebesar apa?” tanya Vino dengan nada lembut, berbeda bukan jika di sekolah atau berhadapan dengan musuhnya?

Cicil yang polos, membuka lebar kedua tangannya. “Sebesar ini,” jawabnya.

Vino tidak bisa menahan senyumnya, pemuda itu tersenyum lebar hingga giginya yang rapih terlihat. “Hahah, abang juga rindu banget sama princess ini.”

“Aakkhhh… abang udah, hahah.”

Vino mencium seluruh wajah adiknya, kehangatan itu yang membuat Vino betah di rumah. “Mau dapat hadiah nggak? Kalau mau, peluk abang yang kencang.”

“Benaran?” tanya Cicil, mendapat anggukan dari Vino membuatnya menerjang tubuh kekar Vino. Memeluknya erat, walau bagi Vino tidak erat sama sekali.

Vino Alvarez Atmaja, dibesarkan di keluarga kaya yang dingin dan penuh tekanan sosial. Mendapat tekanan emosional dari ayahnya yaitu Daniel Atmaja, serta mendapatkan tekanan mental dari ibunya yaitu Cecilia Hertanti.

Vino itu kaya, tenang kalau sama Cicil, dan akan penuh kontrol kalau sama Cicil. Anak hubungan gelap Daniel yang tidak pernah benar-benar diterima, sekuat apa pun dia mengatur arah jalan, dia tak pernah tahu siapa dirinya. Di rumah, dia hanya tamu dengan marga yang diakui sepenuh hati.

Vino melihat Daniel berdiri tak jauh darinya dengan Cicil, tahu apa yang akan terjadi. Dia menurunkan Cicil dari pangkuannya, tapi sebelum itu dia membisikkan sesuatu pada adiknya.

“Hadiahnya nanti abang kasih, kamu main sama bibi dulu di belakang.”

Cicil cemberut, ia masih ingin memeluk Vino tapi sudah diturunkan lebih dulu. “Janji ya, abang?”

“Iya,” balas Vino dengan senyumnya.

“Ibu saya ingin kamu datang ke rumahnya besok malam, datang dengan pakaian sopan!”

KAYAK BIASA YA BESTIE😌

KOMENNYA JANGAN LUPA, LIKENYA JANGAN KETINGGALAN JUGA YA, KARENA SEMUA ITU ADALAH SEMANGAT AUTHOR 😁😉😚

JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK 👣 KALIAN DAN TERIMA KASIH BANYAK KARENA MASIH TETAP BETAH DI SINI😗😗🙂🙂

SEE YOU DI PART SELANJUTNYA👇👇👇

PAPPAYYYYY👋👋👋👋👋👋👋👋👋👋👋

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!