Aleena seorang gadis muda yang ceria dan penuh warna. Dia memiliki kepribadian yang positif dan selalu mencoba melihat sisi baik dari setiap situasi. Namun, hidupnya berubah drastis setelah ibunya meninggal. Ayahnya, yang seharusnya menjadi sandaran dan sumber kekuatan, menikah lagi dengan wanita lain, membuat Aleena merasa kehilangan, kesepian, dan tidak dihargai.
Pertemuan dengan Axel membawa perubahan besar dalam hidup Aleena. Axel adalah seorang pria yang tampaknya bisa mengerti dan memahami Aleena, membuatnya merasa nyaman dan bahagia. Namun, di balik hubungan yang semakin dekat, Aleena menemukan kenyataan pahit bahwa Axel sudah menikah. Ini membuat Aleena harus menghadapi konflik batin dan memilih antara mengikuti hatinya atau menghadapi kenyataan yang tidak diinginkan.
Yuk simak kisah mereka....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ScorpioGirls, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menghadiri Pesta
Di tengah keheningan malam, Axel masuk sedikit sempoyongan ke apartemennya karna minum terlalu banyak alkohol. Di saat membuka pintu kamar. Kehangatan menjalar di sekujur tubuhnya saat mendapati sosok yang dia rindukan sedang berdiri memandang ke arah luar jendela, mengenakan pakaian tidur yang cukup sexy dengan warna merah menantang.
"Aleena," ujarnya dengan suara seraknya.
Axel memeluk sosok itu dari belakang. "Aku merindukanmu, sayang" bisiknya dengan suara yang serek penuh kerinduan.
"Aku juga merindukanmu," jawab Clara dengan lembut.
Axel terkejut. "Clara!" ucapnya dengan nada dingin lalu melepaskan pelukan.
"Kamu ngapain kesini?"
"Aku sengaja kesini, karna kamu tidak pernah pulang. Aku khawatir kamu kenapa-kenapa." Clara memegangi kedua tangan Axel dengan penuh perhatian.
"Aku baik-baik saja,"
"Baguslah, aku hanya ingin mendengar kabar baikmu, itu sudah lebih dari cukup," tutur Clara meraba-raba dada Axel.
"Hmm, Aku mau mandi dulu," menjauhkan tangan Clara dan meninggalkannya.
"Kamu itu sudah berada dalam genggaman. Tapi, tetap tidak bisa ku sentuh. Malam ini kamu harus jadi milikku seutuhnya," ujar Clara yang tidak ingin menyerah.
Setelah beberapa lama, Axel keluar dari kamar mandi dengan langkah tenang, meskipun kepalanya masih terasa berat karena alkohol. Dia melihat Clara berdiri di depannya, dengan senyum manis yang mencoba menyembunyikan kekhawatiran di balik mata indahnya. Clara mendekatinya, membuka blazer lingerie-nya, menunjukkan lekukan tubuh yang sensual lalu mengalunkan tangannya di leher Axel.
"Xel, aku sudah lama menantikan malam panjang yang indah bersamamu," tuturnya dengan suara lembut, mencoba membangkitkan gairah Axel. Namun, Axel masih terjebak dalam pikirannya tentang Aleena. Dia merasa seperti dikhianati oleh dirinya sendiri, karena tidak bisa melupakan wanita yang dicintainya itu.
"Aku masih ada kerjaan," ucap Axel, mencoba meninggalkan Clara.
Clara menatapnya dengan mata berkaca-kaca, "Xel, kenapa kamu tidak pernah ada waktu untukku? Sebegitu sibuknya kamu hingga melupakan tanggung jawabmu? Apakah kamu mau mengecewakan kakek?"
Axel menjawab singkat, "Aku beneran sibuk. Kamu bisa pulang." Meninggalkan Clara yang penuh dengan kekecewaan dan harapan yang tak terpenuhi.
Clara menatap Axel dengan kesedihan yang mendalam, "Aku tidak ingin pulang, aku ingin bersama denganmu." Namun, Axel sudah meninggalkannya, meninggalkan Clara dengan air mata yang mengalir di wajahnya.
_
_
_
Di balik tirai malam yang perlahan bergeser, pagi membuka senyumnya yang lembut, membawa cahaya hangat yang menyinari hati dan jiwa, serta menghidupkan kembali harapan-harapan yang sempat redup.
Pagi ini Aleena sudah siap berangkat ke cafe. Hari ini Sabtu, kebetulan dia tidak ada mata kuliah. Saat membuka pintu rumah dia terkejut melihat Revan bersandar di motor sport hitam dengan gaya cool, dan tersenyum manis padanya.
"Kenapa kamu bisa ada di sini?" tanyanya dengan rasa ingin tahu.
Revan hanya tersenyum dan menjawab, "Untuk menjemputmu."
"Tapi, bagaimana kamu tahu..."
"Apa sih yang tidak aku tahu?" potong Revan dengan sedikit ambigu.
Aleena merasa sedikit kesal dengan jawaban Revan yang tidak jelas, tapi dia tidak bisa berbuat banyak.
"Ayo, berangkat!" seru Revan, sambil memasangkan helm ke kepala Aleena yang kini sudah berada di depan. Aleena menurut tanpa banyak tanya lagi, merasa sedikit penasaran dengan sikap Revan yang misterius. Mereka kemudian berangkat bersama, motor sport hitam melaju kencang di jalan pagi yang cerah.
_
_
_
Saat tiba di Cafe. Chika sudah menunggu Aleena di depan pintu dan menyambutnya dengan tersenyum jail. "Sepertinya sudah ada kemajuan," goda Chika sambil merangkul Aleena. Sedangkan Revan sudah masuk duluan.
"Harus itu, apa kamu mau? Aku terus berada di titik yang sama. Kapan aku meninggalkan luka yang tidak ada ujungnya," timpal Aleena sambil terkekeh.
Meskipun Aleena berusaha menutupi kesedihan. Tapi, Chika sebagai seorang sahabat terdekat. Dia tau betul bagaimana perasaan Aleena saat ini.
"Maju terus! Pantang menyerah!" seru Chika memberi semangat.
Mereka berdua menuju ruang ganti untuk mengenakan seragam khusus yang telah disediakan. Setelah berganti pakaian, mereka mulai bekerja dengan giat, melayani pelanggan dengan senyum ramah. Menjelang makan siang, cafe semakin ramai dengan pengunjung. Aleena dan timnya bekerja keras untuk melayani setiap pelanggan dengan baik. Tiba-tiba Aleena terhenti sejenak saat melihat sosok ibu tirinya, Ratih, yang sedang bersama beberapa rekannya berkunjung ke cafe. Pandangan mereka bertemu sejenak, dan Aleena bisa merasakan gelombang emosi yang kompleks. Dia berusaha tetap bersikap biasa.
"Aleena," ucap Ratih dengan suara lembut, mencoba mendapatkan perhatian.
Aleena menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri sebelum akhirnya mendekati Ratih. "Ada apa? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Aleena dengan nada formal, berusaha menjaga jarak.
"Al, pulanglah. Ayahmu merindukanmu," kata Ratih, mencoba membangkitkan perasaan bersalah pada Aleena.
Namun, Aleena hanya menatapnya dengan dingin, "Aku tidak bisa pulang sekarang," jawabnya singkat, tanpa menunjukkan keraguan.
Aleena kemudian meninggalkan Ratih tanpa banyak bicara, tidak ingin memperpanjang pembicaraan yang bisa memicu emosi negatif. Ratih hanya bisa menghela napas, menyadari bahwa jarak antara mereka masih sangat jauh.
"Al!" seru Revan menghampiri Aleena dengan langkah percaya diri.
"Iya, Bos!" jawab Aleena menoleh, sedikit terkejut dengan kehadiran Revan tiba-tiba.
"Temani aku menghadiri pesta nanti malam," ucap Revan langsung ke intinya, tanpa memberi ruang untuk diskusi.
Aleena mengerutkan kening, merasa tidak nyaman dengan perintah Revan. "Bos, mengajakku? Berarti aku bisa menolak dong,"
Revan tersenyum tipis, menunjukkan bahwa dia tidak terbiasa dengan penolakan.
"Tidak, aku memerintah," kata Revan dengan nada tega.
Aleena merasa sedikit terintimidasi, tapi dia tidak mau menyerah begitu saja. "Van, aku tidak terbiasa menghadiri pesta dalam bentuk apapun," katanya dengan nada yang lebih lembut.
Revan tersenyum lagi, kali ini dengan kesan bahwa dia menikmati permainan ini. "Kamu harus belajar dari sekarang. Perintahku tidak boleh ditolak," katanya dengan nada yang tidak bisa dibantah. Aleena merasa sedikit kesal.
"Nanti aku pikir-pikir lagi," kata Aleena, mencoba menunda keputusan.
Revan menggelengkan kepala, menunjukkan bahwa dia tidak akan menerima penundaan. "Pokoknya jam tujuh malam aku jemput," tegas Revan, sebelum meninggalkan Aleena seorang diri.
Aleena menatap Revan yang semakin jauh. Sekilas, Aleena teringat Axel, sosok yang memiliki sifat serupa dengan Revan_keras, percaya diri, dan tidak mau kalah. Kenangan tentang Axel muncul kembali, membawa campuran emosi yang kompleks. Aleena bertanya-tanya, apakah dia akan terjebak dalam pola yang sama dengan Revan seperti yang pernah dia alami dengan Axel? Pada akhirnya akan kecewa.
_
_
_
Malam itu, hotel mewah menjadi tuan rumah perayaan ulang tahun pernikahan salah satu pengusaha terkemuka di kota. Ruangan penuh dengan kalangan pebisnis yang berusaha untuk hadir, tidak hanya untuk meramaikan acara tetapi juga untuk membangun jaringan dengan kolega-kolega mereka.
Aleena memasuki ruangan dengan percaya diri, bergandengan tangan dengan Revan. Mereka tampak serasi, dengan Aleena mengenakan gaun hitam yang anggun dan elegan. Semua mata tertuju pada mereka, dan banyak yang terkesan dengan penampilan Aleena yang begitu cantik dan berbeda dari biasanya.
Sementara itu, Axel yang berada di seberang ruangan, tidak bisa menyembunyikan kekesalannya saat melihat kedatangan Aleena dan Revan. Hatinya terasa mendidih, dia mengepalkan tangan, dan matanya memerah dengan tatapan tajam. Penampilan Aleena yang begitu memukau hanya menambah kekesalan Axel, yang merasa bahwa Aleena masih memiliki ikatan dengannya.
"Anak nakal ini, akhirnya menggandeng seorang gadis," seru Kakek Wijaya dengan senyum lebar, menyambut kedatangan Revan dan Aleena. Matanya berbinar-binar dengan rasa penasaran, menatap Aleena dengan tatapan yang hangat.
"Siapa gadis cantik ini?" tanya Kakek Wijaya, sambil mengulurkan tangan untuk menyambut Aleena. Revan tersenyum tipis, merasa sedikit terhibur dengan reaksi kakeknya.
"Ini Aleena, Kakek," jawab Revan singkat, sambil memperkenalkan Aleena dengan sopan.
Aleena tersenyum dan menyambut uluran tangan Kakek Wijaya dengan ramah. "Senang bertemu dengan kakek," kata Aleena dengan suara lembut.
Kakek Wijaya tersenyum puas, merasa bahwa Revan akhirnya menemukan seseorang yang spesial. "Ah, cantik sekali. Revan, kamu memang tahu cara memilih," puji Kakek Wijaya, sambil menatap Aleena dengan kagum. Revan hanya tersenyum, tidak banyak bicara.
Sementara Aleena merasa sedikit gugup dengan perhatian yang diberikan oleh Kakek Wijaya. Apalagi disana ada Axel diantara mereka. Sedikitnya Aleena bisa menebak. Jika, Revan dan Axel memiliki hubungan yang begitu dekat.
Axel berusaha menyembunyikan kekesalannya, tapi tatapan matanya yang tajam ke arah Aleena dan Revan tidak bisa disembunyikan. Dia merasa bahwa Aleena adalah miliknya, tapi malah Revan yang memperkenalkannya lebih dulu kepada Kakek Wijaya. Rasa cemburu dan kesal memenuhi hati Axel, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa karena Clara masih berada di sisinya.
Aleena merasa canggung dengan kehadiran Axel di sana. Dia tidak ingin menatap mata tajam Axel yang membuatnya merasa tidak nyaman. Apalagi dengan adanya Clara yang dia yakini sebagai istri Axel, Aleena merasa semakin tidak enak. Dia berusaha untuk tidak memperlihatkan reaksi apa pun, tapi tatapan mata Axel yang terus mengawasinya membuat Aleena merasa semakin tidak tenang.
Revan tersenyum dalam hati, menikmati reaksi Axel yang jelas-jelas cemburu. Dia bisa melihat dengan jelas bagaimana mata Axel memancarkan rasa tidak suka dan cemburu saat melihat Aleena bersamanya. Revan merasa puas dengan situasi ini, seolah-olah dia telah memenangkan permainan tanpa harus berbuat apa-apa. Senyum kecil bermain di bibirnya, tapi dia tetap tenang dan tidak memperlihatkan reaksi apa pun secara langsung. Aleena yang berada di sampingnya masih belum menyadari permainan psikologi yang sedang terjadi antara Revan dan Axel.
"Halo, Aleena. Kenalkan Clara," sapa Clara dengan ramah sambil mengulurkan tangan.
Aleena membalas uluran tangan Clara. "Senang bertemu denganmu, Clara,"
"Oh ya, ini Axel suamiku_kakak sepupu dari Revan." Clara memperkenalkan Axel yang ada di sampingannya. Aleena pun tersenyum canggung lalu mengangguk pada Axel tanda perkenalan.
'Jadi, dia kakak sepupu Revan. Bagaimana bisa aku menjauh darinya, kalau pelarianku ke Revan. Itu sama saja menarik ulur diri sendiri,' batin Aleena.
"Al, ayo kita jalan-jalan kesana," ajak Clara dengan antusias ke stand makanan dan minuman.
Aleena pun merasa senang, setidaknya saat bersama Clara dia bisa menghindari kecanggungan ini. "Boleh,"
"Van, aku sama Kak Clara dulu, ya!" izin Aleena pada Revan.
"Hmm, okey." jawab Revan.
Gaskeun 🔥🔥