Di suatu hari paling terpuruk di hidup Dinda, dia bertemu dengan seorang wanita paruh baya. Wanita tua yang menawarkan banyak bantuan hanya dengan satu syarat.
"Jadilah wanita bayaran."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
WB&CEO Bab 14 - Hanya Saling Tatap
Liora mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Amarah yang sudah terkumpul di dalam hatinya mengepul tak bisa terkendali.
Dia benci sekali, ketika orang yang dia cintai lebih memperdulikan orang lain dibanding dia.
Sejak kecil Liora terbiasa mendapatkan apapun yang dia mau, dia tidak pernah mau berbagi pada siapapun, termasuk tentang Alden.
Bukan hanya harga dirinya Yang terluka, namun dia juga merasa tersaingi.
Dan saat dia menghentikan mobilnya tetap di halaman rumah terdengar suara decitan rem mobil yang begitu jelas. Tubuhnya sendiri pun sampai terhuyung ke depan, untung saja dia menggunakan sabuk pengaman. Andai tidak mungkin kepalanya sudah terbentur setir kemudi.
"Hah," Liora membuang nafasnya dengan kasar, ingat ucapan Alden yang menjelek-jelekkan sang nenek pun benar-benar membuatnya marah.
Dengan gusar dia pun keluar lalu masuk ke dalam rumah. Sorot matanya yang tajam membuat para pelayan tidak berani untuk mendekati, daripada menyapa mereka pilih untuk menghindar.
Kedatangan Liora itupun langsung jadi perhatian sang nenek, saat itu Gaida sedang menuruni anak tangga bersiap untuk menemui Dinda dan memarahi gadis itu, karena kerjanya tidak benar.
Namun kemudian perhatiannya jadi teralihkan pada kedatangan sang cucu. Matanya sedikit menyipit melihat Liora yang seperti sedang marah, padahal tadi Saat pergi Liora sangat ceria.
"Sayang, apa yang terjadi?" tanya Gaida, wajahnya terlihat cemas dan penuh perhatian. Saat ini mereka berdua sudah bertemu dan saling berhadapan di bawah tangga.
Liora pun tidak langsung menjawab, dia malah memeluk neneknya erat.
"Alden Nek, Alden jahat," ucap Liora, kini dia jadi menangis lagi. Setelah menemukan tempat ternyamannya selama ini, Liora jadi menumpahkan semua kesedihan.
"Bagaimana bisa Alden mengatakan bahwa nenek membayar wanita itu untuk merusak hubungan kami?" ucap Liora diakhir cerita tentang pertengkaran nya dengan sang kekasih.
Kini pelukan mereka sudah terlepas, sudah saling menatap.
Dan mendengar itu sontak saja Gaida mendelik, hatinya tersengat, merasa ulah kotornya nyaris ketahuan. Gaida tak ingin urusannya dengan Dinda tersebar dan jadi bahan perbincangan teman-teman sosialitanya.
Mau ditaruh dimana muka Gaida nanti?
"Kenapa dia bicara begitu? nenek bahkan tidak tahu apa akar permasalahan kalian."
"Aku juga sudah bilang begitu, tidak mungkin nenek melakukannya."
"Kamu benar sayang, tidak mungkin nenek melakukannya," jelas Gaida lagi, ingin Liora yakin.
Namun kemudian, Gaida mantap menuduh Dinda tentang tuduhan itu. Pasti Dinda lah yang telah mengatakan pada Alden tentang ini semua. Tidak mungkin pria miskin itu bisa tahu dengan usahanya sendiri.
Sebagai orang yang miskin, Alden tak akan bisa melakukan apa-apa.
Menyadari itu emarahan Gaida yang sudah ada untuk Dinda, kini jadi semakin membara.
Dasar wanita bayaran tidak tahu diri, sudah ku katakan jangan bongkar tentang ini tapi dia masih melakukanya. Gaida membatin geram.
"Sudahlah sayang, apapun yang di katakan Alden itu tidak ada benarnya. Lebih baik sekarang naik ke kamar mu dan beristirahat," ucap Gaida seraya mengelus lengan sang cucu dengan sayang. Sebuah sikap yang memuat Liora langsung mengangguk tanpa banyak bicara lagi.
Dan setelah Liora pergi, Gaida pun keluar dari rumah ini.
Bersama dengan Sanny sang asisten, dia membuat janji temu dengan Dinda di sebuah restoran ternama.
Memesan ruang VIP yang privasi mereka sangat dilindungi.
Tepat jam 7 malam, Dinda pun sampai disana. Dia sudah gak sabar mendengar Gaida mengakhiri perjanjian mereka. Karena kini Dinda yakin, jika Liora dan Alden sudah saling mengakhiri hubungan mereka.
Namun apa yang di dapat Dinda sangat jauh dari apa yang dia harapkan.
Tak lama setelah dia masuk dan pintu ruangan itu tertutup. Sanny dengan segera mencekal kedua tangannya erat di balik punggung.
Lalu Gaida dengan segera melayangkan sebuah tamparan keras di pipi kirinya ...
PLAK!!
Wajah Dinda tertunduk, perih yang dia rasa jadi semakin jelas saat tangan-tangannya yang lain mampu bergerak.
Belum hilang rasa perih itu tiba-tiba Gaida menjambak rambut panjangnya hingga wajahnya mendongak.
Wanita cantik ini tidak menangis, tidak berteriak kenapa dia diperlakukan seperti ini. Di surat perjanjian diantara dia dan Gaida tertulis jelas bahwa Dinda adalah wanita bayarannya. Maka apapun kehendak Gaida, Dinda tak bisa menolak, membantah apalagi melawan.
"Kamu tahu kenapa aku menghukum mu seperti ini?" tanya Gaida dengan sangat geram.
Sementara Dinda tidak bisa menjawab apa-apa, dia benar-benar tak berdaya. Terlebih Sanny mencekal tubuhnya dengan kuat.
Dinda hanya bisa menggeleng dengan lemah.
"Hahaha." Melihat Dinda menggeleng, Gaida malah tertawa lucu.
"Kamu pikir bisa membodohi aku hah?!" geram Gaida.
"Sudah ku katakan, jangan sampai ada yang tahu tentang perjanjian kita. Tapi dengan lancangnya kamu malah mengatakan pada Alden!!" geram Gaida dengan suaranya yang lebih tinggi.
Dinda terdiam, percuma juga membantah karena Gaida telah diselimuti amarah.
"Jangan coba untuk memperdaya aku Val, ingat posisi mu. Aku dengan mudah bisa membuatnya hancur." Ancam Gaida, setelahnya dia melepaskan jambakannya dan keluar dari ruang VIP ini. Sementara Sanni langsung mendorong tubuh Dinda hingga membentur meja bundar di dalam sana.
Brak! Dinda tersungkur.
Melihat itu Sanny hanya tersenyum miring, lalu ikut keluar menyusul sang nyonya.
Di ruang yang hanya tinggal dia seorang, Dinda menjatuhkan air matanya tanpa suara. Gaida yang dia anggap sebagai malaikat penolong ternyata adalah seorang iblis.
Tidak perlu menangis Din, dihadapan wanita itu kamu memang sudah tidak punya harga diri. Batin Dinda.
Tanpa merapikan rambutnya yang sedikit berantakan, Dinda pun keluar dari ruangan itu. Berjalan dengan langkah lebar meninggalkan restoran ini.
Dinda terus berjalan menuju halte bus yang cukup jauh dari sana. Berjalan di trotoar dengan tatapan yang terlihat kosong. Kali ini Gaida telah menyakiti dia, Dinda sangat takut jika Gaida pun akan menyakiti sang ibu. Mengingat bahwa ibunya bisa sembuh juga karena uang dari wanita itu.
Sibuk dengan pikirannya sendiri, Dinda sampai tak sadar jika sedari tadi diujung sana ada seorang pria yang memperhatikan.
Alden yang hendak pergi ke rumah Liora jadi urung ketika melihat Dinda yang seperti tengah terpuruk. Seolah tak tau kemana arah perginya di tengah jalanan yang padat seperti ini.
Takut terjadi hal buruk pada wanita itu, Alden pun memutar setir motornya dan mengikuti Dinda sampai di halte Bus.
Alden memarkir kan motornya di tempat aman dan menghampiri Dinda yang tengah duduk dan melamun.
"Dinda," panggil Alden.
Sontak saja lamunan Dinda Buyar, dia sedikit mendongak dan menatap Alden yang ternyata sudah berdiri di hadapannya.
Sesaat keduanya hanya saling tatap, tak ada bicara. Hanya terdengar suara bising kendaraan di depan sana.
Dinda bingung kenapa Alden bisa disini, sementara Alden bingung bagaimana Dinda bisa mendapatkan tamparan di pipi kirinya.
Bekas lima jari itu terlihat jelas disana, tersorot oleh lampu halte yang cukup terang.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Jangan lupa kembang setaman dan vote setumpuk ❤️ karya ini ikut lomba pelakor ya sayang, mohon dukungannya 💋💋💋