Wu Lan Cho, adalah sebuah Negeri yang sangat penuh dengan misteri, pertumpahan darah, perebutan kekuasaan. salah satu kekaisaran yang bernama Negeri Naga yang di pimpin oleh seorang Kaisar yang sangat kejam dan bengis, yang ingin menguasai Negeri tersebut.
Pada saat ini dia sedang mencari penerusnya untuk melanjutkan tekadnya, dia pun menikahi 6 wanita berbeda dari klan yang mendukung kekaisarannya. dan menikahi satu wanita yang dia selamatkan pada saat perang di suatu wilayah, dan memiliki masing-masing satu anak dari setiap istrinya.
Cerita ini akan berfokus kepada anak ketujuh, yang mereka sebut anak dengan darah kotor, karena ibunya yang bukan seorang bangsawan. Namanya Wēi Qiao, seorang putri dengan darah gabungan yang akan menaklukan seluruh negeri dengan kekuatannya dan menjadi seorang Empress yang Hebat dan tidak ada tandingannya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hazelnutz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wu Lan Cho
Wu Lan Cho…
Sebuah negeri yang dibangun di atas lautan darah dan dinding-dinding yang disemen oleh dendam. Negeri ini adalah tempat di mana setiap tetes air hujan membawa aroma besi, dan setiap angin malam membawa bisik-bisik kematian.
Di tanah ini, perebutan kekuasaan bukan sekadar perebutan kursi… melainkan perebutan nyawa. Kota-kotanya dipenuhi lorong-lorong sempit yang menguarkan hawa mencekam, desa-desanya menyimpan kisah-kisah lama tentang keluarga yang dibantai demi sepetak tanah, dan di setiap wilayahnya, senjata diasah bukan untuk berburu hewan—melainkan manusia.
Namun, di balik kabut misteri yang menyelimuti negeri ini, berdiri sebuah kerajaan yang paling ditakuti: Negeri Naga.
Pemimpinnya, Wēi LongYan, adalah kaisar yang kejam dan bengis, pria yang tidak mengenal kata ampun, bahkan terhadap darah dagingnya sendiri. Bagi Wēi LongYan, kemanusiaan hanyalah kelemahan. Segala cara dibenarkan, asalkan tujuan tercapai.
Ambisinya sederhana namun mengerikan:
Menaklukkan seluruh Wu Lan Cho dan mengukir namanya di atas sejarah dengan tinta darah.
Di negeri ini, setiap orang menguasai seni bela diri. Namun, bela diri di Wu Lan Cho bukan sekadar teknik bertahan hidup—melainkan alat pembunuhan yang unik di tangan masing-masing klan. Ada yang menguasai seni racun yang membunuh perlahan, ada yang menggunakan suara untuk melumpuhkan musuh, ada pula yang bermain di wilayah ilusi untuk membuat lawan memotong dirinya sendiri.
Klan-klan itu tersebar dari perbatasan utara yang beku hingga pesisir selatan yang panas membara. Setiap klan memiliki kebanggaan, rahasia, dan dendam masing-masing. Semakin besar klan, semakin besar pula harga yang harus dibayar untuk mempertahankan nama mereka.
Dan kini… Kaisar Wēi LongYan tengah mencari penerus.
Seseorang yang mampu melanjutkan ambisinya.
Pemilihan ini tidak dilakukan di istana, melainkan di sebuah tempat yang namanya saja sudah membuat jantung para prajurit berdebar:
Kastil Kaki Naga Langit.
Bukan sembarang Kastil—tempat ini adalah neraka yang dibungkus disiplin. Di sini, kekuatan ditentukan bukan oleh nama keluarga, melainkan oleh seberapa lama seseorang bisa bertahan hidup. Aturan tidak tertulisnya sederhana: bertahan atau mati.
Setiap tahun, anak-anak terbaik dari klan besar, klan kecil, dan bahkan klan cabang dari klan besar dikirim ke Kastil ini. Tidak semua pulang. Mereka yang bertahan akan menjadi legenda. Mereka yang gagal… akan dilupakan seperti debu yang terhapus hujan.
Kini, Negeri Naga berada di ambang sebuah peristiwa langka yang hanya terjadi sekali dalam dua puluh tahun—saat para putra dan putri kaisar siap Memasuki Kastil Kaki Naga Langit. Sebuah fenomena perebutan lencana "Pemimpin Klan" akan dimulai. Untuk meraih lencana itu, mereka harus melalui enam ujian mematikan, di mana nyawa menjadi taruhan. Tidak ada belas kasihan, tidak ada kompromi. Mereka yang lolos akan mengukir namanya dalam sejarah. Mereka yang gagal… akan menjadi kisah yang dilupakan.
Di antara mereka… ada satu yang paling dipandang rendah: Wēi Qiao, si darah kotor.
Anak yang tidak diperbolehkan belajar apa pun sejak lahir, anak yang menjadi bahan ejekan keenam kakaknya, anak yang bahkan keberadaannya dianggap noda dalam sejarah keluarga.
Tapi di dalam dirinya kini ada sesuatu yang tidak dimiliki siapapun di Wu Lan Cho.
Dan di balik tatapan polosnya, tersembunyi tekad yang akan mengguncang takdir seluruh negeri.
Kembali Wēi Qiao, ke kamar pribadinya di Istana Wēi Qiao, pemuda itu duduk di tepi jendela, membiarkan angin sore menyapu wajahnya. Tatapannya kosong, namun telinganya fokus mendengarkan suara dingin yang bergema di dalam kepalanya — suara milik Micro Bots, teknologi misterius yang menjadi rahasianya.
"Informasi tambahan tersedia. Apakah kau ingin mendengarnya?"
Wēi Qiao menunduk, matanya teralihkan oleh sosok di halaman depan. Penjaga Yue Lan, wanita berparas dingin dengan sorot mata setajam bilah pedang, sedang berlatih jurus pedang kembar miliknya. Setiap tebasan mengiris udara, meninggalkan gema angin yang menusuk telinga.
"Apakah kau ingin aku memindai teknik itu dan mempelajarinya untukmu?"
Suara itu kembali bergema, tenang namun penuh kepastian.
Wēi Qiao terperangah. “Kau bisa melakukan itu?” bisiknya.
"Ya. Semua pergerakan, setiap detail, tak akan ada yang terlewat."
Ia menarik napas dalam, lalu mengangguk pelan. “Lakukan.”
Sekejap kemudian, pandangannya menjadi seperti bidikan elang. Gerakan Yue Lan melambat dalam persepsinya, setiap ayunan, rotasi pergelangan, hingga tekanan kaki, terekam dengan sempurna. Sepuluh menit berlalu, dan suara itu kembali berbicara di kepalanya.
"Pindai selesai. Apakah kau ingin informasi ini ditanamkan langsung ke otak dan tubuhmu?"
Ada sedikit keraguan, namun Wēi Qiao akhirnya menjawab, “Tanamkan.”
Sekonyong-konyong, tubuhnya tersentak. Rasa panas menyambar otot dan syarafnya, seolah kilat menyambar dari dalam. Wēi Qiao mengerang, jantungnya berdegup liar. Kilatan-kilatan memori baru membanjiri kepalanya — gerakan, tekanan, dan pola napas dari jurus pedang kembar Yue Lan.
Ketika rasa mual mereda, ia membuka mata. Tangannya langsung bergerak, meniru teknik tersebut. Suara angin bergemuruh setiap kali bilah pedang khayalannya menebas udara. Pijakan kakinya menorehkan retakan di lantai kayu. Namun, rasa puas belum hadir di wajahnya.
"Analisis selesai. Gerakanmu hanya mencapai 72% presisi. Hambatan terbesar: kekuatan otot tidak sebanding dengan teknik ini."
“Nggak sebanding?” gumamnya.
"Aku bisa memodifikasi jaringan ototmu. Proses ini… akan sangat menyakitkan."
Ia terdiam sejenak, lalu menutup mata. “Lakukan.”
Hanya dalam satu detik, rasa sakit itu datang. Seperti ribuan petir menyambar tulangnya, membakar otot-ototnya dari dalam. Wēi Qiao berteriak keras, tubuhnya kejang-kejang. Darah mendesak ke pelipisnya, wajahnya memerah, lalu… gelap. Ia terkulai pingsan, napasnya terengah.
Di kepalanya, sebelum kesadarannya lenyap, suara itu bergema terakhir kali:
"Adaptasi otot: 37%… Proses berlanjut saat kau tidur."
Teriakan Wēi Qiao menggema nyaring di seluruh penjuru Kastil Kaki Naga Langit, bergema di lorong-lorong batu yang dingin. Getarannya membuat burung-burung gagak di halaman depan beterbangan panik.
Penjaga Yue Lan yang sedang berlatih pedang kembar langsung menghentikan gerakannya. Nafasnya tercekat, instingnya memerintahkannya untuk berlari. Pedangnya masih tergenggam ketika ia bergegas menembus pintu kamar Wēi Qiao.
Begitu masuk, matanya terbelalak.
Wēi Qiao terbaring di ranjang, tubuhnya bergetar lemah, wajahnya pucat seperti kehilangan seluruh darahnya.
"Putri!" Yue Lan panik, menjatuhkan pedangnya ke lantai dan segera mengguncang bahunya dengan hati-hati.
Tak ada respons.
Ia Memeriksa nadinya—stabil. Tak ada luka, tak ada tanda serangan. Hanya… tak sadarkan diri.
Tiba-tiba, Wēi Qiao menggumam pelan dalam tidurnya, suaranya lemah namun jelas terdengar,
"…ayam panggang… tambahin madu… jangan gosong…"
Yue Lan terdiam sejenak, lalu tak kuasa menahan tawa kecil. Wajah tegangnya berubah menjadi senyum lega.
“Jadi cuma mimpi makan,” gumamnya sambil menggeleng.
Dengan hati-hati, ia membaringkan Wēi Qiao dalam posisi yang lebih nyaman, merapikan selimutnya.
“Kalau begitu, biar aku masakkan yang sungguhan,” katanya lembut sebelum meninggalkan kamar.
Pintu menutup perlahan, meninggalkan Wēi Qiao yang tetap pingsan
Malam hari tiba.
Tiga jam telah berlalu sejak Wēi Qiao tak sadarkan diri. Perlahan, kelopak matanya terbuka, disambut suara lembut yang bergema di dalam kepalanya:
"Proses penyesuaian otot telah selesai."
Sekejap, Wēi Qiao langsung duduk. Tatapannya jatuh pada tubuhnya sendiri—masih feminin, namun kini terlihat berotot indah, setiap garis siluetnya membentuk lekukan yang sempurna. Ia terkejut, lalu tanpa sadar mengagumi dirinya di cermin.
"Badanku… menjadi luar biasa," gumamnya berulang kali, jemarinya menyentuh otot lengan dan perutnya yang kini padat berisi.
Di sela kekagumannya, suara itu kembali bergema dalam kepalanya:
"Cobalah pergerakan ilmu bela diri tadi."
Wēi Qiao mengangguk tanpa ragu. Ia mengambil posisi, lalu mulai bergerak. Suara angin yang terbelah terdengar jelas setiap kali tangannya menghujam ke depan. Hentakan kakinya menghasilkan dentuman keras, meninggalkan bekas retakan halus di lantai kayu kamar. Gerakannya makin cepat, makin terarah.
Namun, ia tak menyadari bahwa seseorang memperhatikannya dari awal—Penjaga Yue Lan.
Begitu Wēi Qiao berbalik menghadap pintu, matanya terbelalak kaget. Ia hendak meminta maaf, tapi belum sempat kata-kata itu keluar, Yue Lan berlari menghampirinya dan memeluknya erat.
“Jangan meminta maaf, Putri,” ucap Yue Lan sambil tersenyum hangat. “Semua orang berhak untuk belajar.”
Dari balik jubahnya, Yue Lan mengeluarkan sebuah gulungan kertas dan menyerahkannya.
“Ambil ini. Ini adalah pergerakan lengkap dari ilmu bela diri Pedang Kupu-Kupu Kembar. Pelajarilah,” katanya sambil menatap penuh keyakinan.
Air mata pun menetes di pipi Wēi Qiao. Ia memeluk Yue Lan dengan erat.
Seketika, di dalam kepala Yue Lan, sebuah kenangan muncul—hari pemakaman Ibu Wēi Qiao. Saat itu, Wēi Qiao kecil berdiri tegak, menahan tangis, dan berjanji: “Aku tidak akan menangis lagi.”
Yue Lan memandang Wēi Qiao yang kini menangis di pelukannya, lalu berkata dalam hati:
"Nyonya… Putri kita pasti akan menaklukkan negeri ini."
Lanjuuuuutttt