Di barat laut Kekaisaran Zhou berdiri Sekte Bukit Bintang, sekte besar aliran putih yang dikenal karena langit malamnya yang berhiaskan ribuan bintang. Di antara ribuan muridnya, ada seorang anak yatim bernama Gao Rui, murid mendiang Tetua Ciang Mu. Meski lemah dan sering dihina, hatinya jernih dan penuh kebaikan.
Namun kebaikan itu justru menjadi awal penderitaannya. Dikhianati oleh teman sendiri dan dijebak oleh kakak seperguruannya, Gao Rui hampir kehilangan nyawa setelah dilempar ke sungai. Di ambang kematian, ia diselamatkan oleh seorang pendekar misterius yang mengubah arah hidupnya.
Sejak hari itu, perjalanan Gao Rui menuju jalan sejati seorang pendekar pun dimulai. Jalan yang akan menuntunnya menembus batas antara langit dan bintang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Boqin Changing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memasak Untuk Guru
Hari telah berganti. Embun pagi masih menggantung di pucuk-pucuk daun, sementara kabut tipis menyelimuti lembah kecil tempat rumah kayu itu berdiri. Suasana masih sunyi, hanya suara burung-burung kecil yang mulai bernyanyi menyambut pagi.
Di halaman rumah, seorang bocah tampak sudah berdiri. Tubuhnya bergerak kecil, merenggangkan otot-ototnya ke kanan dan ke kiri. Itulah Gao Rui, murid pertama Boqin Changing. Wajahnya terlihat bersemangat luar biasa, matanya menyala penuh antusias, seolah hari ini adalah hari terpenting dalam hidupnya.
Ia bertekad, hari ini ia akan memulai perjalanan sebagai seorang pendekar sejati. Ia bahkan begitu bersemangat sampai lupa untuk sarapan.
“Hari ini aku pasti akan dilatih!” pikirnya sambil mengepalkan tangan.
Pintu rumah kayu terbuka. Keluar dari dalamnya, Boqin Changing tampak masih mengantuk, menguap lebar sambil mengusap wajahnya. Rambutnya sedikit berantakan, jubahnya juga belum benar-benar rapi, tapi aura ketenangan yang ia pancarkan masih tetap membuat siapa pun menaruh hormat padanya.
“Guru!” seru Gao Rui dengan antusias begitu melihat kedatangan gurunya. “Mari kita mulai latihan hari ini! Aku sudah siap!”
Boqin Changing menatap muridnya sejenak. Lalu perlahan sebuah senyum tipis muncul di wajahnya.
“Baik.” katanya ringan sambil melangkah mendekati Gao Rui. “Kalau begitu mari kita mulai.”
Belum sempat Gao Rui menebak apa yang akan dilakukan gurunya, Boqin Changing tiba-tiba mengangkat tangannya. Telunjuknya mengarah ke dahi Gao Rui.
Wush.....
Ujung jarinya bersinar lembut, memancarkan cahaya putih tipis yang menenangkan.
Tap.
Cahaya itu menembus langsung masuk ke kepala Gao Rui.
“A-Apa.....?!”
Mata Gao Rui terbuka lebar. Ia tidak sempat menghindar, tidak sempat bertanya, bahkan tidak sempat berpikir. Dalam sekejap, sesuatu mulai menyerbu pikirannya. Tulisan, simbol, ingatan, catatan rumit, dan serangkaian instruksi mulai mengisi benaknya.
Itu adalah ilmu pengetahuan. Namun bukan sembarang pengetahuan. Ini seperti kitab tapi dikirim langsung ke dalam pikirannya! Gao Rui sampai ternganga kagum.
“Apa ini…? Sebuah teknik mengirim ilmu melalui pikiran? Tapi ini… ini tidak mungkin! Aku pernah mendengar legenda semacam ini di dunia persilatan, tapi kupikir itu hanya dongeng belaka!”
Ia semakin terkejut. Semakin banyak informasi yang mengisi otaknya. Semuanya tersusun rapi. Sangat jelas dan terstruktur.
Namun beberapa saat kemudian… Alisnya mulai berkedut. Ekspresinya berganti dari kagum… menjadi bingung. Lalu kebingungan itu perlahan berubah menjadi syok.
“A-anu… Guru,” Gao Rui akhirnya berbicara dengan suara pelan, “apa hanya aku… atau… ilmu yang guru transferkan tadi… itu…”
Boqin Changing menatapnya santai.
“Kenapa?” tanyanya tenang.
Gao Rui menelan ludah. Ia masih tidak percaya dengan apa yang baru masuk ke dalam otaknya.
“Guru… itu… yang tadi… bukan ilmu bela diri.”
Boqin Changing mengangguk pelan.
Gao Rui menarik napas.
“Itu… resep masakan, Guru.”
Boqin Changing tersenyum tipis.
“Benar.”
Gao Rui berdiri membeku. Ia yakin satu hal, perjalanan hidupnya sebagai murid Boqin Changing tidak akan pernah biasa.
Boqin Changing melangkah melewati Gao Rui dengan santai seolah tidak terjadi apa-apa. Ia duduk di kursi kayu panjang di sudut halaman, lalu menghela napas panjang sambil memegang perutnya.
“Aku ingin langsung melatihmu, tapi…” ia berkata pelan, menatap langit pagi seakan memikirkan sesuatu yang dalam.
Gao Rui menelan ludah.
“Tapi apa, Guru?”
Boqin Changing memegang perutnya sambil pura-pura memasang ekspresi lemah.
“Aku… kelaparan.”
Gao Rui terdiam sejenak.
“Hah?”
“Aku belum sarapan.” lanjut Boqin Changing dengan nada datar namun penuh wibawa, seakan hal itu adalah masalah besar yang menyangkut keseimbangan dunia. “Dan muridku yang baik, latihan tidak bisa dimulai jika gurunya hampir mati kelaparan.”
Gao Rui berkedip beberapa kali. Ia baru sadar ia sendiri juga belum makan, tapi ia terlalu bersemangat untuk latihan paginya hari ini.
“Ba… baik Guru! Kalau begitu aku akan...”
“Tapi ada satu hal lagi.” potong Boqin Changing sambil mengangkat telunjuk. “Mulai hari ini, urusan memasak, mencuci, mengepel, menyapu, merapikan rumah hingga menjaga kebersihan lingkungan… adalah tugasmu.”
Gao Rui terperangah.
“Eh?”
Boqin Changing menatapnya tenang, sangat tenang, bahkan terlalu tenang.
“Tidak mungkin seorang guru melakukan semua pekerjaan itu. Itu melanggar aturan dasar hubungan guru dan murid di dunia persilatan. Murid melayani, guru membimbing. Sederhana.”
“Bocah.” Boqin Changing kembali melanjutkan ucapannya. Suaranya terdengar ringan, tapi ada ancaman samar di dalamnya. “Kau ingin menjadi pendekar?”
“I-iy...iya!”
“Kau ingin kuat?”
“Tentu saja!”
“Kau ingin bertahan hidup di dunia yang keras ini?”
“Ya!”
“Kalau begitu.” Boqin Changing berdiri dan menepuk pundaknya, “mulailah dari memasak dan mencuci piring.”
Gao Rui terdiam. Sangat lama. Setelah beberapa detik, ia akhirnya menunduk dalam-dalam.
“Aku mengerti, Guru. Maafkan kelancanganku. Aku akan melakukan tugas-tugas itu mulai hari ini.”
“Bagus.” Boqin Changing kembali duduk di kursinya.
Gao Rui segera berlari menuju dapur, tapi langkahnya baru dua langkah saat tiba-tiba Boqin Changing bersuara lagi:
“Oh ya.”
Gao Rui menoleh.
“Ya, Guru?”
“Masaklah yang benar. Jangan asal. Aku ingin makan makanan yang enak, hangat, dan sesuai keinginanku. Mengerti?”
Gao Rui menegang.
“M-maksud guru?”
“Tidak butuh penjelasan ulang.” kata Boqin Changing kalem. “Kau sudah mendapat ilmu dasar memasak terbaik langsung ke dalam kepalamu barusan. Gunakan itu. Kalau rasanya tidak enak…” ia menunjuk halaman kosong di depan rumah, “…malam ini kau tidur di luar.”
Gao Rui langsung memucat.
Baiklah, hari ini bukan hanya hari pertama latihan bela dirinya. Hari ini adalah hari di mana semuanya ditentukan oleh hasil masakannya.
Tanpa berkata apa-apa lagi, ia akhirnya berlari ke dapur sambil menggulung lengan bajunya.
“Baik! Aku pasti akan membuat makanan terbaik! Guru, tunggu saja!!!”
Boqin Changing tersenyum kecil, memejamkan mata sejenak dan menikmati tiupan angin pagi.
Perjalanan sebagai guru sudah resmi dimulai. Dengan cara yang… sangat Boqin Changing.
...*****...
Gao Rui memasuki dapur kecil itu. Bangunannya sederhana, terbuat dari kayu dengan jendela kecil yang membiarkan cahaya pagi masuk. Meja papan panjang berdiri di sisi kiri, di sebelahnya tungku tanah liat dengan cerobong asap rendah. Di sudut ruangan tergantung beberapa peralatan masak yang tampak baru, jelas baru saja ditempatkan oleh Boqin Changing.
Ia membuka lemari kayu tempat bahan makanan disimpan. Matanya langsung melebar.
“Ini…?”
Ada beras dan ada daging rusa yang sudah dibersihkan. Ada sayur-sayuran segar. Ada jahe, bawang putih, garam, beberapa bumbu herbal, bahkan minyak wijen. Bahan-bahan itu tidak terlihat mewah, tetapi tertata dengan rapi dan bersih. Jauh lebih banyak dan lebih baik dari yang ia bayangkan dimiliki seorang pendekar yang tinggal di hutan gunung.
“Bahan-bahan ini… cukup untuk membuat masakan layak. Tapi apa yang harus kumasak dulu?” pikirnya.
Gao Rui menatap semua bahan itu, lalu menarik napas panjang. Ia menutup mata sejenak, lalu ingatan mulai mengalir. Ilmu memasak yang tadi dikirim ke kepalanya muncul dengan sendirinya. Teknik memotong, lama perebusan ideal, cara menciptakan aroma dasar, hingga urutan memasak yang benar agar rasa tetap seimbang.
Semuanya muncul begitu jelas.
“Kalau begitu…” gumamnya pelan. “Aku akan mulai dengan sesuatu yang sederhana namun berkelas.”
Ia mengangguk mantap.
“Sup tulang pedas hangat dengan tumisan daging rusa jahe bawang… ditambah nasi pulen. Itu menu pagi yang sempurna!”
Dengan cepat ia mulai bekerja. Ia menyalakan tungku menggunakan kayu bakar yang sudah disiapkan. Lalu ia mulai memotong bawang putih, jahe, dan daun bawang. Gerakannya masih agak kaku di awal, tapi semakin lama semakin stabil. Ia meracik kuah sup dari tulang rusa yang direbus perlahan dengan jahe dan garam. Aroma sedap mulai keluar sedikit demi sedikit. Ia juga mulai menanak nasi.
“Jaga api. Jangan terlalu besar, biarkan kaldunya keluar perlahan…” pikirnya, mengikuti instruksi yang tertanam di kepalanya.
Tangannya kini bergerak cepat. Ia menumis daging rusa dengan bumbu-bumbu dasar hingga menciptakan aroma karamel gurih yang kuat. Uap panas menguap, membawa aroma menggoda yang mulai melayang keluar dari dapur.
Di luar, Boqin Changing masih duduk santai di kursi panjangnya. Ia membuka sedikit salah satu matanya ketika angin membawa aroma masakan dari dapur.
"Hmm," gumamnya tanpa menoleh, "apa dia benar-benar bisa memasak?"
Waktu terus berlalu. Aroma kuah kaldunya semakin kuat dan menggugah selera. Nasi sudah hampir matang, tumisan daging sudah terkaramel sempurna, dan sup tulangnya mulai mengental dengan minyak gurih yang naik ke permukaan.
Gao Rui mengusap keringat di dahinya, matanya berbinar.
“Bagus. Tinggal sedikit lagi.”
Ia menambahkan sedikit garam, sedikit minyak wijen, dan sejumput lada lalu mencicipi kuahnya.
Ia terdiam. Lalu ia tersenyum puas.
“Ini… enak!”
Tapi ia tidak boleh ceroboh. Ia tahu gurunya bukan orang biasa. Ia mengingat ancaman gurunya tadi.
"Kalau rasanya tidak enak, malam ini kau tidur di luar."
Ia mengangguk tegas, memperbaiki sedikit bumbu di tumisannya, lalu mematikan api.
Dengan hati-hati, ia menyiapkan hidangan di atas nampan kayu. Semangkuk sup tulang hangat, tumisan daging rusa harum jahe bawang, semangkuk nasi putih pulen, dan teh panas sederhana.
Ia menatap hasil karyanya. Lalu menarik napas panjang.
“Baik. Ini saatnya.”
Ia mengangkat nampan itu dan berjalan ke luar dapur.
Langkahnya mantap, tapi di dalam hatinya, ia tahu ini bukan sekadar sarapan.
Ini adalah ujian pertama sebagai murid Boqin Changing. Ia melangkah keluar halaman menuju gurunya. seorang pria yang tampak santai, tapi sekali menggerakkan jarinya saja bisa memutuskan hidupnya.
Gao Rui menelan ludah.
"Semoga rasanya cukup untuk membuatku tidur di dalam rumah malam ini…"