Pertemuan pertama yang tak disangka, ternyata membawa pada pertemuan kedua, ketiga dan seterusnya. Membuat rasa yang dulu tak pernah ada pun kini tumbuh tanpa mereka sadari.
kehidupan seorang gadis bernama Luna yang berantakan, membuat seorang Arken pelan-pelan masuk ke dalamnya. Bahkan tanpa Luna sadari, setiap dia tertimpa masalah, Ken selalu datang membantunya. Cowok itu selalu dia abaikan, tapi Ken tak pernah menyerah atau menjauh meski sikap Luna tidak bersahabat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abil Rahma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 13 Gak usah Peduli
Pagi menjelang, Ken sudah tak sabar menemui tawanan barunya. Dia ingin mengorek banyak informasi dari tawanan barunya itu. Langkah panjangnya mulai memasuki sebuah pintu yang letaknya tepat di belakang lemari. Ya, ruangan itu sangat tertutup, tidak ada yang tahu selain anggota Scorpion, bahkan tidak semua anggota mengetahui itu.
"Dah bangun dia?" tanyanya pada mereka yang ditugaskan menjaga.
"Sudah bos, Lo bisa langsung temui dia," jawab salah satu dari mereka berempat.
Ken mengangguk, dia mendekat ke arah ruang tahanan sebelah kanan. Menatap pemuda yang kini duduk bersandar di tembok.
"Keluarin gue, bngsat!" melihat ada yang datang pemuda itu langsung berdiri, menatap Ken penuh amarah.
Brak
Brak
Brak
Dia bahkan mendobrak pagar besi di hadapannya. Meski dia tahu semuanya sia-sia, tapi dia tetap melakukan itu sebagai tanda protes.
"Lo mau keluar? Boleh banget," sahut Ken santai. Dia bahkan duduk di kursi yang sengaja disiapkan di sana.
"Cepetan keluarin gue!" teriak pemuda itu lagi.
"Boleh, tapi ada syaratnya," jawab Ken masih dengan santainya menjawab.
"Apa syaratnya, gue bakal lakuin asal Lo ngeluarin gue dari tempat terkutuk ini!"
Brak
Brak
Brak
Ken menganggukkan kepala, "Mudah banget, Lo cukup jawab semua pertanyaan gue dengan baik dan benar," jawabnya.
"Tanya apa?" pemuda itu menatap Ken penuh selidik.
"Lo tahu gue kan?" pertanyaan pertama dari Ken.
"Lo Arken ketua Scorpion," jawab pemuda itu.
Ken tersenyum smrik mendengar jawaban pemuda dihadapannya ini. Dia makin yakin jika mereka memang menjadi kaki tangan seseorang untuk menghancurkan Scorpion.
"Ternyata gue terkenal sampai ke luar kota juga ya, hebat dong gue," Ken memuji dirinya sendiri.
Merasa ada yang salah dengan jawabnya, pemuda itu tampak terdiam. Menyesal kenapa dia langsung menjawab pertanyaan Ken, dia pasti dijebak.
"Gak usah tegang gitu, gue juga manusia sama kaya Lo. Gue gak doyan daging sesama," canda Ken. Dia tahu pemuda dihadapannya ini menyesal karena jawabnya tadi.
"Bngsat Lo!" teriak pemuda itu, mencoba menetralisir wajahnya agar tidak terlihat tegang.
"Kayaknya cukup untuk sekarang, lo baik-baik disini, nanti gue datang lagi." Ken beranjak dari duduknya meninggalkan pemuda itu yang terus berteriak bahkan menendang pagar besi pembatas.
"Jangan lupa kasih dia makanan, buat Lo berempat sekalian." Ken meletakkan lima lembar uang seratus ribuan di meja hadapan penjaga.
"Gue nanti kesini lagi kalau Raka datang," ucapnya dan berlaku dari sana.
"Makasih bos!" seru mereka berempat serempak.
Hal ini adalah salah satu alasan kenapa mereka betah bersama Ken, karena ketuanya itu selalu royal, tidak tanggung-tanggung saat memberi sesuatu. Bahkan kulkas dua pintu yang ada di markas isinya selalu penuh, dan hampir separuh dari isinya Ken yang mengisi. Meski bukan hanya Ken saja, tapi Ken lebih banyak mengeluarkan uang untuk mereka semua.
☘︎☘︎☘︎☘︎
Niat hati Ken pulang ke rumah untuk istirahat dan berkumpul dengan keluarga. Rindu juga dengan Bunda dan adik perempuannya. Akan tetapi saat sampai di rumah, dia melihat Bunda dan Papanya akan pergi, entah kemana. Mereka bahkan sudah rapi.
"Mau kemana Bun, kok udah rapi gitu?" tanyanya saat mendapati Bunda nya sedang menyiapkan sarapan.
"Kamu ingat pulang juga Bang, sini sarapan. Boleh panggilkan yang lainnya?" bukannya menjawab, Bunda justru meminta tolong membuat Ken mengangguk.
"Oh iya, setelah ini Bunda mau ambil hasil ujian adik kamu di sekolah, bareng sama Papa," jawab Bunda kemudian.
Mendengar jawaban bunda nya, Ken langsung bergegas naik ke kamarnya. Sebelum itu, dia lebih dahulu memanggil penghuni rumah di kamar mereka masing-masing.
"Abang ikut Bun, mau mandi dulu kalau gitu." Ken berlari meninggalkan Bunda nya yang hanya menyahut dengan menggelengkan kepala.
Tak lama Ken kembali dengan pakaian yang sudah rapi, tepat saat itu keluarganya telah selesai sarapan, hingga membuatnya tak sempat untuk sarapan. Dia akan sarapan nanti saat di sekolah Ayla.
"Tumben kamu semangat banget mau nganter Papa sama Bunda?" sindir sang papa setelah mereka sudah berada di dalam mobil.
"Papa! Udah ih! Harusnya bersyukur anaknya mau berubah," protes Amelia bundanya.
"Gak papa Bun, aku emang semangat, bener kata Papa," sahut Ken tersenyum simpul, lalu menatap kedua orangtuanya yang duduk di belakang lewat kaca tengah.
Beberapa menit berlalu, mereka sudah sampai di sekolah Ayla. Ken memilih berpisah dengan orang tuanya. Niat awalnya dia ingin ke kantin terlebih dahulu, tapi saat melihat Luna berjalan seorang diri dia pun menghampiri gadis itu.
"Hai Aurel, kita ketemu lagi. Lama banget kayaknya gak ketemu," sapa Ken pada Luna saat dia sudah berjalan tepat disebelah gadis itu.
Luna mendengus lalu memutar bola matanya malas melihat kedatangan Ken. "Ck, bisa gak kalau gak usah panggil gue dengan itu?" Luna melirik Ken sekilas lalu melanjutkan perjalanannya.
"Kenapa?" tanya Ken.
"Gue gak suka!"
"Tapi gue suka gimana dong?" Ken menatap Luna yang kini mendengus.
"Gue suka panggil Lo dengan nan berbeda, lagian itu juga nama Lo, kan?" jelas Ken, sebab menurutnya nama Aurel lebih bagus dari pada Luna. Apalagi tidak ada yang memanggil nama itu selain dirinya, ingin beda juga dari yang lain.
"Terserah Lo lah! Tapi stop jangan ikutin gue!" Dia tak suka ada orang yang memanggil namanya dengan nama itu, tapi melihat Ken yang keras kepala membuatnya menyerah.
"Gak bisa juga kalau itu, karena gue gak bisa jauh dari Lo," sahut Ken enteng sambil terus berjalan mengikuti langkah Luna.
Banyak pasang mata yang memperhatikan mereka, tak terkecuali teman-teman geng Luna. Mereka memperhatikan bagaimana interaksi Luna dengan seorang pemuda yang tidak mereka kenal.
"Siapa Lun?" tanya Mauren penasaran.
"Gak kenal," jawab Luna asal.
Ken terkejut mendengar jawaban Luna, "Kenalin gue calon suaminya Luna." Dengan percaya dirinya dia mengenalkan diri pada teman Luna.
Kali ini Luna yang melotot mendengar ucapan Ken, "Gak usah ngadi-ngadi deh Lo! Sana pergi!" usir Luna, tak terima jika Ken mengaku sebagai calon suami. Sama sekali tidak tertarik dengan pemuda itu. Ya, meskipun Ken ganteng, tapi dia ngeselin.
"Serius calon suaminya Luna? Jadi Lo yang di jodohin sama Luna ya? Gue kira bapak-bapak tua," sahut Mauren tak peduli ucapan Luna.
Ken cukup terkejut mendengar ucapan teman Luna itu, dia baru mengetahui sebuah fakta, jika Luna sudah dijodohkan. Ah sial, kenapa dia merasa sesak sendiri ya? Tapi bukankah dia masih bisa mendapatkan Luna sebelum ada kata 'sah'?
"Udah Ren, ayo masuk! Gak usah peduliin dia." Luna langsung menarik tangan Mauren untuk masuk ke dalam ruangan.
"Gak usah tarik-tarik gini Luna! Gue bisa jalan sendiri." Mauren melepaskan tangan Luna, sebab cengkraman di tangannya cukup kuat.
"Ortu Lo mana?" tanya Mauren setelah lepas dari Luna.
Luna menaikkan bahunya, "Gak dateng," jawabnya.
"Loh, kalau gak dateng hasilnya gak akan dikasih Lun," sahut Mauren tak habis pikir.
Ternyata Ken mendengar semua percakapan Luna dan Mauren, tanpa pikir panjang, Ken ikut masuk ke dalam kelas Luna, ingin menggantikan orang tua Luna yang katanya tidak hadir hari ini. Dia bahkan duduk tepat di sebelah Luna.
"Gue yang akan gantiin orang tua Lo," ucap Ken tanpa menatap Luna.
Luna menoleh ke arah Ken, "Gak perlu, gue bisa sendiri," tolak Luna.
Ken tak menyahut, penolakan dari Luna sudah sering dia dapatkan, hingga membuatnya tak masalah akan hal itu.
"Kenapa gak datang?" tanya Ken, mengabaikan penolakan gadis itu.
Luna terdiam, dia jadi teringat kejadian kemarin setelah dia pulang dari sekolah
"Ma, ini undangan buat ambil hasil ujian. Besok pagi Mama datang ya." Dia memberikan undangan tersebut pada Mamanya yang sedang sibuk mengganti chanel di televisi.
"Mama sibuk, gak bisa datang. Kamu ambil saja sendiri. Mama sudah susah payah bayarin sekolah kamu, tapi kamu masih mau ngerepotin Mama?" Dania menatap putrinya sengit.
Mendengar jawaban Mamanya, hati Luna terasa teriris sembilu, sakit, perih. Bahkan air matanya sudah berhasil lolos.
"Aku anak Mama, jadi semua itu memang kewajiban Mama, kan?" dia masih bisa berbicara meski air matanya sudah mengalir.
"Iya emang, tapi Mama gak mengharapkan kehadiran kamu!" Masih menatap dengan tatapan sengit, bahkan terlihat ada sedikit kebencian di sana.
Luna tercengang mendengar jawaban itu, "Yaudah, aku ambil sendiri," sahutnya mengalah. Dia tak mau lagi mendengar kata yang menyakitkan lagi.
"Rel, Lo kenapa?" tanya Ken yang heran melihat kedua bola mata Luna berkaca-kaca.
Luna tersadar dari lamunannya, dia langsung menghalau air mata yang hampir saja jatuh. "Gak usah sok peduli," jawabnya.
"Kalau Lo mau curhat, gue siap dengerin. Gue siap jadi tempat keluh kesah buat Lo Rel, inget Lo gak sendiri, ada gue," sahut Ken tak peduli ucapan Luna.
"Gak perlu!"
ntar ujung ujungnya Ken juga yang repot
bucin tolol,rasain lho kan udah kek LC dibuat suami sendiri