Eclipse, organisasi dunia bawah yang bergerak di bidang farmasi gelap. Sering kali melakukan uji coba demi mendapatkan obat atau vaksin terbaik versi mereka.
Pada awal tahun 2025, pimpinan Eclipse mulai menggila. Dia menargetkan vaksin yang bisa menolak penuaan dan kematian. Sialnya, vaksin yang ditargetkan justru gagal dan menjadi virus mematikan. Sedikit saja bisa membunuh jutaan manusia dalam sekejap.
Hubungan internal Eclipse pun makin memanas. Sebagian anggota serakah dan berniat menjual virus tersebut. Sebagian lain memilih melumpuhkan dengan alasan kemanusiaan. Waktu mereka hanya lima puluh hari sebelum virus itu berevolusi.
Reyver Brox, salah satu anggota Eclipse yang melawan keserakahan tim. Rela bertaruh nyawa demi keselamatan banyak manusia. Namun, di titik akhir perjuangan, ia justru dikhianati oleh orang yang paling dipercaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Sekitar jam tiga dini hari Reyver dan Martha baru tiba di laboratorium pinggiran kota. Tempatnya kecil dan sepi, jauh berbeda dengan Eclipse. Penerangan di bagian luar pun kurang memadai, entah aslinya seperti itu atau sengaja dibuat begitu.
"Ayo masuk!" ajak Martha setelah mobil berhenti.
Reyver tidak membantah. Dia menurut apa kata sang kekasih. Ia turun dari mobil dan lekas mengimbangi langkah Martha yang mulai memasuki bangunan tersebut.
Ternyata di dalamnya jauh lebih mewah. Penerangan tampak benderang dan fasilitas pun terlihat lengkap. Di tengah perasaan yang masih sulit digambarkan dengan kata, Reyver sedikit menarik napas lega. Dengan tempat dan alat yang memadai, waktu dua puluh lima hari pasti cukup untuk menjinakkan virus sialan itu.
"Ini adalah laboratorium milik Paman Richard, sahabat Papa dulu. Belum lama ini aku bisa menghubunginya dan memintanya untuk mengosongkan tempat ini. Aku tidak menyinggung soal virus atau Eclipse, hanya mengatakan bahwa aku butuh tempat ini untuk penelitian. Bisnis utama Paman Richard di bidang properti, bukan farmasi. Jadi tidak perlu banyak syarat untuk meminjam tempat ini," terang Martha ketika keduanya tiba di sebuah ruangan pribadi.
Hanya mereka berdua di sana. Tidak ada siapa pun. Richard benar-benar mengosongkan tempat itu, bahkan dari satu penjaga sekalipun. Ia melakukan sesuai dengan apa yang diinginkan Martha.
"Semoga tempat ini bisa menjadi jalan untuk mencapai tujuan kita, Rey. Kau baik-baiklah di sini. Aku sudah menyiapkan persediaan makanan untuk beberapa hari ke depan. Maaf, aku tidak bisa menemanimu. Setelah ini aku akan segera kembali ke Eclipse. Kemarin aku mendapat tugas di luar, menemui seseorang yang akan menjadi rekan baru Eclipse. Tuan Carlo memberiku waktu dua hari, dan besok pagi adalah waktuku kembali."
"Kamu kembali ke Eclipse? Martha, ini terlalu berbahaya."
Reyver menatap kekasihnya dengan pandangan getir. Awalnya, dia kira Martha akan pergi dan tidak kembali lagi. Namun ternyata, tidak seperti itu.
"Kalau aku tidak kembali, justru itu akan menjadi bahaya yang lebih besar, Rey. Ada ibu dan adikku yang keselamatannya di bawah tangan Tuan Carlo. Ada keluargamu juga. Sekarang selagi Tuan Carlo masih bisa percaya padaku, biar kubereskan masalah ini. Dan kau, fokuslah dengan tujuanmu untuk menjinakkan virus itu," ucap Martha sembari menggenggam kedua tangan Reyver.
"Tapi ... bagaimana bisa aku melepasmu sendirian, Martha? Eclipse sangat berbahaya. Nyawa tidak ada artinya di sana."
"Aku tidak sendirian. Kau tahu siapa yang bekerja sama denganku malam ini? Andress."
"Andress? Kepala keamanan di Eclipse."
Martha mengangguk. "Dulu Andress memang orang kepercayaan Tuan Carlo, tapi sekarang dia pun sudah muak dengan semua ini. Dia juga ingin melawan. Dia tak mau menjadi pembunuh masal."
Reyver terdiam. Rupanya dikurung kemarin membuatnya melewatkan banyak kejutan di Eclipse. Mulai dari Francesco yang ternyata lebih berpihak pada Carlo, sampai Andress yang ternyata sudah muak dengan Eclipse.
"Rey ... dari pertama kali membangkang keputusan Tuan Carlo, kau sudah menyiapkan diri akan segala kemungkinan terburuk. Termasuk keselamatan keluargamu. Sekarang, hanya keselamatanku. Harusnya itu tidak membuatmu goyah, kan?" sambung Martha, terdengar menyesakkan di telinga Reyver.
"Aku mencintaimu, Martha."
Dari sekian banyak kalimat yang malang melintang di otaknya justru kata cinta yang pertama kali ia lontarkan. Entahlah. Dia hanya ingin tahu sebesar apa perasaannya pada Martha. Dialah wanita yang menjadi cinta pertama, sekaligus cinta terakhir.
"Haruskah itu kau tegaskan lagi, Rey? Aku tahu kau mencintaiku, dan kau juga harus tahu aku mencintaimu. Kau satu-satunya lelakiku, Rey. Sekarang, esok, lusa, atau selamanya. Hanya kau." Dengan mesra Martha menangkup kedua pipi Reyver, lantas menatap mata itu dengan penuh rasa.
"Tapi, Rey, ini menyangkut keselamatan jutaan manusia. Apalah arti cinta kita dibanding itu semua? Kita sama-sama berjuang. Kau di sini, aku di Eclipse. Kita sama-sama mengambil resiko, sama-sama dalam bahaya. Bisa saja aku tidak selamat, bisa juga kau. Tapi, selagi masih ada kesempatan untuk harapan yang lebih baik, bukankah kita harus maju, Rey? Kau yang mengajariku untuk tidak menyerah dalam kondisi apa pun," sambung Martha dengan setengah berbisik.
"Aku mengerti. Hanya saja ... ya, aku egois. Aku terlalu takut jika terjadi sesuatu denganmu, Martha."
"Demi kau dan masa depan kita, aku akan berusaha keras untuk bertahan di Eclipse. Tapi, lawan kita adalah Tuah Carlo. Andai usahaku gagal, aku—"
Kata-kata Martha terhenti karena dengan tiba-tiba telunjuk Reyver menempel di bibirnya.
"Kita tidak akan gagal. Kita pasti bisa, Martha. Demi cinta dan segala mimpi kita bersama," ujar Reyver, yang kemudian menghadirkan senyum sempurna di bibir Martha.
Entah siapa yang meminta dan entah siapa yang memulai, dalam hitungan detik dua bibir itu saling menyatu. Mereguk rasa hangat dan manis yang begitu indah, yang memacu rasa menggebu di dalam rindu.
Meski tak ada kata yang terucap secara terang-terangan, tetapi keduanya seolah sadar bahwa malam itu adalah awal dari perjuangan yang mengerikan. Apa pun bisa terjadi. Mungkin Martha yang akan tamat, mungkin Reyver, mungkin juga keduanya. Atau malah ada akhir yang sesuai dengan impian mereka, entahlah.
Apa pun yang akan terjadi nanti, Reyver dan Martha sudah menyiapkan diri dengan segala kemungkinan yang terburuk. Kalaupun takdir memaksa mereka untuk berpisah, biarlah malam ini menjadi perpisahan yang termanis di antara keduanya.
"Jaga baik-baik dirimu, Martha," bisik Reyver sembari mengusap ujung bibir Martha yang basah karenanya.
"Kau juga. Jaga diri baik-baik dan lakukan tugasmu dengan baik," jawab Martha.
Sekali lagi dia mengecup mesra bibir Reyver, sebelum bangkit dan meninggalkan sang kekasih sendirian.
"Kita akan tetap bersama, Martha," gumam Reyver setelah sosok Martha tak terlihat lagi di pandangan.
Lantas Reyver mengusap bibirnya sendiri, masih ada bekas Martha di sana. Sejenak Reyver terdiam, membayangkan kembali kebersamaannya dengan Martha selama beberapa tahun ini.
Ahh, mengapa pula mereka harus terjebak di dalam lingkaran Eclipse dengan sosok pemimpin serupa iblis seperti Carlo. Andai mereka tidak terjebak di sana, menikah dan menata masa depan tentu bukan hal yang rumit.
Sayang, semua sudah telanjur. Tak ada ceritanya waktu bisa diatur mundur.
Bersambung...