Karena bosan dengan kehidupan yang dijalani selama ini, Rania gadis cantik berusia 25 tahun yang telah menyelesaikan s2 di luar negeri ingin mencoba hal baru dengan menjadi seorang OB di sebuah perusahaan besar.
Tapi siapa sangka anak dari pemilik perusahaan tersebut justru menginginkan Rania untuk menjadi pengasuhnya.
Sedangkan Raka duda berusia 40 tahun ,CEO sekaligus ayah dari 3 orang anak yang belum move on dari sang mantan istri yang meninggal pasca melahirkan anak ke 3 nya.
Bagaimana perjalanan Rania dalam menghadapi tantangan yang dibuatnya?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ibu Cantik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penculikan
Pagi itu, di kantor Raka yang megah, suasana tampak seperti biasa. Para karyawan sibuk dengan pekerjaan mereka, dan Rania tengah menyiapkan beberapa pesanan makanan titipan karyawan untuk makan siang . Namun, hatinya tetap terasa gelisah. Ia tidak bisa menghindari perasaan yang mengkhawatirkan suatu hal tapi dia sendiri tidak mengerti hal apa itu. Tiba-tiba Rania mengingat tentang Zian, bagaimana kabar bocah kecil itu? apakah dia baik-baik saja? Rania merindukan Zian.
Namun, hari itu, Zian menunjukkan keteguhan yang luar biasa. Tidak sabar menunggu penjelasan lebih lanjut, Zian memutuskan untuk pergi sendiri, mencari Rania di kantor Raka. Dengan tekad yang bulat, ia diam-diam meninggalkan rumah dan pergi ke kantor Raka, berharap bisa bertemu dengan Rania.
Zian yang masih kecil, dengan wajah penuh harapan, berjalan menuju pintu kantor Raka. Ia tidak tahu bahwa tindakan nekatnya itu akan berujung pada bahaya besar. Tanpa ada yang menyadari, Zian tiba di gedung tinggi tempat Raka bekerja. Ia mencoba masuk melalui pintu depan, tetapi karena tubuhnya yang kecil dan penampilannya yang tidak biasa di antara para eksekutif, ia langsung diperhatikan oleh dua pria asing yang sedang berdiri di dekat pintu.
Ternyata, pria-pria itu bukanlah orang biasa. Mereka adalah bagian dari kelompok rival bisnis Raka, yang sejak lama merencanakan untuk menculik anak-anak dari keluarga Raka demi menekan perusahaan besar itu. Melihat Zian yang kebingungan dan sendirian, mereka segera menyergapnya. Dalam sekejap, Zian dibawa pergi ke dalam mobil van hitam yang parkir di dekat gedung, tanpa ada yang bisa mencegah.
Di dalam kantor, Rania yang baru saja selesai makan siang di ruang kantin, merasakan ada yang tidak beres. Ia merasa cemas. Sesuatu dalam hatinya mengatakan bahwa ada yang salah. Setelah mengecek ponselnya yang berdering, Rania melihat pesan dari Zidane yang menanyakan apakah Rania sudah makan siang . Namun, saat ia mengecek kembali, tiba-tiba ponselnya jatuh yang semakin membuat perasaan Rania gelisah takut terjadi sesuatu yang buruk .
Saat melintas di depan pintu gedung, ia melihat sosok Zian yang tengah dipaksa masuk ke dalam mobil oleh dua pria asing. Jantungnya serasa berhenti berdetak.
"Zian!" seru Rania, panik.
Zian menoleh, terkejut melihat Rania berlari menuju ke arahnya. "Tante Rania!" teriak Zian dengan suara putus asa.
Rania berlari kencang, mencoba mengejar mobil yang mulai mundur, tetapi kedua pria itu menyadari kedatangannya dan segera menghalangi jalan. "Jangan dekati kami, atau anak ini akan kami lukai !" salah satu pria itu mengancam, menodongkan senjata tajam ke arah Rania.
Rania tidak mundur. Melihat Zian yang ketakutan, hati Rania hanya memiliki satu tujuan—menyelamatkan anak itu, apa pun yang terjadi. Tanpa berpikir panjang, ia melompat ke depan, berusaha menarik Zian keluar dari cengkraman pria itu.
Namun, pria yang menghalangi langkah Rania dengan cepat menahan tangannya dan mendorongnya ke tanah. "Kau pikir bisa menang melawan kami?" katanya dengan tawa jahat.
Dalam sekejap, pria itu menarik pisau dan, dengan cepat, menusukkan ujungnya ke sisi tubuh Rania. Rania merasakan rasa sakit yang tajam di perutnya, dan tubuhnya langsung terasa lemas. Ia menatap Zian yang terkejut, matanya penuh dengan air mata. "Lari, Zian! Lari!" teriak Rania dengan suara lemah, mencoba untuk tetap tegar.
Zian terisak, ketakutan. Namun, Rania tahu ia harus melindungi Zian dengan cara apapun, dan ia memaksakan diri untuk berdiri meskipun darah mulai mengalir dari lukanya. Dengan sisa kekuatan yang ada, ia melompat ke arah pria itu lagi, menendang salah satu pria yang berusaha menghampirinya, dan berhasil membuatnya terjatuh.
Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Zian, yang dengan cepat berlari menuju gedung, berteriak meminta bantuan. Rania yang hampir tak sadarkan diri mencoba untuk mengikuti, tetapi tubuhnya terlalu lemah untuk bertahan lebih lama. Ia terjatuh ke tanah, dan sebelum semuanya gelap, ia sempat melihat sosok Zidane yang berlari menuju ke arahnya dengan cemas.
"Rania!" teriak Zidane sambil berlari, begitu melihat kondisi Rania yang terjatuh dengan luka di perutnya.
Sambil berusaha menahan rasa sakit yang luar biasa, Rania tersenyum lemah. "Zian... aman, Zidane..." katanya dengan suara serak. "Tolong... bawa Zian kembali."
Zidane menatap Rania dengan wajah panik, kemudian bergegas mengangkat tubuh Rania dengan hati-hati. "Kamu harus bertahan, Rania. Jangan bicara dulu, aku akan segera membawamu ke rumah sakit."
Saat itu, Rania merasa kesadarannya semakin hilang, namun ia merasa sedikit lega karena Zian selamat. Dengan usaha terakhir, ia hanya bisa berdoa agar semuanya baik-baik saja.