Rara Depina atau biasa di panggil Rara, terpaksa menggantikan ibunya yang sedang sakit sebagai Art di ruamah tuan muda Abian Abraham.
Rara bekerja tanpa sepengetahuan tuan muda Abian. Abian yang pergi kerja saat Art belum datang dan pulang saat Art sudah pergi membuat Rara bisa bekerja tanpa di ketahui Abian.
Apa jadinya saat tak sengaja Abian memergoki Rara tengah berada di apartemennya.
Dilema mulai muncul saat diam-diam Abian mulai jatuh cinta pada pembantu cantiknya itu, dan di tentang oleh keluarga besarnya yang telah memilihkan calon buat Abian.
Akankah Abian mampu mempertahankan Rara di sisinya, cuus baca kelanjutannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Titin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
part 14
Rendra menyusun berkas-berkas yang ada di meja kerjanya, setelah terlebih dahulu dia tandatangani.
Dia melirik jam tangannya sudah jam sebilan, ada janji bertemu dengan tuan Abian guna membahas kerja sama yang sudah terjalin lama antara kedua papa mereka.
Abian dan Rendra pengusaha muda yang mewarisi usaha papa mereka. Rendra adalah satu-satunya pewaris perusahaan papanya, sedang Abian masih punya satu adik perempuan bernama Sila.
Yang di tunggu pun tiba, seperti Rendra Abian juga datang sendiri tanpa ditemani sekretarisnya.
"Kau!"
Abian tampak kaget bertemu Rendra lelaki yang merebut pembantu kesayangannya, dia tak menyangka pria ini rekan bisnisnya.
Rendra berdiri mengulurkan tanganya memperkenalkan dirinya.
"Rendra, senang bertemu lagi denganmu Abian."
Abian tampak Ragu menyambut uluran tangan Rendra, walau akhirnya tangnnya terulur juga.
"Iya, jadi kau sudah tau siapa aku, senang bertemu kembali dengan mu."
"Tentu saja aku mengenalmu, siapa yang tidak mengenal Abian Abraham penerus Abraham group," ujar Rendra dengan senyum tipis di bibirnya.
Hampir satu jam Abian dan Rendra membahas kerja sama mereka.
"Kalau boleh tau di mana kau mengenal Rara?" tanya Bian.
Rendra menyesa gelas berisi latte dengan santai, lalu kembali meletakkan gelas latte di atas meja, seperti dugaannya Bian pasti penasaran dengan kedekatannya dengan Rara.
"Aku kira hal semacam itu tidak masuk dalam agenda pembahasan kita siang ini." sahut Rendra.
"Aku tau tapi ini sangat penting bagi ku."
Dia sedikit curiga dengan Rara, gadis sekelas Rara bisa begitu dekat dengan Rendra, ini patut di curigai jangan-jangan Rara sengaja mendekati mereka karena materi.
"Seberapa penting bagi mu?"
"Sangat penting, karena dia pegawaiku, aku harus tau siapa dia."
"Aku menemukannya di tempat pembuangan sampah," sahut Rendra.
"Tempat sampah?" tanya Bian dengan kening berkerut.
Rendra mengangguk dengan senyum di bibirnya, dia tidak berdusta, pertama kali bertemu Rara memang di tempat pembuangan sampah apartemennya.
"Ada lagi yang ingin kau ketahui dari Rara, Abian?"
Abian mengeleng, sudah cukup dia bisa menebak siapa Rara.
"Kalau begitu aku pamit dulu, kali ini kau yang bayar bukan?"
Abian tak mengiyakan juga tak menolak, sikap itu di artikan sebagai jawaban iya oleh Rendra.
"Baiklah aku cabut dulu sampai ketemu lain waktu," ujar Rendra seraya beranjak pergi meninggalkan Abian.
**
Siang ini cuara lumayan terik, saking panasnya kipas angin ibu kantin tidak berasa dingin malah terasa panas membuat Rara dan kedua temannya merasa gerah.
"haih udah kayak di neraka panasnya." keluh Kiki menyapu Keringatnya dengan tisu.
"Udah pernah mampir keneraka,?" tanya Imel dengan bola mata membesar.
"Hiihii belum sih."
"Buk teh es satu lagi buk!" seru Rara pada ibuk kantin, ini teh es kedua yang Rara pesan.
"Ra nanti ikut bimbel kan?" tanya Kiki seraya menyesap sisa jus di gelasnya.
"Kayaknya enggak deh, aku hari ini membabu," ujar Rara menatap dua sahabatnya.
"Loh bukannya ibu yang masuk kerja?" sahut Kiki.
"Ibu masih belum begitu sehat, kemarin aja muka ibu terlihat pucat saat pulang kerja, jadi sementara aku lagi yang gantiin ibu."
"Jadi gak bimbel dong Ra," ujar imel sedih, dia tau Rara mengincar beasiswa sepuluh besar tapi kalau gak ikut bimbel kemungkinan sepuluh besar sangat kecil, sebab semua siswa mengikuti bimbel.
"Gimana lagi," ujar Rara dengan senyum hambar.
"Nanti kami salin materinya biar kamu bisa baca ya," usul Kiki.
"Gak usah ngerepotin aja aku nya" sahut Rara gak enak hati.
"Gak apa Ra, gak ngerepotin kok," ujar Kiki.
Rara menatap Kiki dan Imel dengan tatapan haru, mereka memang benar-benar sahabat sejati yang tidak akan terganti.
"Makasih ya kalian memang best friend." ujar Rara teharu.
"Iya sama sama Ra."
"Ya udah aku cabut dulu ya,membabu dulu," pamit Rara pada kedua sahabatnya.
Rara datang ke apartemen pakai ojol langanannya. Setelah membayar kang ojol Rara bergegas ke tempatnya bekerja apartemen tuan Abian.
Rara menekan kombinasi angka guna membuka pintu apartemen, begitu pintu terbuka dia pun bergegas masuk.
Langkah Rara terhenti di ruang tengah saat matanya menangkap sosok tuan Abian duduk di sofa dengan bersilang kaki.
Manik hitamnya menatap Rara dengan angkuh, seperti saat pertama kali mereka bertemu, sikap yang berbeda saat dia menggenggam jemari Rara sepanjang perjalanan kemarin.
Rara mengangguk pelan kemudian berlalu ke kamar tamu guna menganti baju seragamnya dengan baju santai.
Dia tak tau kalau Abian ada diapartemen, kalau dia tau mana mungkin dia berani memakai baju seperti ini, celana pendek di atas lutut di padu dengan kaos ketat berwarna hitam.
Rara memulai aktivitasnya dengan helaan nafas panjang, kali ini pekerjaan nya terasa sangat berat, bagaimana tidak, dia bekerja di bawah pengawasan sepasang mata Abian yang menatapnya dingin.
Dengan susah payah Rara mengabaikan keberadaan Abian, entah apa yang ada di benak Abian, dia bahkan tak bergeming dari tempatnya, saat Rara mengepel lantai di sekitarnya, dia bahkan tampak asik dengan laptop di pangkuannya, geram rasanya hati Rara ingin rasanya pelpelan di tangannya pindah kewajah Bian.
"Ada apa kamu kemu keberatan saya di sini,?" tanya Abian sinis.
Rara menghentikan aktivitasnya, menatap Abian dengan berani.
"Maaf tuan, kenapa saya harus tidak suka, bukankah ini rumah anda terserah anda mau apa, dan mau di mana saja, bukan urusan saya," jawab Rara tak kalah ketus, dengan jengkel dia menghentakan alat pel kelantai yang membuat Abian sedikit kaget.
Rara menghentakkan kakinya dengan keras saat membawa alat pel kebelakang.
Dengan tergesa dia selesaikan pekerjaannya dia sudah gerah melihat sikap Abian yang tidak ada manis-manisnya, lelaki ini sungguh berkepribadian ganda rupanya, kemarin malam bicaranya begitu lemah lembut, tapi lihatlah tadi bicaranya begitu sengit.
Rara menenteng tas dan kantong sampah keluar apartemen tanpa pamit, dia tak peduli bila nanti Ruri menelpon ibunya menyampaikan pemutusan hubungan kerja, dia tak peduli.
"Dasar lelaki gak punya pendirian, bentar manis, bentar pedasnya minta ampun, ingin rasanya aku lempar sampah ini kemuka juteknya itu," omel Rara jengkel.
"Salah apa sampahnya Ra, kamu omelin gitu."
Rara terjingkat kaget, sepontan mencari sumber suara yang memang sangat familiar.
"Kak Rendra, bikin kaget tau," rajuk Rara manja.
Rendra tesenyum tipis, dia suka dengan sikap manja Rara, sangat suka bahkan.
"Mau pulang kan, mari aku antar," ujar Rendra seraya meraih pergelangan tangan Rara membawanya mengikuti langkahnya.
"Kakak gak kerja," tanya Rara menutupi perasaan gugupnya.
"Udah tadi, pulang bentar," sahut Rendra.
"Gak takut di pecat kerja semaunya gitu?"
"Gak, kalau beneran di pecat aku numpang makan sama kamu ya," ucap Rendra seraya menyentak pelan tangan Rara.
"Makan batu mau."
"Kok tega kamu sih Ra, kasih makan aku batu."
Rara terkekeh melihat raut Rendra yang manyun, terlihat menggemaskan di mata Rara.
"Kita beli cemilan buat ibu dan adek ya, aku mau mampir kerumah," ujar Rendra saat sudah di dalam mobil.
"Gak usah kak."
"Gak apa cuma cemilan doang Ra."
"Maksudku kakak gak usah datang kerumah."
"Kenapa Ra?"
"Takut di gosipin tetangga kak," sahut Rara seraya menatap Rendra.
"Bagus dong."
"Kok bagus sih," sungut Rara.
"Biasanya dari gosip berakhir jadian, bagus kan," ucap Rendra dengan senyum.
Rara melotot lebar sebagai protes kalimat Rendra barusan.
"Di aminin Ra, siapa tau beneran kejadian," ujar Rendra sambil nyengir.
Dasar Rendra kalau ngomong gak mikir perasaan tetangga nih, bukan kamu aja yang kepengen biasa jadian Rara juga mau lah.
Happy reading.
Hay readers tersayang tingalin dukungannya yah 🙏🙏🙏🥰🥰