NovelToon NovelToon
Asmara, Dibalik Kokpit

Asmara, Dibalik Kokpit

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Percintaan Konglomerat
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Fauzi rema

Ini adalah kisah tentang Asmara, seorang pramugari berusia 25 tahun yang meniti karirnya di atas awan, tiga tahun Asmara menjalin hubungan dengan Devanka, staf bandara yang karirnya menjejak bumi. Cinta mereka yang awalnya bagai melodi indah di terminal kedatangan kini hancur oleh perbedaan keyakinan dan restu orang tua Devanka yang tak kunjung datang. dan ketika Devanka lebih memilih dengan keputusan orangtuanya, Asmara harus merelakannya, dua tahun ia berjuang melupakan seorang Devanka, melepaskannya demi kedamaian hatinya, sampai pada akhirnya seseorang muncul sebagai pilot yang baru saja bergabung. Ryan Pratama seorang pilot muda tampan tapi berwajah dingin tak bersahabat.
banyak momen tak sengaja yang membuat Ryan menatap Asmara lebih lama..dan untuk pertama kali dalam hidupnya setelah sembuh dari rasa trauma, Ryan menaruh hati pada Asmara..tapi tak semudah itu untuk Ryan mendapatkan Asmara, akankan pada akhirnya mereka akan jatuh cinta ?

selamat membaca...semoga kalian suka yaa

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fauzi rema, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12

Malam itu, suasana di apartemen Ryan terasa berbeda.

Lampu gantung temaram memantulkan cahaya hangat di dinding, namun hawa di antara dua insan itu justru dingin, menekan, dan membuat napas terasa berat.

Asmara datang dengan langkah ragu. Ia baru saja selesai mandi, mengenakan dress santai berwarna lembut dan membawa jaket tipis. Begitu masuk, ia melihat Ryan berdiri di dekat jendela besar dengan segelas kopi di tangan, menatap langit malam Jakarta yang bertabur lampu kota.

“Kapten, tadi bilang mau bicara?” kata Asmara pelan.

Ryan tidak langsung menoleh.

Ia meneguk kopinya pelan, seolah menahan sesuatu, sebelum akhirnya berkata dengan nada tegas.

“Aku sudah nggak punya waktu banyak, Asmara. Akhir pekan ini, Mami memintaku untuk ikut makan malam bersama Tante Miranda dan Clarissa.”

Asmara mengerutkan dahi.

“Clarissa ?”

Ryan mengangguk.

“Ya. wanita yang mau Mamiku jodohkan denganku. Aku sudah menolak berkali-kali, tapi Mami tidak akan berhenti sampai dia melihat aku punya seseorang.”

Ryan lalu berbalik, menatap langsung ke arah Asmara. Tatapan matanya tajam, tegas, dan sedikit membuat jantung Asmara berdegup tak karuan.

“Karena itu, aku ingin kamu membantuku. Berperan sebagai pacarku. Supaya Mami berhenti menjodohkanku.”

Asmara menatapnya tak percaya, suaranya gemetar ringan.

“Kapten... aku sudah bilang, aku nggak bisa. Aku bukan orang yang cocok untuk—”

Ryan memotong, tatapannya tajam

“Kamu hanya perlu berpura-pura. Tidak lebih.”

Asmara menelan ludah, berusaha menenangkan diri.

“Tapi kalau Mami Kapten tahu yang sebenarnya? Kalau orang tahu aku cuma berpura-pura, bisa-bisa aku kehilangan pekerjaanku, Kapten.”

Ryan meletakkan cangkir kopinya agak keras di meja, hingga bunyinya memecah keheningan.

Ia berjalan mendekat, langkahnya mantap, matanya lurus menatap Asmara yang mundur setengah langkah.

“Asmara, aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Aku akan terus melindungi posisimu sebagai pramugari di Skyair.”

ia berhenti tepat di hadapannya, jarak mereka hanya beberapa inci.

“Kamu bisa tinggal di apartemenku. Aku tidak akan menagih sewa. Sekarang aku hanya meminta satu hal kecil sebagai gantinya.”

Asmara menunduk, kedua tangannya saling meremas. Ia bisa merasakan nada tegas Ryan, ada sedikit tekanan di balik kata-katanya, bukan ancaman, tapi sesuatu yang membuatnya sulit menolak.

“Aku… aku tidak nyaman, Kapten. Aku takut salah paham. Aku takut... semuanya jadi rumit.” kata Asmara pelan.

Ryan menatapnya lama.

Tatapannya bukan sekadar dingin, ada campuran frustrasi dan rasa terdesak di dalamnya.

“Aku tahu kamu takut, Asmara. Tapi percayalah, aku tidak akan membiarkan hal buruk terjadi padamu. Aku hanya butuh kamu di sisiku. Hanya itu.”

Asmara menatap wajah Ryan, mencoba membaca maksud di balik tatapannya.

Ada sesuatu dalam nada suaranya yang membuat hatinya bergetar, meski ia tak ingin mengakuinya.

Beberapa detik hening berlalu.

Hanya terdengar suara detik jam dan napas mereka yang berat.

Akhirnya Asmara menghela napas panjang, menyerah pada situasi.

Asmara memberikan keputusan dengan nada pasrah.

“Baiklah… aku akan melakukannya. Tapi pegang janjimu, Kapten.”

Ryan menatapnya, rahangnya mengeras, lalu mengangguk pelan.

“Pasti, kamu bisa percaya padaku.”

Asmara menunduk, mencoba mengatur detak jantungnya yang tak karuan.

Sementara Ryan kembali mengambil cangkir kopinya, berusaha menyembunyikan senyum tipis di sudut bibir, bukan senyum kemenangan, tapi kelegaan.

“Maaf, Asmara… tapi hanya dengan cara ini aku bisa menjauh dari perjodohan itu. Dan… mungkin, hanya dengan cara ini juga aku bisa lebih dekat denganmu.” kata Ryan dalam hati.

...✈️...

Restoran itu terletak di lantai atas hotel bintang lima, dinding kacanya menyuguhkan pemandangan gemerlap malam kota Jakarta. Musik jazz lembut mengalun, membuat suasana terasa hangat dan berkelas.

Malam itu, Mami Rosa datang mengenakan gaun berwarna biru tua yang elegan. Di lengannya, ia menggandeng Ryan, putra semata wayangnya yang tampak gagah dengan setelan jas abu gelap.

Tatapan beberapa tamu sempat terarah pada mereka — pasangan ibu dan anak yang sama-sama menawan.

Di meja sudut dekat jendela, sudah menunggu Miranda, sahabat lama Rosa, bersama putrinya Clarissa.

Clarissa bangkit dari kursinya begitu melihat keduanya datang.

Gadis itu mengenakan gaun satin berwarna gading, rambutnya disanggul rapi, dan senyumnya menawan, senyum yang disiapkan untuk satu orang saja, Ryan Pratama Maheswari.

Miranda berdiri dan melambaikan tangannya.

“Rosa! Akhirnya kamu datang juga, sayang! Sudah lama sekali kita nggak makan malam bareng begini.”

Rosa tersenyum hangat.

“Iya, Miranda. Aku juga kangen banget.”

ia merangkul sahabatnya sebentar, sebelum menoleh ke arah Clarissa.

“Dan ini pasti Clarissa… ya Tuhan, kamu cantik sekali.”

Clarissa tersenyum manis.

“Terima kasih, Tante Rosa.”

Rosa menatap Ryan bangga.

“Ryan, ini Clarissa — anaknya Tante Miranda. Kamu pasti pernah dengar Mami cerita tentang dia.”

Ryan menatap Clarissa dengan sopan.

Ia tersenyum tipis, cukup untuk menghormati ibunya.

“Iya, aku pernah dengar. Senang akhirnya bisa bertemu langsung.”

Clarissa menatap Ryan kagum.

“Sama-sama, Ryan. Aku sering dengar tentang prestasimu di SkyAir. Mama sering cerita kalau kamu pilot termuda yang dapat lisensi internasional.”

“Ah, cuma kebetulan saja. Pekerjaan seperti biasa.” Jawab Ryan merendah.

Mereka duduk berempat. Pelayan datang membawa daftar menu, menata gelas anggur dan lilin di tengah meja.

Miranda dan Rosa langsung larut dalam obrolan nostalgia masa muda, tawa kecil mereka sesekali terdengar, sementara Clarissa sesekali mencoba membuka percakapan dengan Ryan.

Namun dari awal, Ryan terlihat tidak sepenuhnya nyaman.

Ia menjawab seadanya, menjaga sopan santun, tapi matanya sering melirik jam tangan.

Clarissa tersenyum lembut.

“Kamu sering terbang ke luar negeri, ya? Aku suka lihat postingan SkyAir di media sosial. Sepertinya seru jadi pilot.”

“Lumayan. Tapi lebih banyak lelahnya daripada serunya.” jawab Ryan singkat.

Clarissa tertawa kecil.

“Kamu terlalu serius, Kapten Ryan. Sekali-sekali harus menikmati hidup juga, dong.”

Rosa menimpali, dengan nada menggoda.

“Ryan memang begitu, Clarissa. Dia terlalu fokus kerja, sampai lupa kalau usianya sudah cukup buat mulai serius dengan kehidupan pribadinya.”

Miranda ikut tertawa, menggoda mereka juga.

“Nah, pas sekali kan, Rosa? Siapa tahu malam ini jadi awal yang baik.”

Clarissa tersipu, sementara Ryan hanya mengangguk sopan.

Namun di balik wajah tenangnya, pikirannya berputar cepat.

Ia tahu, kalau malam ini ia hanya diam dan menuruti semua arah pembicaraan ibunya, maka besok Mami Rosa akan semakin yakin untuk menjodohkannya dengan Clarissa.

“Kamu tahu, Ry ? Clarissa sekarang ikut bantu usaha desain interior keluarganya. Gadis ini berbakat sekali.” kata Mami Rosa penuh semangat.

Ryan menatap Clarissa sekilas.

“Bagus. Dunia desain itu nggak mudah, tapi aku yakin kamu cocok di situ.”

Clarissa tersenyum malu, sementara Mami Rosa tampak puas.

Namun di balik meja itu, Ryan hanya menunggu, detik demi detik, kapan dia harus mengakhiri pertemuan ini tanpa ada kesepakatan tentang perjodohan.

...✈️...

...✈️...

...✈️...

^^^Bersambung...^^^

1
Siti Naimah
menyimak dulu...kelihatannya bakal seru nih
Marini Suhendar
❤❤❤...lanjut thor
Nursina
semangat lanjutkan👍
Nursina
karya yg menarik semangat
Mericy Setyaningrum
wah Dubai Im in love
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!