NovelToon NovelToon
Bukan Istri Kedua

Bukan Istri Kedua

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Lari Saat Hamil / Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Obsesi / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Fitri Widia

Hidup tak berkecukupan, memaksakan Alana mengubur impiannya untuk berkuliah. Dia akhirnya ikut bekerja dengan sang ibu, menjadi asisten rumah tangga di sebuah rumah cukup mewah dekat dari rumahnya. Namun masalah bertubi-tubi datang dan mengancam kehidupan dirinya dan sang ibu. Dengan terpaksa dirinya menerima tawaran yang mengubah kehidupannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Widia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ceritakan Semua Bebanmu

Tiga hari menjelang sabtu malam, nampak keresahan pada diri Alana. Wajahnya terlihat pucat, dan kondisi kesehatannya nampak menurun. Sita terus memperhatikan juniornya yang paling muda itu, lalu mengabari Revan.

Pria yang sedang sibuk di perusahaan percetakan miliknya, segera bergegas menuju salon setelah mendapat kabar dari Sita. Baginya, kesehatan dan kebahagiaan para karyawan adalah tanggung jawabnya.

"Selamat pagi," sapa Revan yang telah sampai di salonnya.

Ke empat karyawan dan juga pelanggan yang sedang menikmati jasa salon tersebut serempak menoleh. Tubuh tinggi dan gagah, juga wajah tampan dengan rambut panjang seleher, menambah karisma pria itu. Ditambah gaya berpakaiannya yang simple namun elegan, hanya sekedar kemeja cream polos di tambah celana berwarna coklat tua.

Semua orang pun membalas sapaannya, termasuk para pelanggan. Sita segera menghampiri Revan setelah dia selesai melakukan tugasnya.

"Aku melihat gadis itu nampak kurang sehat. Wajahnya terus menunjukan keresahan, dan dia selalu menyendiri. Perubahannya begitu drastis, dari gadis ceria menjadi pendiam seperti itu," lapor Sita pada sahabatnya yang saling mengawasi Alana dari kejauhan.

"Sepertinya, dia punya beban hidup yang cukup berat. Bagaimana kalau sore ini kita tutup lebih awal, aku akan ajak kalian ke mall. Kita akan main di Timezone sepuasnya," tawar Revan yang membuat Sita tak mungkin menolaknya.

"Kau ini, kalau selain Alana apa mungkin kau akan seperti ini?" Goda Sita yang curiga pada sahabatnya.

"Tentu saja, kesehatan fisik dan mental pegawai salon ini merupakan tanggung jawabku!"

Sita hanya menggelengkan kepala, saling mengenal lama mereka sudah tahu karakter masing-masing.

"Kau bahkan tak pernah sebaik ini padaku Van," godanya lagi pada sang sahabat. Revan hanya bisa tersenyum, baginya Alana seperti angin segar yang membawa keberuntungan bagi salon milik sang ibu.

"Kalau aku punya adik, mungkin seumurannya kan. Jadi jangan berpikir macam-macam."

Waktu pun berjalan cepat, sore hari salon tutup lebih awal. Revan mengajak semua pegawai salon untuk bermain di mall di pusat kota.

"Kalian hari minggu pun tak bisa liburan kan. Jadi hari ini mainlah sepuasnya. Kalau menunggu weekend, tempat ini akan penuh. Jadi weekday seperti ini akan buat kalian leluasa," ucap Revan sambil memberikan play card pada masing-masing pegawainya.

Alana yang baru pertama kali datang ke mall dan bermain di Timezone merasa takjub. Gadis itu bingung apa yang harus dia coba dan game apa yang akan seru baginya.

"Alana, kamu mau coba ini?" Seru Wulan sambil menunjukan sebuah dance machine. Gadis itu mulai memperlihatkan bakat menari di hadapan Alana, gerakannya yang lincah dan luwes membuat Alana takjub dan ingin mencobanya.

"Ya, kau harus sering-sering latihan ini. Nanti aku akan traktir kalau dapat uang saku dari ayah," ucap Wulan yang melihat gerakan kaki Alana. Alana hanya bisa tertawa menutupi rasa malunya.

Melihat para gadisnya puas bermain sampai kelelahan, Revan pun mengajak mereka makan di foodcourt mall tersebut. Sesekali pria itu menatap Alana, dan melihat senyumnya kembali. Raut wajahnya berbeda saat dia datang ke salon tadi pagi.

•••

"Van, aku harus ke rumah sakit. Sekarang jadwal nemenin ibu. Alana, aku pulang duluan yah," Sita tiba-tiba masuk ke dalam taksi online yang sudah dia pesan. Kini hanya Revan dan Alana yang tersisa, gadis itu pun sedang menunggu angkutan umum untuk membawanya pulang ke mess.

"Ayolah, pulang denganku saja. Sudah malam begini sangat jarang angkutan umum lewat."

Revan membujuk gadis itu, ada rasa khawatir jika pria itu meninggalkan gadis muda pulang sendiri.

"Aku takut jika merepotkan anda, Pak," tolak Alana yang sebenarnya takut namun juga merasa tak enak pada atasannya.

"Tidak, lagipula rumahku satu arah dengan salon. Jadi sekalian saja."

Alana yang akhirnya menurut, masuk ke dalam mobil milik Revan. Setelah Revan melaju membawa mobilnya, pria itu pun mulai bertanya-tanya perihal yang terjadi pada gadis itu.

"Aku sedikit khawatir melihat kondisimu tadi pagi. Apa ada yang kau pikirkan?" Tanya Revan penasaran.

"Hanya masalah keluarga, ya itu pun tak terlalu besar. Aku orangnya overthinking, jadi setiap ada masalah aku pasti tak bisa tidur," jawab Alana menutupi semuanya.

"Apa semua wanita seperti itu? Dulu juga ibuku selalu overthinking, apalagi jika memikirkan masalahku saat sekolah. Padahal aku cuma tawuran," canda Revan yang membuat Alana melongo.

"Tawuran? Cuma? Ternyata kata-kata don't judge book by its cover itu gak berlaku buat Pak Revan. Dari gayanya yang seperti mafia, ternyata mantan preman di sekolah."

Revan tertawa mendengar ucapan Alana, gadis yang dia anggap adik kecil itu ternyata memiliki sisi humoris.

"Ya, aku tawuran karena punya alasan. Kalau hanya sekedar ingin adu otot lebih baik di arena kan. Dapat uang juga kalau menang."

Terlintas memori masa lalunya saat SMA, Revan yang ternyata memang tawuran dengan seseorang namun bukan dengan lawan seumurannya.

"Pak Revan?" Alana mencoba menyadarkan pria itu dari lamunannya. Revan pun melirik gadis itu dengan senyum manisnya.

"Kalau ada suatu hal yang membuatmu sedih atau resah, ceritakan saja padaku. Jangan sampai menanggung beban itu sendirian," ucap Revan yang terngiang di kepala Alana.

Gadis itu pun turun dari mobil atasannya, lalu masuk ke dalam mess setelah mobil milik Revan melaju meninggalkannya.

"Pak Revan ternyata sebaik itu. Dia juga perhatian, aku harap bisa awet bekerja di salon. Tak mungkin bisa bertemu dua kali dengan seseorang yang baik sepertinya."

Alana pun segera membersihkan tubuhnya, di kamar mandi yang bahkan lebih luas dari kamar kontrakannya dulu. Setelah keluar dan selesai berpakaian, gadis itu teringat pada ponsel ibunya yang belum dia buka sampai sekarang.

Setelah baterai ponsel itu penuh, Alana menyalakan dan melihat beberapa pesan masuk. Tak ada yang aneh sampai pesan yang dikirim oleh kontak bernama Marni menarik perhatiannya.

Gadis itu membaca isi pesan tersebut, sampai akhirnya dia tahu hal yang tak terduga dari mantan pembantu Yuniar.

Alana mulai mengirimkan pesan pada Marni, dan mengaku jika dirinya adalah ibunya. Sampai akhirnya gadis itu mendapat balasan dari Marni dan membuat Alana menunjukan seringainya.

"Aku tak sabar hari sabtu nanti, aku ingin sekali menyelesaikan semuanya. Dan ku harap ibuku bisa bebas dari jeruji besi."

Alana bisa tidur nyenyak malam ini, setelah puas bermain dan juga bercerita banyak dengan Revan. Dia pun memiliki alasan lain kenapa hatinya kembali tenang.

Pulang bekerja, Alana pergi ke kantor polisi menjenguk sang ibu. Setelah memberikan beberapa bekal makanan dan juga bercerita banyak, Alana pun pergi pamit untuk pulang. Namun saat keluar dari tempat itu, seseorang mencoba memanggilnya.

"Nona Alana kan?" Tanya polisi muda yang pernah dia jumpa sebelumnya.

Alana mengangguk pelan, lalu polisi itu meminta gadis tersebut duduk di kursi tunggu depan gedung kantor.

"Jangan terima tawaran dari Pak Bara," ucap polisi itu tiba-tiba. Alana mengernyitkan alis, merasa tak paham dengan semuanya.

"Aku Dika, kebetulan baru beberapa bulan bertugas di sini," ucapnya yang tiba-tiba mengenalkan diri.

"Saat itu, aku tak sengaja mendengar obrolan dengan Pak Bara. Aku hanya memintamu untuk tidak menerima tawaran, karena... "

"Dika, di panggil Pak Seno!".Tak sempat menyelesaikan ucapannya, Dika segera pergi dari hadapan Alana, yang membuat gadis itu penasaran dengan apa yang ingin polisi itu sampaikan.

1
Randa kencana
Ceritanya sangat menarik
Fitri Widia: Terima kasih 🥺🙏
total 1 replies
partini
waduh waduh imbalannya tempik
partini
ibunya lagi main kah
partini
good
Fitri Widia: terimakasih 😊
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!