Lucianna Forger adalah seorang pelacur di sebuah klub malam. Walaupun hidup sebagai pelacur, Luci tetap memiliki impian untuk mempunyai suami dan anak.
Malam itu ia bertemu dengan Daniel Radcliffe, orang yang dia target menjadi pelanggan selanjutnya. Setelah melalui malam yang panas di rumah Daniel. Ia malah bertemu dengan tiga anak kembar.
Luci baru saja berpikir kalau dia bermalam dengan suami orang lain. Namun nyatanya Daniel adalah seorang duda. Ini memberikan kesempatan Luci untuk mendekati Daniel.
Sulit untuk mendekati Daniel, Luci pun memilih untuk mendekati anak-anaknya terlebih dahulu.
Apakah Daniel bisa menerima Luci dengan latar belakang seorang pelacur?
__________________________________________
Yang penasaran sama ceritanya silahkan baca🙌
[Warning!! konten dewasa]
[Karya ini hanya fantasi authornya, tidak membawa hal apapun yang berkaitan agama dalam novel ini🙌]
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NiSeeRINA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
[PIAIT] Bab 12 : Mengajak ke kebun binatang
Seperti yang biasa dilakukan pengasuh pada umumnya, Lucianna menyiapkan si kembar untuk sekolah, memastikan semuanya sempurna mulai dari seragam yang disetrika hingga sarapan bergizi.
"Mulai hari ini, hanya aku yang akan menjemput dan mengantar kalian," kata Daniel tiba-tiba, memecah keheningan sarapan.
Mata Lucianna langsung tertuju padanya, rasa tidak setuju terpancar jelas. "Kenapa? Apa pengasuh tidak boleh menjemput anak yang diasuhnya?" tanyanya, sedikit tersinggung dengan keputusan sepihak itu.
"Supaya kejadian di sekolah tidak terulang lagi," jawab Daniel singkat, masih terngiang peristiwa perkelahian kemarin.
Lucianna merasa tidak adil. "Bagaimana kalau kita serahkan saja keputusannya pada anak-anak?" usulnya, mencoba mencari jalan tengah.
Daniel mengangkat bahu, tampak tidak peduli. "Terserah," jawabnya acuh.
Luci menatap si kembar dengan senyum lembut. "Jadi, siapa yang kalian inginkan untuk menjemput dan mengantar kalian sekolah?" tanyanya, memberikan pilihan pada mereka.
Tanpa ragu, mata si kembar langsung tertuju pada Lucianna. Jawabannya sudah jelas. Mereka lebih memilih Luci. Daniel mendengus kesal melihat pemandangan itu, sementara Luci menatapnya dengan senyum kemenangan.
Jelas mereka memilih Luci. Saat berada di satu mobil dengan papa mereka, suasananya begitu hening dan tegang. Berbeda saat bersama Luci, yang selalu berusaha mengajak mereka berbicara.
Lagipula mereka sudah bosan selalu diantar jemput papa mereka.
"Baiklah, mulai sekarang, Aku yang menjemput dan mengantar mereka," ucap Luci bahagia, Daniel hanya bisa pasrah.
Saat Daniel hendak menambahkan sesuatu, Luci dengan cepat menempelkan jari telunjuknya di bibir Daniel, membungkamnya. "Keputusan sudah bulat berdasarkan suara terbanyak," ucapnya dengan nada puas.
Pagi itu, Lucianna yang mengantar si kembar ke sekolah, meninggalkan Daniel yang berangkat ke kantor dengan perasaan kesal yang tertahan.
......................
Sore itu, Lucianna kembali menjemput si kembar di sekolah. Saat menunggu di depan gerbang, matanya tak sengaja bertemu dengan ibu yang sempat berseteru dengannya kemarin. Lucianna menghela napas dalam-dalam, mencoba menekan emosinya. Ia berjanji pada diri sendiri untuk belajar mengendalikan amarahnya, setidaknya untuk saat ini.
'Tidak sekarang. Mungkin suatu hari nanti,' batinnya, menyimpan dendam itu untuk lain waktu.
Tak lama kemudian, si kembar keluar dari kelas dengan wajah berseri-seri. Mereka segera berlari menghampiri Lucianna, kegembiraan terpancar jelas dari mata mereka. Lucianna pun segera menggandeng mereka menuju mobil, menghindari kemungkinan terjadinya kejadian serupa.
Selama perjalanan pulang, si kembar bercerita tentang teman-teman mereka yang pergi ke kebun binatang. Mereka tampak iri dan berharap bisa merasakan pengalaman yang sama.
"Kapan ya kita bisa pergi ke kebun binatang seperti teman-teman?" tanya Revan dengan nada penuh harap.
Lucianna mengerutkan kening, merasa heran. "Kalian kan orang kaya, masa belum pernah ke kebun binatang?"
Si kembar menggelengkan kepala bersamaan, wajah mereka terlihat sedih.
"Papa selalu sibuk kerja," jawab Devan dengan nada lesu.
"Dia bilang kalau ada waktu, kita akan pergi. Tapi nyatanya, sampai sekarang kita masih belum bisa pergi," timpal Revan dengan nada kecewa.
"Pekerjaan papa juga tidak berkurang, malah semakin bertambah. Sampai-sampai dia selalu pulang malam," tambah Rehan, membuat suasana di dalam mobil menjadi suram.
Melihat ekspresi sedih di wajah si kembar, hati Lucianna terenyuh. Ia merasa kasihan pada mereka yang seolah kekurangan kasih sayang dan perhatian dari ayah mereka. Ia pun tergerak untuk mewujudkan impian kecil mereka.
"Bagaimana kalau besok kita pergi ke kebun binatang? Besok kan hari libur," usul Lucianna, mencoba membangkitkan semangat si kembar.
"Benarkah?" tanya Revan dengan mata berbinar.
"Tapi apakah papa akan mengizinkannya? Dia tidak pernah mengizinkan kita pergi ke mana pun tanpa dirinya," ujar Rehan, membuat suasana kembali masam.
"Aku akan berusaha membujuknya," jawab Lucianna dengan nada penuh keyakinan. Ia bertekad untuk tidak membiarkan si kembar terus bersedih.
"Sungguh?" tanya Devan, menatap Lucianna dengan tatapan penuh harap.
Lucianna mengangguk mantap, menjawab pertanyaan Devan. Si kembar langsung terlihat kegirangan mendengar jawaban itu. Sepertinya, mereka benar-benar tidak sabar untuk segera pergi ke kebun binatang.
......................
Malam semakin larut, Lucianna dengan sabar menunggu Daniel pulang. Tujuannya satu, meminta izin agar bisa mengajak si kembar ke kebun binatang. Ia terus memainkan ponselnya, sesekali melirik jam dinding. Rasa kantuk mulai menyerang, membuatnya beberapa kali terlelap sejenak di kasur.
Suara mobil terdengar memasuki pekarangan rumah. Daniel pulang, dan hari ini ia pulang lebih cepat dari biasanya, baru pukul sembilan malam. Setelah menengok si kembar di kamar mereka, Daniel bergegas membersihkan diri.
Alih-alih beristirahat, Daniel justru kembali berkutat dengan pekerjaan di ruang kerjanya. Sementara itu, Lucianna terbangun dari tidurnya. Ia melirik jam, merasa heran karena Daniel belum juga datang.
Dengan rasa penasaran, Lucianna memutuskan untuk memeriksanya. Ia melihat mobil Daniel sudah terparkir di garasi, membuatnya tersenyum lega. Ia segera menuju kamar Daniel, namun tidak menemukan siapa pun di sana. Kemudian, ia mencari Daniel di ruang kerjanya.
Daniel terlihat sedang sibuk dengan tumpukan kertas dan laptopnya. Lucianna segera menghampirinya, merasa sedikit kesal karena Daniel lebih memilih bekerja daripada beristirahat.
"Kau belum tidur?" tanya Daniel heran, mengalihkan pandangannya dari layar laptop.
"Tidur tadi, sebentar," jawab Lucianna singkat, merasa tidak perlu menjelaskan lebih lanjut.
"Begini, aku mau mengajak anak-anak ke kebun binatang, boleh?" tanya Lucianna langsung pada intinya, tanpa basa-basi.
"Tidak," jawab Daniel tegas, bahkan tanpa berpikir panjang.
"Apa? Kenapa?" tanya Lucianna tidak terima, merasa kecewa dengan jawaban Daniel.
"Mereka tidak boleh pergi ke mana pun tanpaku," jawab Daniel dengan nada datar, kembali fokus pada pekerjaannya.
"Kenapa seperti itu? Anak-anak belum pernah pergi ke kebun binatang. Mereka harus menunggu sampai kapan? Sampai semua kertas-kertasmu ini terbakar dan hilang?" tanya Lucianna dengan nada frustrasi, mencoba menyadarkan Daniel akan pentingnya meluangkan waktu untuk anak-anaknya.
Daniel hanya diam, tidak menjawab pertanyaan Lucianna. Ia kembali fokus pada laptop di hadapannya, seolah tidak peduli dengan apa yang dikatakan Lucianna.
Lucianna mencoba menenangkan diri, menyadari bahwa berdebat dengan emosi tidak akan mengubah pendirian Daniel. Ia harus mencari cara lain, cara yang lebih halus dan mungkin lebih efektif.
Dengan langkah pelan, Lucianna mendekati kursi tempat Daniel duduk. Tanpa ragu, ia langsung naik ke atas pangkuan Daniel, membuat Daniel sedikit terkejut namun tidak terlalu heran dengan tingkah Lucianna yang seperti ini.
Kini, tubuh mereka berhadapan, jarak mereka sangat dekat hingga Lucianna bisa merasakan aroma tubuh Daniel. Ia menatap mata Daniel dengan tatapan yang sulit diartikan, campuran antara menggoda dan memohon.
"Apa aku perlu memberimu sesuatu agar kau menyetujuinya?" bisik Lucianna dengan nada menggoda, menggerakkan sedikit pinggulnya di atas pangkuan Daniel, mencoba membangkitkan hasratnya. Jari-jarinya mulai memainkan kancing piyama Daniel, sentuhan yang membuat Daniel sedikit tersentak.
"Turun sekarang," ancam Daniel dengan nada dingin, mencoba mempertahankan kendali dirinya. Namun, Lucianna tidak gentar. Ia justru semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Daniel, bibirnya nyaris menyentuh bibir Daniel.
"Kenapa? Kau tidak menyukainya?" tanya Lucianna sambil terus menggerakkan pinggulnya dan mulai meraba dada bidang Daniel dengan jari-jarinya. Sentuhan Lucianna semakin berani, membuat Daniel semakin sulit untuk menahan diri.
Daniel menghela napas, mencoba menahan diri. Ia tahu, jika ia terus membiarkan Lucianna, ia akan kehilangan kendali.
"Baiklah, kalian boleh pergi," ucapnya akhirnya, untuk menghentikan godaan Lucianna. Ia mencoba mengalihkan pandangannya dari Lucianna, berusaha menenangkan dirinya.
"Baguslah kalau begitu, berarti besok kau akan mengambil cuti bekerja, bukan?" tanya Lucianna dengan ekspresi gembira.
"Tidak, besok aku memiliki pertemuan," jawab Daniel singkat.
"Kau tidak ikut?!" tanya Lucianna dengan nada terkejut.
"Tidak," jawab Daniel. Raut wajahnya tidak menunjukkan sedikit pun pertimbangan terhadap perasaan anak-anaknya.
"Daniel, anak-anak pergi ke kebun binatang bukan semata untuk bersenang-senang, melainkan juga untuk menikmati waktu liburan bersamamu," ujar Lucianna dengan nada lebih serius.
"Aku tidak dapat membatalkan pertemuan tersebut," jawab Daniel dengan nada tegas.
Lucianna mengepalkan tangannya, menahan gejolak emosi. "Daniel, selama ini kau selalu mengganti pengasuh agar sesuai keinginan si kembar. Kau berharap pengasuh tersebut dapat bermain dan membuat si kembar bahagia."
"Namun, pada kenyataannya, si kembar justru selalu mengganggu para pengasuh. Mereka berharap kau sendiri yang menjaga dan bermain dengan mereka," lanjut Lucianna dengan nada penuh penekanan.
"Tidakkah kau dapat menyisihkan sedikit waktu untuk anak-anakmu, daripada hanya terpaku pada pekerjaan?" tanya Lucianna dengan nada memohon.
"Jika kau terlalu fokus pada pekerjaanmu, dan si kembar merasa lebih nyaman dengan pengasuh mereka, hubunganmu dan anak-anak dapat merenggang," ucap Lucianna dengan nada khawatir.
"Bukankah itu yang selama ini kau usahakan?" ucap Daniel datar, tatapannya menyiratkan tuduhan atas upaya Lucianna mendekati putra-putranya.
"Aku mendekati anak-anakmu dengan tujuan menarik perhatianmu, agar kau jatuh hati kepadaku. Bukan untuk menjauhkan hubunganmu dengan anak-anakmu!" bentak Lucianna, suaranya meninggi penuh kekecewaan. Ia segera beranjak dari pangkuan Daniel dan melangkah cepat meninggalkan ruangan.
Langkah kaki Lucianna yang tergesa-gesa menggema di seluruh ruangan, menyiratkan luapan amarah yang tak tertahankan. Daniel mengusap wajahnya dengan kasar, kemudian menyandarkan kepalanya. Ia mengakui dalam hati, perkataan Lucianna tidak sepenuhnya keliru.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...Bersambung...
padahal dalam hati 🤭