Seorang gadis berusia tujuh belas tahun secara tak sengaja menyelamatkan nyawa seorang raja mafia yang dingin dan penuh bahaya. Bukannya jadi korban dalam pertarungan antargeng, ia malah jadi istri dari pria yang selama ini ditakuti banyak orang.
Gadis itu polos dan manis. Sedangkan pria itu tegas dan kuat, dan hampir sepuluh tahun lebih tua darinya. Tapi, ia tak kuasa menolak perasaan hangat yang gadis itu bawa ke dalam hidupnya.
Meski membenci dunia gelap yang pria itu jalani, ia tetap tertarik pada sosoknya yang dingin dan berbahaya.
Dan sejak saat itu, takdir mereka pun saling terikat—antara gadis menggemaskan dan raja mafia muda yang tak pernah belajar mencintai...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon flowy_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12. Trapped
Suasana di ruang VIP semakin riuh. Banyak siswa yang sudah mabuk karena terlalu banyak minum.
Sementara itu, Selina berjalan pelan ke arah Liora dan duduk di sampingnya.
"Liora, kamu nggak mau kasih selamat buat aku?" tanyanya sambil tersenyum manis.
Liora menatapnya sebentar. "Selamat untuk apa?" tanyanya datar.
Selina menunjuk gelas di depannya. "Minumlah ini, aku ambilin buat kamu."
Liora sempat ragu, matanya menatap gelas berisi jus itu.
"Aku nggak akan macam-macam, semua yang kuinginkan udah kudapat. Kamu pikir aku masih butuh apa lagi darimu?" ucap Selina pelan, seolah tak berniat jahat.
Akhirnya, Liora mengambil gelas itu dan menyesapnya perlahan. Ia lalu meletakkannya di meja tanpa curiga.
Selina menatapnya dengan sorot mata penuh kepuasan. Senyum samar muncul di wajahnya, tapi tatapannya dingin dan tajam.
Beberapa menit kemudian, kepalanya mulai terasa pusing, matanya berkunang, dan tubuhnya terasa panas.
Ada sesuatu yang aneh.
Ia menoleh cepat ke arah Selina, dan melihat gadis itu masih menatapnya dengan senyuman seringainya.
Liora baru sadar, dia telah dijebak.
Selina melangkah pelan mendekati Liora, senyumnya penuh kemenangan. “Malam ini, reputasi mu akan hancur," ucapnya pelan tapi menusuk.
Liora sontak berdiri, tubuhnya gemetar. Ia berbalik, berusaha lari keluar, tapi dua pria berbadan besar sudah lebih dulu menghadangnya di pintu.
“Selina, apa yang kau rencanakan sebenarnya?” tanyanya, napas mulai tercekat.
“Bawa dia ke kamar 502. Jangan biarkan Tuan Vernon menunggu terlalu lama,” perintah Selina, suaranya tajam.
“Baik, Nona,” sahut salah satu pria itu.
Liora menatap Selina, matanya berkaca-kaca. “Kenapa kau tega melakukan ini padaku? Aku benar-benar kecewa padamu…”
Selina menoleh dan melirik teman-temannya yang tertidur di sofa. Tak ingin menimbulkan kecurigaan, ia pun menyandarkan diri ke bahu Damien, pura-pura ikut terlelap. Tak lama kemudian, ia benar-benar tertidur.
Sementara itu, di lorong belakang klub, Liora berusaha melepaskan diri.
“Lepaskan aku! Lepaskan sekarang juga!” teriaknya panik, ia meronta sekuat tenaga.
Tiba-tiba, pintu kamar terbuka. Seorang pria muncul dari balik pintu, hanya mengenakan jubah mandi.
Tanpa berkata apa-apa, penjaga yang membawanya mendorong Liora masuk lalu menutup pintunya rapat-rapat.
Bau alkohol yang menyengat langsung memenuhi ruangan, membuat Liora mundur refleks dengan tubuh gemetar.
Liora membeku di tempat. Jantungnya berdegup keras.
Dia mengenali pria itu—orang yang dijodohkan ayahnya.
“Sayangku, malam ini aku akan memperlakukanmu dengan sangat baik,” ucapnya dengan suara serak penuh nafsu.
Tubuh Liora terasa panas dan lemas, tapi ia menggigit bibirnya, mencoba mempertahankan kesadarannya.
“Jangan dekati aku... Ayahku nggak akan diam saja kalau tahu,” ancamnya pelan, suara bergetar menahan takut.
Pria itu tertawa. “Naif sekali, justru ayahmu lah yang menyerahkan mu padaku.”
Ucapan itu membuat Liora terdiam.
Matanya membelalak, tubuhnya membeku. Seolah dunia di sekelilingnya runtuh dalam sekejap.
Melihat itu, pria tersebut justru semakin bernafsu. Ia mendekat dan menyentuh lengan Liora.
Tanpa pikir panjang, Liora menepis tangannya dan menampar wajah pria itu sekuat tenaga.
Wajah pria itu memerah karena amarah, matanya menatap tajam ke arah Liora.
"Sialan, berani-beraninya kamu menamparku!"
Ia menarik rambut Liora secara kasar dan melemparkannya ke atas ranjang.
"Argh!" Liora menjerit, tubuhnya terhempas ke kasur.
Entah dari mana datangnya kekuatan, ia mengangkat kakinya dan menendang pria itu tepat di bagian intimnya.
Pria itu meringis, memegangi bagian bawahnya sambil mengerang kesakitan.
Liora menatap sekeliling ruangan dengan tatapan panik. Pandangannya jatuh pada botol anggur kosong di meja. Ia meraihnya dan menghantamkannya ke lantai, hingga pecahan tersebut mengenai tangannya.
Tubuhnya masih terasa panas dan lemas.
Pria itu berdiri dengan napas memburu. "Perempuan nggak tahu diri."
“Jangan mendekat,” ucapnya pelan, sambil mengangkat pecahan botol di tangannya.
Liora meronta dengan sekuat tenaga. Dengan tangan gemetar, ia menggores sisa pecahan botol ke lengannya sendiri.
Rasa sakit yang tajam langsung menyadarkannya. Darah mengalir, tapi justru itu membuat pikirannya kembali jernih.
Namun, pecahan itu segera direbut oleh pria itu.
“Pergi!” teriak Liora dengan suara serak.
Liora menunduk, lalu menggigit pergelangan tangan pria itu sekuat tenaga dan menendang kembali tubuhnya.
Tubuh pria itu langsung terjatuh dan mengerang kesakitan.
Liora memanfaatkan kesempatan itu untuk keluar dari kamar tersebut.
Rasa takut membuatnya terus berlari tanpa menoleh sedikit pun. Ia tidak tahu harus ke mana, tapi yang penting sekarang adalah menjauh sejauh mungkin.
Di belakangnya, pria itu masih sempat berusaha mengejar sambil menahan rasa sakit.
Tapi malam sudah terlalu larut. Di lorong-lorong klub yang remang, sebagian besar orang sibuk berpesta.
Tak ada satu pun yang melihat gadis itu berlari dalam kepanikan.
Sementara itu, di salah satu ruang eksklusif nomor 666, suasana terlihat sangat tenang…
"Kenapa kamu diam saja?" tanya Nolan.
Lucien hanya duduk santai, seolah tak peduli pada orang di sekitarnya.
Di kedua sisinya, duduk dua pria muda dengan penampilan berbeda, masing-masing memegang gelas anggur merah.
Siapa lagi namanya kalau bukan Rowan Hale dan Callan Riviere.
Mereka berdua adalah sahabat dekat Lucien. Mereka juga dikenal sebagai orang penting di Kota Nocturn.
“Rowan, Callan, ngomong dong jangan diam aja kaya Lucien,” ucapnya sambil menyunggingkan senyum santai.
“Ada kabar menarik nggak sih malam ini?” tanya Callan penasaran.
“Iya, buruan kasih tahu,” timpal Rowan sambil tersenyum santai.
Nolan menyandarkan tubuhnya, lalu berkata, “Tenang, bakal aku ceritain. Aku jamin kalian bakal kaget.”
“Oh ya? Jadi makin penasaran,” kata Callan.
“Aku serius, ini bener-bener—”
Belum sempat Nolan menyelesaikan kalimatnya, tatapan tajam Lucien langsung menusuk ke arahnya.
Refleks, Nolan langsung balik badan dan menenggak anggurnya.
ditunggu up nya lagi...😊