NovelToon NovelToon
Asmaraloka

Asmaraloka

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Reinkarnasi / Time Travel / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Naik Kelas
Popularitas:991
Nilai: 5
Nama Author: ryuuka20

Ketika Romeo dan Tina mengunjungi sebuah museum desa terpencil, mereka tidak pernah menyangka bahwa patung kuno sepasang Dewa Dewi Asmara akan membawa mereka ke dunia lain—Asmaraloka, alam para dewa yang penuh kemegahan sekaligus misteri. Di dunia ini, mereka bukan lagi manusia biasa, tapi reinkarnasi dari Dewa Kamanjaya dan Dewi Kamaratih—penguasa cinta dan perasaan.
Terseret dalam misi memulihkan keseimbangan cinta yang terkoyak akibat perang para dewa dan iblis, Romeo dan Tina harus menghadapi perasaan yang selama ini mereka abaikan. Namun ketika cinta masa lalu dan masa kini bertabrakan, apakah mereka akan tetap memilih satu sama lain?
Setelah menyadari kisah cinta mereka yang akan berpisah, Sebagai Kamanjaya dan Kamaratih mereka memilih hidup di dunia fana dan kembali menjadi anak remaja untuk menjalani kisah yang terpisahkan.
Asmaraloka adalah kisah epik tentang cinta yang melintasi alam dan waktu—sebuah petualangan magis yang menggugah hati dan menyentuh jiwa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ryuuka20, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

20. Benang Merah

Jam terakhir di sekolah selalu diisi dengan pelajaran olahraga. Matahari siang mulai miring, memberi pertanda bahwa waktu pulang sudah dekat. Lapangan yang semula riuh mulai sepi, hanya tersisa beberapa siswa yang masih sibuk membereskan perlengkapan atau duduk mengatur napas.

Romeo duduk di tepi lapangan, merapikan tali sepatunya yang baru saja dilepas saat bermain bola. Keringat masih membasahi pelipisnya, tapi wajahnya tetap tenang seperti biasa. Sementara itu, Tina berdiri tak jauh darinya, memperhatikan sesuatu—seutas benang merah tipis yang nyaris tersembunyi, melingkar di pergelangan kaki Romeo.

Tina menatapnya sejenak, hatinya berdebar. Ia tak bisa menjelaskan kenapa, tapi benang merah itu membuat pikirannya tak tenang. Seakan-akan ada sesuatu yang harus ia lakukan.

Dengan langkah cepat, ia menghampiri Romeo dan tanpa banyak bicara menarik tangan cowok itu.

“Lo ikut gue!” katanya tiba-tiba.

Romeo yang sedang sibuk mengencangkan tali sepatu menoleh dengan ekspresi bingung. “Kemana?”

“Ke rumah!” jawab Tina singkat.

Romeo mengernyit, nyaris tertawa karena merasa kaget. “Apa? Sekarang?”

Tina menatapnya serius, matanya tajam tapi ada nada cemas di sana. “Iya, sekarang. Jangan banyak tanya.”

Sesaat, Romeo hanya memandangnya. Lalu, ia berdiri perlahan, menyampirkan tasnya ke bahu, dan berkata dengan suara datar tapi penasaran, “Oke. Gue ikut.”

Langit mulai menggelap. Bel pulang memang belum berbunyi, tapi langkah mereka sudah lebih dulu meninggalkan sekolah. Dan mungkin, hari itu bukan cuma soal olahraga di jam terakhir—tapi awal dari sesuatu yang lebih besar dalam hidup mereka.

"Lo bawa sepeda gak?"

"Iya, kenapa?"

"Nebeng!"

"Astaga Aguuuss." ucap Romeo yang heran dengan Tina, tapi itu membuatnya tertawa dan menuju ke tempat sepedanya terparkir.

"Udah... Ayok naik." pinta Romeo pada Tina yang segera menaiki boncengan sepedanya.

"Eeeh sore gini, romantis banget nih." sapa Choki yang lewat dengan sepedanya.

"Diem Lo!" ucap Romeo dan Tina barengan.

"Ayoo Romeo, ke rumah sekarang." Ajak Tina sedangkan Romeo mengayuh sepedanya kencang. Mengabaikan sorakan dan siulan menggoda mereka.

"Romeo pelan-pelan!

"Lo bikin gue penasaran banget, pengen cepet-cepet sampe rumah Lo."

Setelah mereka sampai di rumah Tina, Romeo mulai merasa ada yang janggal. Ia menatap Tina dengan bingung, bahkan sedikit panik.

“Ini rumah siapa? Seriusan? Lo ngajak gue ketemu orang tua lo atau gimana nih?” tanyanya cepat, mereka masih mengenakan seragam olahraga yang belum sempat diganti.

Tina menarik napas panjang sambil terus menarik lengan Romeo. “Nggak usah banyak tanya. Ikut aja!”

Romeo menurut, meski wajahnya menunjukkan ragu. “Oke, oke, gue ikut. Tapi serius, ini kenapa? Lo bisa kasih tahu gue dulu nggak?”

Tina hanya menggerutu pelan. “Gue nggak bisa cerita sekarang. Nanti juga lo ngerti sendiri.”

Sesampainya di depan kamar dengan pintu berwarna coklat itu, Romeo mulai makin gelisah.

“Tin, serius nih? Jangan bilang gue bakal bantu lo angkat galon atau jemurin baju ya?”

Tina melirik tajam. “Romeo, seriusan. Ini penting!”

Begitu membuka pintunya, Tina langsung menarik Romeo ke dalam kamarnya, yah pertama kalinya Romeo masuk ke kamar gadis, di tengah kamar itu begitu rapi dan wangi. Romeo menahan langkahnya di ambang pintu, matanya menyisir cepat isi ruangan itu.

“Lo serius ngajak gue masuk kamar lo? Gimana kalau tetangga lo ngeliat terus gosip ke nyokap lo?”

Tina mengabaikan komentarnya. “Duduk di sini!” perintahnya sambil menunjuk lantai.

Romeo akhirnya duduk, masih dengan ekspresi campur aduk. Tina berjongkok di depannya, menatap pergelangan kaki cowok itu yang masih mengenakan sepatunya, belum ia lepaskan.

“Lo sadar nggak, ada benang merah yang melingkar di kaki lo?”

Romeo tertawa kecil. “Benang merah? Duh Tin, lo kebanyakan nonton drama Korea kayaknya. Gue nggak lihat apa-apa tuh.”

Tina mengerutkan kening. “Romeo, gue lihatnya jelas banget! Lo juga pasti lihat di kaki gue waktu di lapangan, kan?”

Romeo menghentikan tawanya, mulai serius. “Oke. Misalnya aja bener ada. Terus kenapa?”

Tina duduk di sampingnya, suaranya mulai pelan. “Gue pernah baca. Soal mitos benang merah takdir. Katanya kalau dua orang punya benang merah yang nyambung, mereka emang ditakdirin buat bersama.”

Romeo menoleh padanya, tersenyum jahil. “Berarti... lo naksir gue, ya?”

“Romeo!” Tina langsung memukul bahu cowok itu, kesal. “Bukan itu maksud gue! Ini aneh aja. Gue nggak percaya mitos, tapi rasanya kayak... nyata.”

Romeo terdiam sejenak. Lalu ia berkata pelan, “Kalau bener begitu... berarti gue nggak bisa kabur dari lo dong?”

Tina melempar bantal ke arahnya. “Serius dikit, Romeo!”

Romeo tertawa, menangkis bantal itu. Tapi dalam hati, ada sesuatu yang mulai mengusik. Mitos itu, seaneh apapun, terasa terlalu pas untuk diabaikan.

Tina kemudian melepas kaos kakinya, menunjukkan sebuah gelang tipis dari benang merah yang melingkar di pergelangan kakinya.

“Lihat nih!”

Romeo hanya berkomentar pelan, “Oh...”

Padahal dalam hati, ia tahu. Ia juga melihat benang yang sama di kakinya sejak tadi siang. Tapi pura-pura nggak tahu itu ternyata menyenangkan. Melihat Tina yang begitu emosional karena hal sepele—yang mungkin sebenarnya bukan sepele—membuat Romeo merasa lebih dekat dari sebelumnya.

Dan di saat itu juga, meski belum terucap jelas, benang merah itu mulai merajut sesuatu yang tak lagi bisa mereka abaikan.

...****************...

Setelah kejadian itu beberapa Minggu kemudian Tina masih memperhatikan kaki Romeo itu yang ada benang merah itu. Ketika pelajaran olahraga renang dimulai, suasana kolam renang dipenuhi tawa anak-anak. Romeo, yang berdiri di pinggir kolam sambil bercanda dengan teman-temannya, tiba-tiba tersandung kaki salah satu temannya yang jahil. Tanpa sempat mengendalikan diri, ia terjatuh ke dalam kolam dengan cipratan besar.

Masalahnya, Romeo tidak bisa berenang. Ia langsung panik, berusaha menggapai-gapai air, tapi gerakannya semakin kacau. Wajahnya mulai tenggelam, dan napasnya terputus-putus.

"Tina! Romeo tenggelam!" teriak salah satu teman mereka.

Tina, yang sedang duduk tidak jauh dari situ, segera berlari ke pinggir kolam. Ia melihat Romeo yang mulai tenggelam lebih dalam. Guru olahraga belum datang, dan teman-temannya hanya panik tanpa tahu harus berbuat apa.

"Dia nggak bisa berenang! Tina, tolong dia!" salah satu temannya berseru.

Tanpa berpikir panjang, Tina langsung melompat ke dalam air. Ia berenang secepat mungkin ke arah Romeo, berusaha memegang tubuhnya yang mulai lemas. Dengan susah payah, Tina menyeret Romeo ke pinggir kolam, meskipun tubuhnya sendiri mulai lelah.

Setelah berhasil membawanya ke pinggir, Tina memeriksa napas Romeo. Wajahnya pucat, dan ia tidak bergerak.

"Dia nggak sadar! Apa yang harus kita lakukan?" salah satu temannya berseru panik.

"Kasih napas buatan, Tin! Cepat!" seru temannya yang lain.

Tina terdiam sejenak, merasa ragu, tetapi ia tahu itu adalah satu-satunya cara. Dengan sedikit gemetar, ia mencondongkan tubuh ke arah Romeo. Ia membuka jalan napas Romeo dan mulai memberikan napas buatan, sesuai yang pernah ia lihat di televisi atau pelajaran.

Setelah beberapa kali percobaan, Romeo terbatuk keras, mengeluarkan air dari mulutnya, dan menarik napas panjang. Matanya perlahan terbuka, menatap Tina yang masih basah kuyup di dekatnya.

"Tina..." gumam Romeo dengan suara lemah.

"Lo nggak apa-apa, kan?" tanya Tina, napasnya masih tersengal, tetapi nadanya penuh rasa lega.

Teman-teman mereka yang menyaksikan kejadian itu bersorak lega, tetapi beberapa di antaranya mulai menggoda.

"Wah, Romeo sama Tina romantis banget! Napas buatan, tuh!"

Tina langsung memerah dan berdiri menjauh. "Udah, jangan bercanda! Penting dia selamat aja!" katanya sambil berusaha menenangkan diri.

Sementara itu, Romeo terus memandangi Tina dengan senyum tipis, merasa ada sesuatu yang berbeda dalam hubungan mereka setelah kejadian itu.

Romeo membuka matanya perlahan, melihat sekeliling ruangan UKS. Kepalanya masih terasa berat, tapi ingatan tentang kejadian di kolam renang tadi mulai kembali. Sebelahnya, ada Hanan yang sedang duduk, menatapnya dengan ekspresi khawatir.

"Eh, lo udah baikan?" tanya Hanan dengan suara pelan, sambil memberikan segelas air hangat.

Romeo mencoba duduk perlahan, meski tubuhnya masih lemas. "Tina mana?" tanyanya, langsung mencari gadis yang ia ingat menyelamatkannya.

Hanan tertawa kecil sambil menggeleng. "Pffttt... Masih aja lo cariin dia. Jelas-jelas gue yang ada di sini dari tadi. Emang Tina sehebat apa sih sampai lo lupa kalau gue sahabat lo?"

Romeo menatap Hanan, bingung. "Tapi kan tadi... Gue inget dia yang bawa gue ke pinggir kolam. Apa gue cuma setengah sadar?"

Hanan mendesah sambil bersandar di sofa UKS. "Udahlah, gue aja yang selamatin lo. Gue langsung lompat begitu lo jatuh ke kolam. Lo pasti cuma ngigau aja ngerasa Tina yang nolongin."

Romeo mengernyitkan dahi, mencoba mengingat lebih jelas, tapi bayangan Tina yang melompat ke kolam begitu nyata di pikirannya. "Tapi gue bener-bener inget... Dia narik gue ke pinggir."

Hanan hanya tersenyum tipis sambil mengangkat bahu. "Percaya aja deh sama gue. Lagian, sekarang lo fokus istirahat aja. Nggak usah mikirin siapa yang nolong lo. Yang penting lo selamat."

Penjaga UKS masuk dan berbincang dengan Hanan, sementara Romeo tetap duduk dengan pikirannya sendiri. Ia merasa ada yang tidak beres dengan cerita Hanan. Perasaan aneh muncul di dadanya, seolah ada sesuatu yang ingin disampaikan, tapi belum terungkap.

Namun, ia memutuskan untuk tidak mempermasalahkan itu sekarang. "Oke, Hanan. Thanks, ya," kata Romeo akhirnya, meski pikirannya masih penuh dengan nama Tina.

Flashback

Tina menarik tangan Hanan keluar dari UKS dengan wajah serius. Mereka berhenti di lorong yang sepi, jauh dari pengawasan siapa pun. Hanan yang penasaran hanya mengangkat alis, menunggu Tina bicara.

"Hanan, entar lo bilang sama Romeo kalau yang selamatin dia itu lo, bukan gue. Oke?" kata Tina, langsung ke intinya.

Hanan menatap Tina, sedikit bingung sekaligus heran. "Tapi, lo kan yang lompat ke kolam? Gue cuma bantu ngangkat dia ke pinggir. Kenapa gue harus ngaku-ngaku sih?" tanyanya sambil menyengir kecil.

Tina menghela napas, merasa sedikit kesal tapi juga tak ingin terlalu menjelaskan. "Gue nggak mau ribet, Han. Lo tau kan, kalau dia tau gue yang nolongin, pasti dia bakal mulai ngegodain gue terus. Jadi mending lo aja yang ngaku. Deal?"

Hanan tertawa pelan, lalu menyilangkan tangannya di dada. "Tapi lo itu pujaannya si Romeo. Ngapain gue yang ngaku-ngaku? Udah jelas dia bakal lebih seneng kalau tau lo yang nolongin."

Tina melotot kecil, menunjukkan wajah waspada. "Han, serius deh. Gue yang nyuruh. Lo tinggal bilang aja kalau lo yang nyelametin dia. Jangan macem-macem, inget ini rahasia kita."

Hanan memutar mata sambil menahan tawa. "Oke, gue mau sih bantuin, tapi gue dapet apa nih? Masalahnya kan gue juga repot harus pura-pura heroik di depan dia."

Tina menghela napas panjang, lalu menyerah. "Oke, gue traktir lo seminggu di kantin. Deal?"

Hanan langsung mengangguk cepat dengan senyum lebar. "Setuju banget! Seminggu, ya? Jangan lupa. Kalau lupa, gue bakal bongkar rahasia ini."

Tina memutar mata, merasa kesal sekaligus lega. "Iya, iya. Sekarang balik ke UKS, dan inget apa yang harus lo bilang!"

Hanan tertawa kecil lalu berbalik, berjalan menuju UKS dengan langkah santai. "Tenang aja, Kapten. Gue tau tugas gue."

Kembali ke Present

Di UKS, Hanan duduk di sofa sambil berbincang dengan penjaga UKS. Dalam hatinya, ia masih tertawa sendiri, merasa senang dengan kesepakatan kecil mereka. Sementara itu, Tina, di tempat lain, hanya bisa berharap Romeo tak pernah tahu kebenaran di balik kejadian di kolam renang tadi.

1
sjulerjn29
" kita beneran dewa"😂
sjulerjn29: ya ampun thor suasana kerajaan tp gk ngebosenin .
thor mampir di episode baru ceritaku😊🤭
total 1 replies
HNP
semangat, jangan lupa follback.💪
iqbal nasution
semangat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!