NovelToon NovelToon
Lentera Jelita

Lentera Jelita

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Anak Genius / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Dokter Genius / Romansa / Penyelamat
Popularitas:730
Nilai: 5
Nama Author: Alfianita

Meminta Jodoh Di Jabal Rahmah?
Bertemu Jodoh Di Kota Jakarta?


Ahtar Fauzan Atmajaya tidak menyangka jika ia akan jatuh cinta pada seorang wanita yang hanya ia temui di dalam mimpinya saja.


“Saya tidak hanya sekedar memberi alasan, melainkan kenyataan. Hati saya merasa yakin jika Anda tak lain adalah jodoh saya.”


“Atas dasar apa hati Anda merasa yakin, Tuan? Sedangkan kita baru saja bertemu. Bahkan kita pun berbeda... jauh berbeda. Islam Agama Anda dan Kristen agama saya.”

Ahtar tersenyum, lalu...

“Biarkan takdir yang menjalankan perannya. Biarkan do'a yang berperang di langit. Dan jika nama saya bersanding dengan nama Anda di lauhul mahfudz-Nya, lantas kita bisa apa?”


Seketika perempuan itu tak menyangka dengan jawaban Ahtar. Tapi, kira-kira apa yang membuat Ahtar benar-benar merasa yakin? Lalu bagaimana kisah mereka selanjutnya? Akankah mereka bisa bersatu?


#1Dokter
#1goodboy
#hijrah
#Religi

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfianita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Silahkan Menepi

...‘Nak, jika kamu merasa kesakitan dan lelah menahan sakit itu, Abi ikhlas. Silahkan menepi! Abi tidak akan memaksamu dengan terus berada di posisi ini. Pasti sakit dan sulit, 'kan?'...

...****************...

"Dokter Akhtar terlalu banyak kehilangan darah. Dan kita membutuhkan segera donor darah untuknya, karena saat ini dokter Akhtar dalam masa kritis," terang dokter itu. "Apa Anda keluarga dokter Akhtar? Siapa tahu pihak keluarga bisa membantu, karena kebetulan stok darah yang sama dengan golongan darah dokter Akhtar habis."

'Ya Tuhan, separah inikah kondisinya? Kritis...? Please! Jangan pergi sekarang, kamu harus bisa bertahan melewati semua ini. Karena akan ada orang yang merasa sedih, merasa hancur, dan takut kehilangan, yaitu... Aku.'

Entah kenapa Zuena merasa khawatir tanpa judul. Dan ia juga tidak tahu apa yang membuatnya ingin terus memikirkan keselamatan Akhtar, sedangkan ia hanya bertemu dengan Akhtar hanya satu kali. Namun, pertemuan itu seolah membekas dalam ingatan yang terdalam. Dalam diamnya, Zuena berusaha menerawang perasaan apa yang tadi sempat dirasakannya sesaat.

"Permisi! Mbak, kok diam? Di mana keluarga dokter Akhtar?" Suara dokter itu membuyarkan lamunan Zuena.

"Sorry, Dokter! Keluarganya..." Zuena menggantungkan ucapannya, ia tak yakin memanggil Hafizha yang masih bersedih, matanya pun terlihat sembab.

'Hafizha?' gumam Arjuna yang baru saja keluar dari ruang operasi.

Dengan langkah lebar Arjuna menghampiri Hafizha yang duduk sambil menangis. Ada rasa yang berkecamuk, tetapi Arjuna tidak mau memikirkan hal lain yang belum pasti kebenarannya.

"Hafizha," panggil Arjuna lirih.

Arjuna berdiri di depan Hafizha, membuat gadis itu sedikit mendongak. Setelah menyadari keberadaan abangnya Hafizha menghamburkan tubuhnya dalam pelukan Arjuna.

"Bang Juna... B-bang A-Akhtar... Kecelakaan." Suaranya tertahan. Bersamaan itu tangisnya kembali pecah.

"Maksudnya apa, Dek? Kecelakaan...?" tanya Arjuna mencoba untuk memastikan ucapan Hafizha benar atau memang pendengarannya yang kurang menangkap. "Tarik napas pelan, lalu ceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada bang Akhtar sama Bang Juna."

Hafizha menarik napas dalam-dalam, menahan sesak yang seakan menyumbat rongga dadanya. Hatinya merasa diremas saat ia bayangan itu kembali, bayangan tentang bagaimana preman itu menusuk perut Akhtar dengan sadis, bahkan seketika itu juga pisau yang tajam telah ditarik secara paksa.

Hafizha masih diam, air matanya luruh tanpa suara.

Hening...

"Maaf! Apa... Anda keluarga dokter Akhtar?" tanya Zuena dengan alis bertaut.

"Iya, saya Abangnya, Arjuna." Tatapan Arjuna menelisik, membuat zuena merasa tak nyaman saja.

"Dokter ingin bicara dengan keluarga dokter Akhtar. Ini mengenai kondisinya sekarang," ucap Zuena to the point, karena tak ada waktu untuk menjelaskan yang lain mengingat Akhtar yang harus segera mendapatkan donor darah.

Arjuna menoleh, menatap dokter yang masih berdiri di depan pintu IGD. Dokter itu pun mengangguk_mengiyakan ucapan Zuena. Arjuna menghampiri dokter itu untuk meminta kejelasan.

"Apa? Bagaimana bisa adik saya bisa terkena luka tusuk, Dok?" pekik Arjuna dengan suara naik satu oktaf, karena terkejut.

"Maaf Dokter Arjuna, tentang itu saya kurang tahu. Dan sekarang kondisi dokter Akhtar dalam masa kritis, karena terlalu banyak darah yang keluar. Sedangkan stok darah di rumah sakit ini sedang habis..."

"Apa? Habis...?" tanya Arjuna dengan terkejut. "Tidak-tidak.Ya Allah... Hamba mohon jangan Engkau ambil Akhtar sekarang."

Arjuna menggigit bibir bawahnya, seolah menahan tangis. Kepalanya tertunduk dalam diam. Tidak hanya itu, Arjuna seketika membeku di tempat, lidahnya terasa begitu kelu. Kakinya terasa lemas, ia pun menyandarkan tubuhnya ke dinding, mencoba bertahan agar tak jauh.

‘Kuatkan hamba ya Allah,' gumam Arjuna lirih.

Arjuna memaksa dirinya untuk kuat saat di hadapan Hafizha—adiknya. Karena ia tidak mau melihat air mata kembali mengalir dari mata Hafizha. Rasanya amat perih tak bisa menjaga adik-adiknya.

"Bang Juna bisa, 'kan, donorkan darah Abang?" tanya Hafizha setelah berdiri di depan Arjuna.

"Maaf, Dek, Abang tidak bisa." Arjuna menggeleng pelan.

"Bang Juna bisa, 'kan, telepon Abi sekarang juga untuk segera kesini. Abi pasti bisa membantu bang Akhtar sekarang," ucap Hafizha sambil menggoyang-goyangkan lengan Arjuna.

" Sekali lagi Abang minta maaf. Tetap tidak bisa, Dek." Arjuna kembali menggeleng pelan dengan suara lirih.

"Kenapa tidak bisa, Bang?" bentaknya.

Arjuna diam, seakan ia kehilangan kata-kata untuk menjelaskan alasan yang tepat.

"Karena Abi maupun Bang Juna tidak memiliki Golongan darah yang sama dengan bang Akhtar. Golongan darah bang Akhtar B-, golongan darah yang langka. Hanya Umimu yang memiliki golongan darah sama dengan bang Akhtar, Nak." Suara Abi Yulian membuat Arjuna dan Hafizha.

Abi Yulian datang bersama Bunda Khadijah dan Cahaya. Melihat kedatangan kedua orang tuanya Hafizha langsung menghamburkan tubuhnya dalam dekapan sang Bunda.

"Bunda... Ma-maafkan Hafizha. Ini semua sa-salah aku.” Tangis Hafizha kembali pecah dalam pelukan Bunda Khadijab.

"Nak, kamu yang tenang, ya! Kita do'akan semoga abangmu baik-baik saja," ujar Bunda Khadijah sambil mengusap punggung Hafizha pelan.

"Iya, Dek. Apa yang dikatakan Bunda itu benar, kita harus banyak berdo'a untuk Akhtar." Cahaya ikut memeluk Hafizha. Dan ketiganya saling berpelukan untuk saling menguatkan.

Zuena hanya bisa menatap pemandangan yang ada di depan matanya dengan tatapan yang sulit diartikan. Zuena berusaha untuk menahan air mata agar tak tumpah. Pemandangan itu seakan membuat hatinya diremas. Ada rasa kecewa yang terpendam.

'Apa seperti ini memiliki keluarga? Saling ada dan saling menguatkan. Tapi... Mommy sudah tidak ada. Sedangkan Daddy... Sejak umurku memasuki lima belas tahun dia menghilang. Dan aku tidak tahu di mana keberadaannya saat ini.' Tangannya mengepal kuat.

"Dokter, apa bisa kita mencari stok donor darah dari rumah sakit lain? Siapa tahu saja ada," ucap Abi Yulian dengan penuh harapan.

Suara Abi Yulian mengalihkan pandangan Zuena. Hatinya kembali khawatir.

"Iya, Dok. Golongan darah B- memang langka, tapi tak ada salahnya jika pihak rumah sakit mencoba.

"Baik, saya akan coba bertanya. Tapi kita harus bisa segera mendapatkannya, agar dokter Akhtar bisa segera melewati masa kritisnya. Jika tidak segera mendapatkan donor darah B- kondisi dokter Akhtar maka akan semakin parah, bisa saja... Tiada."

Deg!

"Ya Allah... Ya Rabb, cobaan apa ini?" lirih Abi Yulian. Arjuna yang melihat kesedihan Abinya mencoba untuk saling menguatkan dengan pelukan.

"Kita do'akan saja semoga ada golongan darah yang sama dengan Akhtar," bisik Arjuna.

'Tidak. Jangan sampai itu terjadi. Aku bisa membantunya. Ya, aku bisa...' Monolog Zuena dalam hati.

Dokter pun meninggalkan mereka. Begitu juga dengan Zuena, ia sedikit menyingkir untuk menghubungi seseorang yang diyakini bisa menjadi pendonor.

...****************...

Alis Adam bertaut, "Kenapa dia meneleponku? Bukankah tadi dia bilang agar aku tidak mencarinya, tapi ini?" gumam Adam. "Apa terjadi sesuatu dengannya? Dan dia dalam keadaan darurat, maka dari itu meneleponku."

Adam sedikit memiringkan kepalanya dan berpikir. Namun, ponselnya terus berdering hingga tidak ada pilihan lain selain menerima panggilan Zuena.

"Halo, ada apa?" ketus Adam.

Karena memang keduanya menganut Kristen Ortodoks, jadi tidak harus mengucapkan salam.

"Adam, aku minta bantuan kamu sekarang juga. Datanglah ke rumah sakit Royal Infirmary tanpa bertanya apapun. Dengar, Ini perintah." Zuena langsung memutuskan panggilannya tanpa mendengar suara Adam dari benda pipih yang masih menempel di telinganya.

'Ada apa dengannya? Tapi sepertinya urgent,' gumam Adam dengan alis bertaut dan kening yang berkerut.

Karena penasaran dengan yang terjadi, Adam pun melakukan yang diperintahkan Zuena. Selain menjadi sepupu Adam juga memiliki tugas menjadi pengawal Zuena. Dan saat ini Adam tidak mau terjadi sesuatu pada Zuena. Hanya ingin memastikan Zuena baik-baik saja.

...****************...

Dalam ruangan yang dingin, Akhtar sendirian di sana. Terbaring lemah dengan selang infus yang menempel di punggung tangannya. Kemeja putihnya yang terbuka membuat luka tusuk itu semakin terlihat jelas. Perut Akhtar robek dibagian kanan bawah.

Tit..., tit..., tit...,

Hanya terdengar suara bib dari monitor pasien, ventilator, pompa infus, dan alat-alat medis lainnya. Suara-suara ini mungkin terdengar mengganggu, tetapi penting untuk pemantauan dan perawatan pasien.

Dokter memang menutup luka itu dengan kasa yang sudah steril, tapi dokter tidak bisa melakukan tindakan selanjutnya sebelum donor darah yang dibutuhkan tersedia dalam kantung yang banyak. Dan saat ini dokter sibuk untuk melakukan pemindaian foto rontgen, USG, dan CT scan.

“Pastikan dengan benar hasilnya. Jangan sampai kita kehilangan dokter Akhtar,” ujar dokter itu yang diangguki oleh dokter yang lain.

Kerja tim dokter kali ini dibutuhkan. Karena luka tusuk yang dialami Akhtar begitu dalam, dokter takut akan mengenai pembuluh darah arteri. Dan itu berarti sangat mengkhawatirkan.

Dokter kembali menemui keluarga Akhtar dan mengatakan jika stok darah B- tidak ada di rumah sakit lainnya.

“Maafkan saya, Pak. Tapi, apakah benar-benar tidak ada dari pihak keluarga? Kita harus segera menyelamatkan nyawanya.”

“Tidak ada, Dok.” Suaranya terdengar datar, tapi bukan berarti tak peduli.

Abi Yulian merasa hancur, seakan hatinya dihantam batu-batu besar.

“Bagaimana ini, Abi? Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Arjuna dengan air mata yang melesak. Kini dia berada di titik terendah, benar-benar hancur.

“Abi tidak tahu,” jawab Abi Yulian dengan lirih.

“Dokter, apa bisa saya masuk menemui putra saya?” ijin Yulian sopan.

“Maafkan saya, Pak. Bapak tidak boleh masuk.”

Abi Yulian mengusap wajahnya gusar. Tadinya berharap agar diperbolehkan masuk untuk melihat Akhtar, tapi harapannya pupus. Dokter melarangnya, karena memang ruangan itu dijaga.

Abi Yulian menempelkan wajahnya di kaca. Lewat kaca kecil itu Abi Yulian bisa melihat bagaimana kondisi Akhtar yang mengkhawatirkan.

‘Nak, jika kamu merasa kesakitan dan lelah menahan sakit itu, Abi ikhlas. Silahkan menepi! Abi tidak akan memaksamu dengan terus berada di posisi ini. Pasti sakit dan sulit, 'kan?'

Air mata melesak tanpa suara. Pertahanan seorang Ayah kini telah hancur. Hatinya kembali lebur saat detik-detik melepaskan putranya dengan kata 'ikhlas'.

...****************...

“Lapor! Bos. Sekarang posisinya ada di rumah sakit Royal Infirmary.” Kedua mata itu terus memidai pergerakan Zuena.

“Apa yang terjadi? Kenapa dia ada di sana?” tanyanya dari sambungan telepon.

“Dia mengantarkan seseorang yang mengalami luka tusuk. Dan sepertinya... dia ingin membantu orang itu mendapatkan donor darah. Karena golongan darah orang yang ditolongnya B-, golongan darah yang cukup langka.” Suara yang terdengar datar, tapi cukup untuk memberi informasi.

“Ya. Kau benar. Golongan darah B- hanya bisa menerima donor darah dari golongan B- dan O- saja. Tapi... Sejak kapan dia peduli sama orang lain?” tanyanya lagi dengan alis saling bertaut.

“Bukankah memang dasarnya hatinya lembut, Bos. Hanya saja kita mendidiknya sedikit keras.”

“Awasi saja pergerakannya. Jangan ada satupun yang terlewatkan.”

Bersambung...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!