Hidup sebatang kara, dikhianati oleh keluarganya, bahkan diusir dari rumah peninggalan orang tua oleh sang tante, membuat Ayuna Ramadhani terpaksa harus bekerja keras untuk mendapatkan pundi-pundi rupiah sebanyak mungkin di tengah kesibukkannya kuliah. Ditambah pengkhianatan sang pacar, membuat Ayuna semakin terpuruk.
Namun titik rendahnya inilah yang membuat ia bertemu dengan seorang pengusaha muda, Mr. Ibram, yang baik hati namun memiliki trauma terhadap kisah cinta. Bagaimana kelanjutan kisah Ayuna dan Mr. Ibram, mungkinkah kebahagiaan singgah dalam kehidupan Ayuna?
Selamat membaca
like like yang banyak ya teman-teman
terimakasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MASIH DEG-DEG AN
Ting
Notif email mengganggu konsentrasi Ayuna saat belanja stok barang di distributor, apalagi sedang proses bayar. "Mbak Ayuna bisa menang umroh nih, kalau restock terus begini!" ucap salah satu pegawai distributor. Ayuna meringis saja, lalu fokus ke email lagi.
"Alhamdulillah," ucap Ayuna girang setelah membaca notif email masuk. Sampai memeluk pegawai distributor yang sedang menghitung orderan Ayuna.
"Kenapa Mbak Ayuna?" tanya Desi, pegawai di distributor skincare, kaget tiba-tiba dipeluk gadis cantik calon juragan skincare.
"Gak pa-pa, oh ya makasih ya doanya. Kalau penjualan saya bulan depan naik lagi, Mbak Desi aku traktir deh!"
"Mbak Desi doang?" sindir Tika berharap ditraktir juga.
"Eh Tika doang deh, kalian berdua."
"Reseller paling baik deh, aku doain omzetnya meningkat ya Mbak Ayuna!"
"Makasih doanya," ucap Ayuna sembari membayar orderan via Qris.
Sepanjang jalan Ayuna tertawa bahagia, rasanya ia bisa tertawa lepas tanpa beban mungkin baru kali ini. Ia menyempatkan mendongak ke atas seolah mengucap syukur pada Allah akan kemudahan rezeki yang ia dapat saat ini.
"Perlu bantuan Sayang?" tanya Rajendra mengagetkan, ia sudah duduk di ruang tunggu kos Ayuna, kebetulan hari ini urusan kampus longgar. Tahu motor Ayuna masuk pagar kos, spontan ia mendekati sang kekasih.
Ayuna melepas helm dan tersenyum, "Hai!" sapanya penuh senyum bahagia.
"Ada apa nih? Kayaknya bahagia banget, gak mungkin kan sebahagia ini ketemu aku?" sindir Rajendra sedikit curiga. Laki-laki itu membantu mengeluarkan kardus dari tas obrok pelan-pelan.
Ayuna menoel lengan sang kekasih, gemas, tersindir juga sih, tiap bertemu dengan Rajendra gak sebahagia ini. Jahat kali ya.
"Coba lihat!" ujar Ayuna menunjukkan notif email tadi.
"Wah selamat, kamu keren!"
"Makasih, masih presentasi sih, cuma udah senang banget aku masuk tahap presentasi."
"Lolos, lolos, kamu baik, rezekimu juga baik," ujar Rajendra sudah mengangkut kardus-kardus skincare sampai pintu masuk kos, stop sampai di sini karena laki-laki dilarang masuk.
"Jangan lupain aku!" ujar Rajendra melas, ia sudah membayangkan betapa sibuknya sang kekasih. Apalagi lomba itu juga melibatkan pemenang dalam sebuah proyek. Belum lagi PKL yang akan dilaksanakan semester 7 nanti, Rajendra ingin protes saja, namun ia tahan. Tak mau mengecewakan sang kekasih. Mungkin saja kesibukan dan dapat cuan seperti ini bisa mengobati luka hati dan kecewa terhadap keluarganya.
"Apaan sih, aku gak bakal lupa sama kamu, Ndra. Kecuali satu!" Ayuna menatap Rajendra dan suaranya tegas.
"Apa?" tanya Rajendra sambil mengerutkan dahi.
"Selingkuh." Rajendra mendesis sebal, makanan apa sih selingkuh itu. Tidak akan ada dalam otak Rajendra menikmati kata itu, bikin sengsara malah.
"Udah buru naik, bisa kan bawa kardus itu?"
Ayuna mengangguk, ia pun membawa satu per satu kardus dan memasukkan ke dalam kamar. Rajendra sabar menunggu.
Diajak jalan gak mungkin dong, Ayuna bau keringat. Setelah meletakkan kardus dengan aman, ia mandi super kilat. Tetap harus jaga penampilan, biar gak malu kalau jalan bareng sama Rajendra yang ganteng.
Mereka berboncengan menuju kedai ayam bakar kesukaan Ayuna. Hari ini, Ayuna berniat mentraktir Rajendra, meski sang kekasih menolaknya. "Buat mama deh!" ucap Ayuna membawakan sekotak gurame bakar yang ia pesan dan split bill dari orderan Rajendra.
"Ck, kenapa sih. Udah kewajiban aku bayar, Ay!"
"Aku belum jadi istri kamu!"
"Kamu yang menolak nikah sama aku!" balas Rajendra ketus, sudah berapa kali ia melamar, dianggap bercanda terus oleh Ayuna. Eh giliran ditraktir makan dibilang bukan kewajiban. Emang bener sih!
"Kamar kamu gak sempit dengan stok barang banyak begitu?"
Ayuna mengangguk, "Sempit lah. Nanti aku tanya ibu kos deh, ada kamar kosong, mau aku sewa juga."
"Widih, bos kaya nih!" ledek Rajendra, Ayuna tertawa.
"Amin, masih merintis."
"Salut aku sama kamu, Ay. Struggle!"
"Terpaksa oleh keadaan sih sebenarnya. Aku jadi berpikir, gini ya kalau orang gak punya uang itu. Gak bakal gengsi mau ngelakuin apapun demi uang."
"Dan halal!"
"Pasti."
"Tapi nanti kalau kita sudah menikah, aku gak mau kamu terlalu sibuk." Kembali Ayuna tertawa, kok semakin ke sini ia tidak punya pikiran segera menikah dengan Rajendra ya. Ayuna merasa bersalah juga, sering menolak ajakan menikah. Padahal niatan baik bukannya harus disegerakan ya.
Entahlah, ada ganjalan di hati Ayuna tentang keseriusan Rajendra, terbersit juga kalau suatu saat nanti akan ada perubahan dalam hubungan mereka, just feeling.
"Iya, saat aku menjadi seorang istri. Prioritasku suami dan anaklah, kerja juga semampuku aja. Makanya aku puasin cari uang saat masih gadis. Biar nanti aku punya cerita ke anak-anakku, bahwa untuk mencapai kesuksesan dan banyak uang harus kerja keras."
"Baik, Nyonya!"
"Mengajarkan pada mereka, manfaatkan masa muda untuk cari pengalaman, dan bisa merasakan punya uang hasil keringat sendiri itu lebih membanggakan."
"Gue kesindir!" ucap Rajendra pura-pura sedih, Ayuna tertawa ngakak.
"Kita sebenarnya mirip sih, Ndra. Calon pewaris bukan perintis. Cuma aku terputus di tengah jalan."
"Iya dipaksa sengsara."
"Tapi aku bahagia sekarang!"
"Kelihatan. Kelihatan banget kamu bahagia atas pencapaianmu sekarang, Ay. Memang usaha di atas kaki sendiri itu lebih membanggakan. Kadang aku pikir juga sih, saat terjun ke lapangan menjadi dokter, aku siap gak yah. Sejak kecil aku disuguhi kemudian, bahkan sampai sekarang susahnya hidup aku kapan ya."
Ayuna langsung melengos, "Kesenjangan hidup banget sama aku tuh," keduanya pun tertawa. Memang setiap orang punya takdir masing-masing. Perubahan hidup juga tidak bisa diprediksi, hanya bisa dijalani dan mencari solusi.
"Presentasinya di mana?" tanya Rajendra kembali ke topik presentasi lomba.
"3 hari lagi, di aula perusahaan!"
"Aku antar ya?"
"Yakin, kamu udah selesai ujian?" kalau Ayuna memang sudah longgar, berbeda dengan Rajendra sepertinya pekan ini masih pekan UAS.
Rajendra meringis, main jeplak aja kalau urusan Ayuna, kebiasaan tak mengecek agenda hari itu. "Kayaknya gak bisa!"
"Oke tak apa, kamu sibuk dengan aktivitas kamu, aku pun begitu. Jaga hati ya!"
"Kamu kenapa sih?" tanya Rajendra sembari mengelus kepala Ayuna. Sejak pembahasan Ersa, Ayuna selalu menyelipkan peringatan untuk setia di setiap kesempatan. Dulu gak pernah begini, cuek saja. Tapi kini, pembahasan setia, selingkuh selalu masuk dalam obrolan seakan Rajendra adalah tipe cowok yang mudah berpaling.
"Aku kenapa?"
"Kayak gak percaya kalau aku setia sama kamu, akhir-akhir ini selalu ada selipan selingkuh, jaga hati. Aku gak gitu sayang!"
Ayuna mengangguk, percaya. Tapi kata itu keluar begitu saja, "Mungkin aku terlalu takut kehilangan kamu, makanya pesan untuk setia sudah masuk alam bawah sadarku."
"Boleh peluk gak?" Rajendra izin.
Kepalan tangan sudah di depan mata Rajendra, tanda penolakan. Rajendra pun tertawa. "Ya siapa tahu boleh, biar kamu tahu gimana jantungku kalau dekat sama kamu."
Ayuna mengerutkan dahi, "Emang gimana?"
"Selalu deg-deg an, karena terlalu cinta!" jawab Rajendra berhasil membuat Ayuna tersipu malu.