Karena kejadian di malam itu, Malika Zahra terpaksa harus menikah dengan pria yang tidak dicintainya.
"Argh! kenapa aku harus menikah dengan bocah bau kencur!" gerutu seorang pria.
"Argh! kenapa aku harus menikah dengan pak tua!" Lika membalas gerutuan pria itu. "Sudah tua, duda, bau tanah, hidup lagi!"
"Malik! mulutmu itu!"
"Namaku Lika, bukan Malik!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aylop, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bersikap Baik
"Memanglah mulutmu itu!" pria tinggi itu jadi kesal. Ia mencubit pipi Lika, ingin mencoba perhatian malah dibilang kesambet.
"Aduh, om!" Lika menjauhkan tangan Evan. Pipinya sakit dicubit.
"Mau makan apa?" tanya Evan. Lika sedang hamil pasti butuh banyak asupan. Juga anaknya tidak boleh kelaparan.
Lika tampak berpikir. Sebenarnya banyak sih yang ingin ia makan.
"Om, tidak masak saja?" tanya Lika. Mereka keseringan beli dan pasti boros.
"Kamu bisa masak?" tanya Evan. Selama tinggal sendiri ia makan terbang, karena ia juga tidak bisa memasak.
Lika menggeleng. "Aku tidak bisa masak." biasanya bunda yang memasak, ia tinggal makan saja.
Lika cuma bisa memasak yang basic saja. Seperti rebus air, masak mi instan dan menggoreng telur. Untuk masakan berat, ia sepertinya tidak bisa. Melihat banyaknya perbumbu-an saat masak, pasti ribet.
"Karena kamu tidak bisa masak, kita beli saja!" Tadi Evan kira Lika bisa masak.
Ternyata tidak, padahal ia tadi ingin mencicipi masakan istrinya.
"Beli makan di luar terus, bukannya boros. Gaji om bisa habis hanya untuk makan saja!" ucap wanita itu mulai menghitung-hitung.
Lika menghitung gaji yang didapat pria itu. Pasti gaji yang setara dengan gajinya bekerja.
Dan selama ini pria tua itu orangnya juga royal. Beli makan selalu di rumah makan yang terkenal mahal.
Jika setiap hari begitu, 2 minggu saja pasti sudah habis gajinya.
Evan malah tertawa, entah apa yang dipikirkan Lika.
"Eh, Malik. Aku itu tajir. Uangku tidak akan habis." ucap Evan dengan sombongnya.
Evan memang bekerja sebagai manajer di perusahaan papanya, tapi gaji yang diterimanya berbeda dari manajer lain.
Gaji yang diterimanya bisa 20 bahkan 30 kali lipat dari mereka. Belum lagi jatah bulanan dari orang tuanya. Makanya apapun bisa dibeli dan jika uangnya tidak cukup tinggal minta saja.
Orang tua Evan selalu menuruti. Yang penting Evan selalu menurut dan tidak banyak tingkah, maka semua aman terkendali.
Kini wajah Lika menunjukkan wajah jijik mendengar pak tua itu bicara sombong.
"Om aku mau makan ikan bakar yang besar." pesan Lika. Katanya Evan kaya, maka ia akan meminta makanan yang mahal.
Evan mengangguk. Ia meraih ponsel dan akan memesan makanan secara online.
Dan tidak lama, mulut Lika menganga. Di atas meja tersaji berbagai makanan. Bukan hanya ikan bakar saja, bahkan ayam bakar juga ada. Ikan gulai, udang dan cumi sambal belum lagi ada beberapa mangkuk sayuran.
"Ayo kita makan!" ajak Evan seraya menarikkan kursi untuk Lika.
Pria itu merasa geli. Baru makanan seperti ini saja, Lika sudah kaget gitu. Belum lagi melihat saldo di atmnya.
Setelah Lika duduk, Evan mengambilkan istrinya nasi.
"Lagi?" tanya Evan setelah menaruh satu centong nasi.
Lika mengangguk, tanda cukup.
"Ini makanlah!" Evan meraih piring ikan bakar dan didekatkan pada Lika. Istri kecilnya itu tadi katanya ingin makan ikan bakar.
Lika terdiam dengan perhatian Evan. Pak tua yang biasanya selalu marah-marah, kini bersikap begitu lembut. Apa salah makan obat?
Evan memang akan bersikap lembut, ia yakin perlahan Lika akan luluh juga dan akan menerima pernikahan. Mereka bisa menjalani pernikahan yang seutuhnya dan menjadi keluarga kecil yang harmonis.
Pria itu tidak mengatakan rencananya pada Lika. Karena ia tahu si Malik itu pasti tidak akan terima, lagian Lika masih memikirkan pacarnya si Boni-Boni itu.
"Malik, ayo dimakan!" ucap Evan karena dari tadi Lika diam saja. "Kamu mau ini juga?"
Evan menawarkan makanan yang lainnya. Istrinya harus kenyang agar senang, jadi anaknya akan sehat di dalam.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
"Kamu mau ke mana?" tanya Evan melihat Lika keluar dari kamar. Pakaiannya sudah rapi saja.
"Mau kerja." jawab Lika. Ia sudah izin beberapa hari tidak masuk.
Evan menggeleng dan menghampiri Lika. Ia tidak akan membiarkan wanita yang sedang mengandung anaknya itu bekerja.
"Kamu tidak usah bekerja, aku akan menyukupi semuanya!" ucap dengan tegas. Ia akan menjadi kepala keluarga yang bertanggung jawab.
"Ayo, sarapan!" Evan menarik tangan Lika menuju dapur.
"Makanlah, tadi aku beli di depan komplek." ucap Evan seraya menarikkan kursi lalu menyodorkan mangkuk berisi bubur ayam.
Evan tidak bisa masak jadi ia membeli saja.
Dan wajah Lika mencibir. Pak tua yang menyebalkan itu kini perhatian dan lembut sekali.
Tapi Lika tidak ambil pusing, ia makan saja dengan lahap. Bubur ayamnya sangat enak. Ayamnya sangat banyak sekali.
Perut sudah kenyang, Lika pun menenggak teh hangat. Begitu nikmat pagi ini.
"Kita akan ke dokter hari ini." ucap Evan.
"Ngapain???" tanya Lika dengan nada tidak senang.
"Untuk memeriksakan kandunganmu." ucap Evan. Ia ingin tahu perkembangan anaknya.
Lika loading sejenak dan,
"Hahahaha," wanita yang dianggap hamil itu malah tertawa terbahak-bahak.
Ia kini mengerti kenapa pak tua itu bersikap baik dan lembut padanya. Ternyata pria itu mengira ia benar-benar hamil.
"Kenapa kamu tertawa?" tanya Evan. Apa ucapannya ada yang salah?
"Kemarin aku muntah-muntah karena masuk angin bukan hamil, om." jelas Lika masih sambil tertawa.
"Maksudmu?" tanya Evan dengan wajah serius. Ia butuh penjelasan.
"Aku tidak hamil, om. Aku datang bulan." jawab Lika dengan wajah bahagia seperti menang lotre.
"Apa???"
.
.
.
gmn hayo Lika, jadi gak minjem uang ke Evan untuk transfer Boni? 😁
Van, tolong selidiki tuh Boni, kalau ada bukti yg akurat kan Lika biar sadar tuh Boni hanya memanfaatkan dan membodohi nya doang
makanya jangan perang dunia trs, romantis dikit kek sebagai pasutri 😁