Nur Azizah gadis biasa yang telah dijual oleh tantenya sendiri untuk menebus rumah yang akan disita. Nur tidak menyangka, nasibnya akan tragis. Saat orang yang membeli tubuhnya berusaha menodai gadis itu, dengan susah payah Nur berusaha kabur dan lari jauh.
Dalam aksi pelariannya, Nur justru dipertemukan dengan seorang pria kaya raya. Seorang pria tajir yang katanya tidak menyukai wanita.
Begitu banyak yang mengatakan bahwa Arya menyukai pria, apa benar begitu?
Rama & Irna
Masih seputar pria-pria menyimpang yang menuju jalan lurus. Kisah Rama, si pria dingin psiko dan keras. Bagaimana kisah Irna hidup di sisi pria yang mulanya menyukai pria?
Jangan lupa baca novel Sept yang lain, sudah Tamat.
Rahim Bayaran
Istri Gelap Presdir
Dea I Love You
Menikahi Majikan
Instagram Sept_September2020
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sept, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengantin Baru
Suamiku Pria Tajir #12
Oleh Sept
Rate 18+
"Ya ampun, mengapa kamu sangat terkejut?" Mama menatap aneh pada Arya. Wanita paruh baya itu kemudian kembali berbicara.
"Kalian menikah, salah satunya demi mendapat keturunan, kan? Hanya karena dia masih muda, jangan bilang kalian mau menunda momongan?" tuduh mama yang sudah tak sabar ingin meminta cucu.
Arya menelan ludah dengan kasar.
"Tidak Ma, Arya tidak menundanya," jawab Arya cepat. Agar masalah tidak semakin panjang.
"Bagus!" Bibir mama mengembang, ia menatap Nur dengan senang. Sedangkan yang ditatap, merasa canggung tak karuan. Mengapa tiba-tiba membicarakan anak? Nur memikirkan saja sudah ngeri. Ini pernikahan bohongan, Mas Arya bahkan sudah janji tidak akan menyentuh dirinya. Entah mengapa, Nur malah kurang nyaman melihat Arya yang terus berdusta pada ke dua orang tua itu.
Tidak terasa, jamuan makan malam sudah selesai. Mama ingin menahan Nur lebih lama, sayang sekali. Arya berniat langsung mengantar Nur, dengan alasan sudah larut malam.
"Nanti ... kalau sudah menikah, tinggal di sini ya?" bujuk mama saat Nur dan Kakak palsunya berpamitan.
"Maaa!" Arya melirik pada mamanya.
Kalau tinggal satu atap dengan sang mama, bisa-bisa Arya tidak bisa bebas. Seolah ada banyak mata yang mengawasi gerak-geriknya.
"Pokoknya kalian tinggal sama Mama dulu, terserah kalau beberapa bulan kemudian. Lagian kamu kerja, Papa kerja, Mama gak ada temennya. Kamu tinggal di sini saja ya?" ucap mama sambil mengengam tangan Nur lembut.
Tidak tahu kenapa, aura Nur membuat mama merasa langsung sayang. Wajah Nur yang mellow nan sendu, membuat wanita itu jatuh hati. Seperti menemukan anak yang hilang. Atau mungkin karena akhirnya Arya mau menikah. Ibarat kata, Nur seperti jawaban dari segala doa mama selama ini.
"Terserah Mas Arya, Tante." Akhirnya Nur berucap.
"Jangan panggil Tante! Panggil saja Mama." Wanita itu tersenyum lebar dan ramah.
"I ... iya, Ma." Jelas sekali gadis itu merasa kikuk dan canggung.
"Ya sudah, hati-hati. Pelan-pelan aja kalau nyetir!" ucap mama sambil memeluk Arya.
Mama tidak sabar, semua berkumpul di rumahnya. Biar rumahnya tak seperti kuburan yang sepi.
"Permisi, Tante," dokter Ronald pamit dan tersenyum ramah pada keluarga Brotoseno tersebut.
Setelah masuk mobil, Arya akhirnya bisa bernapas lega. Dengan perasaan plong ia mengendara ke kediaman dokter Ronald.
"Maaf Nur, harus menitipkanmu di sini." Akhirnya mereka sudah tiba.
"Tidak apa-apa, Tuan."
"Biasakan merubah panggilanmu, Nur!" protes Arya.
"Ah, baik ... iya."
"Ya sudah, istirahatlah."
Setelah bicara sebentar pada Nur, Arya kini menemui dokter Ronald.
"Terima kasih atas bantuannya."
"Santai aja," balas Ronald dengan senyum tulus.
"Titip Nur, Aku balik dulu."
Ronald mengangguk.
***
Apartemen Arya Pramudya.
Malam itu lorong apartemen terlihat begitu sepi, mungkin karena sudah larut, hampir seluruh penghuni pasti memilih menghabiskan waktu istirahat di dalam apartemennya masing-masing. Seperti biasa, Arya melangkah dengan santai. Ia naik lift sendiri, benar-benar sangat sepi dan sunyi.
Saat sudah sampai di depan pintu apartemen, ia menatap sekeliling. Hening tanpa suara apapun. Setelah masuk, Arya pergi ke kamar mandi. Membasuh muka dan berganti pakaian. Ia mau merebahkan tubuhnya. Hari ini adalah hari yang padat dan melelahkan.
***
Beberapa hari kemudian.
Di sebuah hotel bintang lima yang terkemuka di kota itu, mama nampak sumringah ketika menemui para tamu undangan. Kalau semua lancar, pagi ini Arya akan menikahi Nur Azizah.
"Kamu yang mau nikah, kok Mama yang deg-degan ya," ucap mama memegangi dadanya yang sejak tadi berdegup kencang.
Sedangkan Arya, pria itu terlihat begitu santai. Seolah pernikahan ini bukan menjadi beban. Barangkali ia malah akan merasa terbebaskan, setelah menikahi Nur. Maka keluarganya tidak akan menuntut ini dan itu. Tidak akan ada lagi acara kencan buta yang menyita waktunya. Ia bener-bener akan bebas, meskipun statusnya sudah menikah.
"Cantiknya!" pekik mama membuat Arya langsung menoleh.
Nur sedang berjalan memasuki ruangan, dan di sebelahnya ada miss Rosa yang mengantar Nur untuk duduk di tempat yang sudah disiapkan.
"Kamu nggak salah pilih!" bisik mama.
Arya hanya tersenyum tipis, entah mengapa mau secantik apapun Nur. Getar-getar rasa belum mau menyapa hatinya.
Karena acara mau di mulai, mama pun meninggalkan tempat duduknya. Ia kembali ke tempat aslinya.
"Saudara Arya, apa sudah siap?" tanya penghulu.
Arya lantas mengangguk dan mengatakan kesiapannya. Detik berikutnya ikrar yang disaksikan ribuan Malaikat itu pun terdengar lantang memenuhi seluruh ruangan dengan satu kali tarikan napas.
SAH
SAH
SAH
Kata sah pun serentak diucapkan seluruh penghuni ruangan. Mama dan Tuan Brotoseno merasa lega, akhirnya putra mereka bisa melepas masa lajang juga. Mereka salah, bila mengatakan Arya suka pria. Lihat sekarang! Putra kebangaan keluarga Brotoseno pria normal. Tingga menunggu waktu, cucu pewaris KCF Group akan lahir.
Tuan Brotoseno berandai-andai, Arya akan segera memberi mereka pewaris, sang penerus garis keturunan keluarga Broto yang terkenal kaya tujuh turunan tersebut.
***
Tidak terasa, acara sudah memasuki babak akhir. Semua tamu undangan satu persatu memberikan ucapan selamat pada kedua mempelai.
"Selamat ya," Ronald memeluk Arya erat. Meski ia tahu, ini pernikahan yang tak biasa. Tapi, ia cukup senang. Siapa tahu Arya bisa tertarik dengan Nur. Gadis itu cukup cantik dan yang pasti, cinta bisa tumbuh kalau terbiasa bersama. Ronald berharap, pernikahan ini kedepannya bisa menjadi pernikahan yang sempurna.
Setelah Ronald undur diri, gantian tamu yang lain. Sampai habis tak bersisa. Yang tertinggal hanya keluarga inti tuan Brotoseno.
"Mama sama Papa pulang dulu, Mama tunggu kabar gembira dari kalian." Mama mengedipkan sebelah matanya kepada Nur.
Gadis itu hanya mampu menelan ludah dan mengangguk pelan.
"Papa pulang dulu, jaga Nur baik-baik!" pesan papa sambil memeluk putranya.
"Iya, Pa."
"Ingat! Jangan pakai pengaman!" celetuk mama, dan hal itu sukses membuat Arya tak enak pada Nur. Sang mama terlalu terbuka mengenai hal begituan. Ia jadi tak enak hati pada Nur.
"Hemmm!"
"Ya sudah, Mama pulang. Dah ..."
***
Kamar pengantin, presidential suit.
Setelah semua acara selesai, Arya dan Nur langsung ke kamar, masih di hotel yang sama saat acara pernikahan tadi pagi digelar. Arya tidak merasakan apapun, secuil getaran pun tidak ada, dengan santai ia masuk ke kamar pengantin yang dihias sedemikian rupa tersebut.
Ribuan kelopak mawar yang ditabur pun tak ada pengaruhnya bagi pria seperti Arya. Minatnya pada wanita belum ada. Entahlah, ia sendiri tidak tahu. Mau seseksi apapun si wanita, tidak bisa membuat hatinya berdebar dan berdesir.
"Kamu atau aku dulu yang mandi?" tanya Arya sembari melirik Nur yang duduk di meja rias. Gadis itu sedang melepas satu persatu pritilan accessories yang ia kenakan.
"Tuan dulu, Nur belum selesai melepas ini semua," jawab Nur dengan canggung dan kaku. Satu kamar dengan pria asing membuat gadis itu dilanda kecemasan dan rasa tak nyaman.
"Baikan, oh ya Nur ... tolong jangan panggil Tuan. Biasakan mulai sekarang."
"Iya, baik ... Mas."
Arya tersenyum tipis, kemudian melangkah menuju kamar mandi.
Sesaat kemudian.
Nur sudah berganti pakaian, meski belum mandi. Tapi, ia sudah melepas gaun resepsi yang tidak nyaman itu. Terlalu glamour dan ribet. Nur kurang suka. Tidak lama, pintu kamar mandi terbuka.
Arya muncul hanya dengan memakai handuk yang melilit di pinggangnya. Melihat pemandangan yang baru pertama kali itu, Nur jelas jadi panik, ia pun langsung berbalik dengan cepat.
"Aku sudah selesai, kamu mandi sana!" seru Arya.
"Iya ...!"
Buru-buru Nur pergi ke kamar mandi, cukup lama ia di dalam sana. Nur berharap, saat ia keluar kamar mandi, Arya sudah tertidur.
***
Klek
"Semoga Mas Arya sudah tidur," batin Nur. Kepalanya menyembul dari balik pintu, ia berusaha mengintip.
"Lama sekali!" ucap Arya tiba-tiba.
"Astaga!" Nur terhenyak, ia kaget karena yang diintip malah ada di depan mata.
"Jangan lama-lama, nanti masuk angin!" ucap Arya kemudian mengambil segelas air putih untuk ia minum. Setelah itu ia meninggalkan Nur yang masih diam mematung.
"Kamu tidur saja di ranjang itu, aku tidur di sofa!" ucap Arya lagi.
"Tidak Tuan, eh Mas Arya. Nur saja yang di sofa," tolak Nur spontan.
"Kamu mau tidur berdua di atas sofa?" tuduh Arya. Bersambung.