"Jika ada kesempatan kedua, maka aku akan mencintai mu dengan sepenuh hatiku." Kezia Laurenza Hermansyah.
"Jika aku punya kesempatan kedua, aku akan melepaskan dirimu, Zia. Aku akan membebaskan dirimu dari belengu cinta yang ku buat." Yunanda Masahi Leir.
Zia. Cintanya di tolak oleh pria yang dia sukai. Malam penolakan itu, dia malah melakukan kesalahan yang fatal bersama pria cacat yang duduk di atas kursi roda. Malangnya, kesalahan itu membuat Zia terjebak bersama pria yang tidak dia sukai. Sampai-sampai, dia harus melahirkan anak si pria gara-gara kesalahan satu malam tersebut.
Lalu, kesempatan kedua itu datang. Bagaimana akhirnya? Apakah kisah Zia akan berubah? Akankah kesalahan yang sama Zia lakukan? Atau malah sebaliknya.
Yuk! Ikuti kisah Zia di sini. Di I Love You my husband. Masih banyak kejutan yang akan terjadi dengan kehidupan Zia. Sayang jika dilewatkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#11
"Nona Zia, di tunggu tuan muda di ruangannya."
"Oh, baik. Saya segera ke sana," ucap Zia dengan bahagia menanggapi apa yang Deswa katakan barusan.
Zia sontak langsung beranjak. Deswa yang melihat kebahagiaan itu malah langsung mengernyitkan mata. "Apa yang terjadi sih sebenarnya?"
Tentu saja Deswa sangat bingung akan keadaan saat ini. Perubahan tuan mudanya yang datang secara tiba-tiba, plus, munculnya gadis asing yang berusaha untuk mendekati tuan mudanya. Semaunya sangat sulit untuk dia cerna.
"Sebenarnya, apa yang sedang terjadi? Wanita asing itu siapa?"
"Tunggu! Apa jangan-jangan, wanita itu adalah wanita yang ada di masa lalu tuan muda. Tapi ... aish, aku bersama tuan muda sejak remaja. Masa iya ada wanita dari masa lalu. Kapan datangnya?"
Sementara Deswa masih sibuk dengan pikirannya, masih pusing memikirkan hal-hal aneh yang tiba-tiba muncul akhir-akhir ini, Zia sudah pun masuk ke ruangan Yunan. Senyum manis langsung terlihat saat Zia menampakkan wajahnya dari balik daun pintu yang sedang terbuka.
Yunan yang duduk di belakang meja langsung terdiam seketika. Senyum manis yang tidak pernah dia lihat di kehidupan sebelumnya, sekarang hadir di depan mata. Yunan terpukau.
Pria itu masih terdiam dengan mata yang terus menatap Zia hingga si gadis berdiri di depannya. "Pak. Ah, maaf. Tuan muda. Saya datang untuk menyerahkan dokumen ini pada tuan muda."
Namun, ucapan itu tak mampu untuk menyadarkan Yunan akan apa yang sedang pria itu lamun kan. Yunan masih terpaku dengan mata yang terus menatap Zia.
Zia pun langsung melambaikan tangannya di depan Yunan. Tentu saja setelah dia perhatikan Yunan selama beberapa saat sebelumnya.
"Tuan muda."
"Tuan muda Yunanda."
"Halo .... "
"Pak!"
"Ah, iy-- iya. Apa? Maaf, saya, sedang banyak pikiran," ucap Yunan berusaha menyembunyikan rasa malu yang sedang menyapa. Tangannya pun kelabakan menyentuh apa saja yang ada di dekatnya secara acak.
"Maafkan saya yang telah lancang menganggu waktu anda, tuan muda. Saya datang, untuk mengantarkan dokumen."
"Oh, baiklah. Gak papa. Kalau gitu, kalau sudah selesai, kamu bisa pergi."
"Ee ... tuan muda. Sebenarnya, saya ... saya bawa makanan kesukaan tuan muda."
Ucapan Zia langsung menghentikan gerakan tangan Yunan. Yunan pun langsung mengangkat wajahnya secara perlahan.
"Kamu yakin? Ah, maksud aku, tidak. Aku tidak butuh makanan. Karena, karena aku sudah sarapan tadi."
Penolakan Yunan membuat wajah Zia sedikit sedih. Yunan yang melihat hal tersebut langsung membenarkan kembali kata yang sebelumnya ia ucapkan.
"Ah, tapi, kalau kamu sudah membawakannya, aku, aku mungkin tidak keberatan untuk menerima."
Senyum indah Zia perlihatkan. "Benarkah? Baiklah. Tunggu sebentar! Aku akan ambilkan makanan itu, tuan muda."
Selesai berucap, Zia langsung beranjak dengan wajah bahagia. Yunan yang melihatnya hanya bisa terdiam. Sebenarnya, Yunan ingin berpesan pada Zia agar tidak terburu-buru. Tapi, pesan itu dia tahan. Dia pun hanya bisa terus menatap Zia yang pergi menjauh dengan tatapan lekat.
Setelah gadis itu hilang dari pandangan mata, Yunan pun langsung menggelengkan kepalanya. "Zia- Zia. Aku tidak yakin kalau kamu tahu apa makanan kesukaan ku. Tapi, perubahan yang kamu perlihatkan di kehidupan ini sangat jauh berbeda dari kehidupan yang lalu. Andai saja dulu kamu bersikap sedikit saja manis di depan ku, mungkin, aku akan jadi orang yang paling bahagia saat itu, Zia."
Sementara itu, Zia yang ingin mengambil rantang bekalnya di meja kerja. Berjalan dengan penuh semangat. Senyum manis terus terlihat.
Namun, tiba-tiba saja, senyum itu berubah karena tidak dia temukan lagi rantang bekal yang sebelumnya dia letakkan di atas meja. Dia langsung merasa sedikit panik karena kehilangan barang yang ingin dia serahkan pada Yunan.
"Lho, di mana rantang makanan ku? Tadi kan, sebelum aku pergi, rantang itu ada di atas meja. Tapi, sekarang kok gak ada sih?"
Zia sibuk mencari, lalu menanyakan pada rekan terdekat dengan sedih. Jawaban merekapun tidak menyenangkan hati Zia.
"Tau."
"Gak tahu ya. Gak ngurus rantang makanan kita."
"Tau ah. Aku kan sibuk sama kerjaan ku. Lagian, ini bukan waktu makan. Ya kali nyari rantang makanan."
"Ya elah, malah nyari rantang. Kamu niatnya mau kerja atau mau makan?"
Begitulah jawaban mereka dengan nada ketus. Zia pun memilih untuk tidak menjawab apa yang mereka katakan. Dia karyawan baru, mungkin harus lebih bersabar lagi. Begitulah yang ada dalam pikiran Zia saat ini.
Zia pun berjalan dengan langkah berat ke ruangan Yunan. Wajah sedihnya susah payah dia sembunyikan.
"Permisi, tuan muda."
Yunan mengangkat wajah dengan pelan.
"Iya."
Saat matanya melihat Zia, kesedihan yang terpancar langsung bisa dia lihat dari wajah tersebut. Hatinya langsung bergolak. Ternyata, perasaannya masih sama seperti di kehidupan yang lalu. Yunan masih sangat memahami Kezia.
"Zia. Kamu kenapa?"
"Gak papa, tuan muda. Saya baik-baik saja. Hanya ... maaf, tuan muda. Makanannya ... saya lupa bawa. Jadi, saya tidak bisa memberikannya pada tuan muda."
Yunan menatap wajah itu dalam-dalam. Dia sangat tahu bagaimana perasaan Zia saat ini. Karena di kehidupan yang lalu, dia sudah sangat memahami Zia dengan sangat baik.
"Maaf, pak. Saya hanya ingin mengatakan soal itu. Saya permisi sekarang."
Zia pun beranjak. Yunan yang melihat hal tersebut berniat untuk menahan. Tapi, bibirnya terlalu berat untuk berucap. Akhirnya, dia melepaskan kepergian Zia dengan begitu saja.
Karena ingatan masa lalu itu masih terasa dengan sangat jelas. Dia berusaha sangat keras untuk membuat Zia bahagia berada di sisinya. Tapi sayang, usahanya tidak pernah membuahkan hasil.
Seperti, saat Zia sedang sedih. Dia berusaha membujuk gadis itu dengan sangat keras. Tapi yang dia terima malah kemarahan yang akan berujung pada pengusiran dari Zia. Yunan sungguh sangat menyayangi Zia. Tapi kehidupan sebelumnya, Zia terlalu ceroboh dan bod*oh. Cinta tulus Yunan dia abaikan begitu saja.
"Dewsa. Cek cctv ruangan kerja karyawan lantai dua. Aku ingin tahu apa yang sedang terjadi di sana."
"Baik, tuan muda."
Deswa langsung melakukan apa yang Yunan perintahkan. Rekaman cctv beberapa saat yang lalu langsung di putar. Awalnya, semuanya baik-baik saja. Hingga setelah Zia meninggalkan mejanya, dua karyawan wanita tangan mendekat.
Karyawan itu mengambil rantang Zia yang gadis itu tinggalkan di atas meja. Membuka isi dari rantang tersebut, lalu membuangnya ke dalam tong sampah. Sungguh, hal tersebut membuat Yunan merasa sangat kesal.
Bagaimana tidak? Seseorang telah menyakiti wanita pujaan hatinya. Walau dia tidak berniat untuk mengulang masa lalu untuk hidup bersama dengan Zia, tapi kenyataan bahwa dia masih sangat mencintai wanita itu tidak bisa dipungkiri.
"Kurang ajar." Yunan berucap dengan nada kesal. "Berani-beraninya dia melakukan hal jahat di perusahaan ku."
"Deswa."
"Ya, tuan muda."
"Panggil dua karyawan tanpa adab ini datang ke ruangan ku sekarang juga."
"Baik, tuan muda."