Aliza Azzahra harus menikah dengan laki-laki yang menjebaknya. Aliza di grebek warga bersama Dhafian, seorang pria yang sengaja mengatur rencana agar bisa menikahi dirinya untuk tujuan pembalasan dendam.
Dhafian hanya ingin membalaskan dendam atas kematian ayahnya yang berkaitan dengan Paman Aliza. Orang yang selama ini tinggal bersama Aliza saat kedua orangnya meninggal dalam kecelakaan.
Meski Aliza mengetahui pernikahan itu untuk dendam. Tetapi tidak satupun rahasia suaminya yang tidak dia ketahui. Dhafian kerap kali berterus terang kepadanya.
Bagaimana Aliza menjalani pernikahannya dengan pria yang dipenuhi dengan dendam.
Apakah kemuliaan hatinya mampu menaklukkan seorang Dhafian?
Lalu bagaimana perjalanan pernikahan mereka berdua yang penuh dengan lika-liku, air mata dan diwarnai dengan keromantisan tipis-tipis.
Mari para pembaca untuk mengikuti ceritanya dari bab 1 sampai akhir, jangan boom like dan jangan suka nabung Bab.
Ig. ainunharahap12.
Ig. ainuncefeniss
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 11 Amarah
Aliza dan Dhafian saling menatap begitu dingin. Aliza yang dia ketahui selama ini sangat lembut dan bahkan selalu diam dan ternyata kalau marah, kata-kata yang keluar dari mulutnya tidak akan pernah terlupakan dan tatapan matanya terlihat begitu sangat tajam.
"Kau sadar sedang berbicara dengan siapa?" tanya Dhafian yang masih saja berusaha setenang mungkin.
"Aku baru saja berbicara kepada laki-laki yang mengaku menjadi suamiku. Tetapi apa ada suami yang sengaja mengambil video istrinya tanpa menutup auratnya dan ingin memerkan pada laki-laki lain?" tanyanya.
"Tuan Dhafian, aku sangat menjaga kehormatanku dan juga harga diriku dan semua itu untuk suami yang menikahiku secara sah. Tetapi jika Anda tidak bisa menghargaiku dan mempermainkanku seperti ini. Maka, jangan salahkan saya, jika saya juga tidak akan pernah menghargai Anda!" tegas Aliza dengan menekan suaranya yang masih saling menatap tajam dengan Aliza.
"Anda sama saja menghancurkan kehormatan istri Anda daripada Anda berpikir untuk melindunginya!" lanjut Aliza.
Dhafian diam terpaku yang tangannya mengepal ponsel itu dengan sangat kuat. Tetapi tidak ada satu kata pun yang berhasil keluar dari mulutnya, entah mengapa saat berhadapan dengan Aliza dan mendengar kata-kata yang menohok dari sang istri membuatnya tidak mampu berbicara.
Dhafian tiba-tiba saja langsung berlalu dari hadapan Aliza.
Suara bantingan pintu kamar yang sangat keras yang sudah menggambarkan emosi Dhafian yang menggebu-gebu.
Aliza menarik nafas panjang yang membuang perlahan ke depan dengan mata terpejam sesaat.
"Ya Allah, apa hamba terlalu kasar berbicara seperti itu kepada suami hamba sendiri. Apa hamba menjadi istri yang durhaka?" batin Aliza yang terlihat jelas bahwa dia sedang menyesal.
Sementara Dhafian yang keluar kamar yang langsung menuju kolam renang.
"Sial!" umpat Dhafian meluapkan emosinya dan bahkan membanting ponsel yang ada di tangannya.
Ponsel itu masih hidup yang ternyata hanya kamera saja yang hidup tanpa ada rekaman. Dhafian memang tadi belum sempat merekam istrinya.
"Berani sekali dia berbicara seperti itu kepadaku!" teriak Dhafian dengan suara menggelegar yang meremas rambutnya begitu kuat.
"Kurang ajar!" umpat Dhafian dengan amarah yang menggebu-gebu wajah memerah dan rahang kokoh mengeras.
"Dhafian ada apa dengan dirimu? kenapa kau hanya diam saja saat wanita itu berbicara begitu banyak kepadamu?"
"Kau benar-benar gila Dhafian, kau memperlihatkan dirimu yang sangat bodoh di hadapannya, dia sekarang pasti tertawa terbahak-bahak di kamarnya yang mengejekmu!" umpat Dhafian dengan tersenyum getir.
Dia bahkan sampai tertawa yang menertawakan diri sendiri karena terlihat begitu lemah di hadapan Aliza. Lagi pula suami seperti apa yang merekam istrinya dan ingin memamerkan pada laki-laki lain.
***
Perusahaan.
Mobil yang di tumpangi Dhafian yang disetiri oleh Arga berdiri di depan Perusahaan yang beroperasi dalam bidang makanan instan.
Dengan sangat gagah Dhafian yang merapikan jasnya turun dari mobil yang melangkah dengan kaki yang sangat lebar memasuki Perusahaan yang diikuti oleh Arga yang juga tidak kalah gagah.
Setiap orang-orang yang berpapasan dengannya menundukkan kepala memberi hormat dan jangan harap akan dibalas oleh Dhafian.
Sampai akhirnya Dhafian memasuki ruangannya yang langsung duduk dengan kakinya diangkat di atas meja dengan posisi menyilang.
Dhafian tampak begitu frustasi yang memijat kepalanya dan memejamkan matanya sebentar.
Arga yang berdiri di depan pintu mendapatkan telepon.
"Baiklah!" ucap Arga mematikan panggilan telepon tersebut.
"Tuan Dhafian. Ardito ada di sini dan ingin bertemu dengan Anda," ucap Arga.
"Hahhhh!" Dhafian menarik nafas panjang dan membuang perlahan ke depan.
"Akhirnya dia menemuiku juga," ucap Dhafian dengan tersenyum miring.
"Lalu apa saya harus membiarkannya masuk atau bagaimana?" tanya Arga.
"Dia sangat merindukanku dan ingin bertemu denganku, lalu apa salahnya membiarkannya masuk," jawab Dhafian yang tampak begitu santai.
Arga menganggukkan kepalanya berbalik badan yang ingin membuka pintu, tetapi tidak sempat mana pria itu sudah memasuki ruangan Ardito dan lihatlah langkahnya begitu sangat cepat menghampiri Dhafian.
"Bajingan kau!" Ardito yang ingin memasuki area meja kerja Dhafian yang ingin melampiaskan emosinya tetapi langsung ditahan oleh Arga.
Dhafian melihat pria yang penuh dengan emosi itu hanya mendengus kasar yang tampak merasa sangat menyedihkan laki-laki yang masuk ke ruangannya itu.
"Tinggalkan kami!" titah Dhafian pada asistennya yang membuat Arga menganggukkan kepala dan langsung keluar dari ruangan itu.
Dhafian kembali merapikan jasnya yang juga keluar dari area bangkunya dan sekarang sudah berhadapan di depan Ardito.
"Apa yang kau lakukan hah! berani sekali kau menggangu wanitaku!" ucap Ardito dengan suara menekan yang tangannya terkepal yang rasanya ingin sekali dilayangkan ke wajah Dhafian.
"Jadi benar jadi cantik itu adalah wanitamu?" tanya Dhafian dengan tersenyum miring.
"Tapi sayang sekali jika dia sudah menjadi milikku? Apa yang harus aku lakukan?" ucapnya terlihat begitu santai dengan menggaruk kepalanya menggunakan jarinya yang mengejek Ardito dengan sepuas hatinya.
"Kau benar-benar pecundang. Kau berurusan dengan engkau dan kau sekarang melibatkan dia. Apa kau pikir aku akan membiarkanmu menang hah!" sahut Ardito.
"Tapi sayang sekali dia sudah bersamaku. Lalu perkataan kamu yang seperti ini sudah tidak ada gunanya. Maaf, aku telah merebutnya darimu," ucap Dhafian menepuk bahu Ardito dan tangan itu langsung ditepis kasar.
"Aku benar-benar tidak pernah semuak ini kepada laki-laki sepertimu," sinis Ardito.
"Aku sangat menghargai kemarahan kamu atas calon istrimu yang sekarang sudah menjadi milikku. Ardito pengacara terhebat bukankah kau harus mengingat perkataanku bahwa aku juga tidak akan membiarkan hidupmu tenang dan apalagi mendapatkan istri seperti itu. Jiwa perebut ku akan meronta-ronta untuk mendapatkannya," sinis Dhafian.
"Jangan merasa senang dulu ketika Aliza sedang ada bersamamu yang kau nikahi secara licik. Kau juga tidak akan sempat bersenang-senang dengannya. Karena aku akan menyeretmu ke penjara!" tegas Ardito dengan penuh ancaman.
"Dhafian mulai hari ini setelah aku keluar dari ruangan ini, aku bisa menjamin kau tidak akan bisa tidur tenang. Banyak sekali jejak yang kau tinggalkan di rumah judi itu, bersiaplah jika aku akan memasukanmu ke penjara!" tegas Ardito dengan penuh ancaman yang ternyata dibalas Dhafian dengan tersenyum miring.
"Ini juga perkataan yang pernah aku dengar satu tahun lalu dan lihatlah sekarang aku berhadapan denganmu," ucap Dhafian dengan menghela nafas.
"Kau, Lucky dan Daniel adalah orang-orang bodoh yang tidak akan bisa menangkapku. Bukti yang kalian punya sangat tidak mempan untuk membuatku merasakan dinginnya penjara," ucapnya dengan tersenyum penuh ejekan.
"Pengacara hebat, sebaiknya sampaikan saja kepada tuan Lucky, komandan kepolisian yang sangat dihormati untuk berhati-hati dalam menyelidiki sebuah kasus dan jangan sampai dia terjebak. Sayang sekali jabatannya akan dipertaruhkan untuk hal bodoh seperti itu," lanjut Dhafian.
"Ini juga peringatan untuk orang sepertimu!" tegas Dhafian.
"Dhafian, Dhafian, aku benar-benar sangat kasihan kepadamu, kau berbicara seperti ini hanya berusaha untuk tenang dan padahal kau begitu sangat ketakutan. Aku tahu apa yang kau rasakan saat ini dan aku harus mengatakan jika nasibmu benar-benar sangat malang," ucap Ardito.
"Kita akan sering bertemu ke depannya, karena banyak sekali hal yang harus kita bahas dan sampai bertemu di kantor Polisi!" ucap Ardito yang membuat wajah Dhafian yang tadinya tersenyum dan sekarang berubah menjadi datar ketika laki-laki itu berlalu dari hadapannya yang membuat tangan Dhafian terkepal.
Bersambung.....