Aldena Faradila tak menyangka akhirnya harus kembali ke tempat yang paling dihindarinya selama lima tahun ini. Dena harus kembali karena saudara kembarnya yang jatuh sakit dan juga wasiat dari Vania, almarhum ibunya.
Kembalinya Dena ke rumah almarhum maminya membuat keluarga papinya tak suka dan mencoba mengusirnya kembali.
Sayangnya, Dena lima tahun yang lalu sudah berubah dan kini bersiap membalaskan dendam dan sakit hatinya.
Rupanya semua tak berjalan semulus apa yang direncanakan oleh Dena. Dia harus menikah sebelum usianya dua puluh lima tahun dengan lelaki yang sudah dipilihkan oleh almarhum maminya.
Apakah Dena bersedia menikah dengan Gara, atau lebih memilih kehilangan harta warisannya? Lalu bagaimana jika ternyata Dena masih belum bisa melupakan masa lalunya yang ternyata keponakan dari Gara?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naira_W, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mahar
"Mahar?" tanya Anggara yang tiba-tiba saja otaknya kosong saat melihat kehadiran lelaki bernama Albert.
"Jangan bilang kamu nggak mau keluar modal buat nikah sama Dena." ucap Albert sambil memicingkan matanya.
Anggara seketika menjadi kicep, beberapa kali menelan ludahnya.
"Y_ya nggaklah om. Saya udah siapin mahar buat Dena." kata Anggara gugup
"Apa?" tanya Albert
"Hah???" Anggara terlihat bodoh padahal dia adalah pemuda cerdas. Tapi ketika berhadapan dengan paman dari Dena dia tak berkutik.
"Maharnya apa?" tanya Albert dengan suara yang lebih keras dibanding sebelumnya.
Habis sudah kesabarannya menghadapi pemuda ini. Albert pun merasa ragu dan heran kenapa adiknya malah memilih lelaki ini untuk dijadikan suami Dena.
"Se_semuanya juga boleh, om." jawab Anggara tanpa berpikir lagi.
"Semuanya? Yakin kamu?" tanya Albert lagi kini dia mulai menurunkan intonasi suaranya.
"Yakin, om." Anggara mengangguk mantap
"Nanti bisa miskin kamu, setelah nikah nanti." sahut Roland menimpali percakapan dua orang dihadapan nya.
"Nggak apa-apa. Nanti saya jualan lagi biar kaya." kata Anggara
Roland terkekeh mendengar ucapan Anggara.
"Kelihatan banget gugupnya. Udah, Bet. Jangan dikerjain lagi nih anak. Vania udah memutuskan anak ini lulus buat jadi mantunya." kata Roland yang sudah tak tahan lagi memasang wajah datar dan garang seperti satpam komplek.
Sementara Anggara sedikit bernafas lega. Setidaknya pengacara satu ini pro dengannya.
"Sudah tau kalau Dena mau donor sumsum tulang belakangnya untuk Dana?" tanya Albert
Anggara terlihat kaget mendengar pertanyaan Albert. Namun dia menggeleng dengan cepat sebelum Albert mulai memainkan nada tingginya.
"Nah, sekarang kamu tau. Karena Dena bersedia menjadi pendonor otomatis harus mempersiapkan kesehatannya. Dan juga setelah operasi, Dena juga harus istirahat." kata Albert
"Jadi otomatis Dena tidak bisa melakukan 'kewajibannya' sebagai istri. Kamu keberatan?" Albert sengaja menekankan ucapannya pada kata kewajiban yang membuat Anggara paham artinya.
"Nggak masalah, om. Saya menikahi Dena bukan hanya untuk melampiaskan hasrat. Tapi membina rumah tangga yang diridhoi Allah hingga akhir hayat bahkan till jannah." kata Anggara dengan mantap, membuat Roland mengacungkan dua jempol ke arahnya.
"Baiklah kalau begitu, minggu depan kalian menikah sebelum Dana operasi. Jangan lupa siapkan mahar yang sesuai untuk keponakanku." kata Albert.
"Siap, om." ucap Anggara yang merasa sedikit lega karena kejelasan tanggal pernikahannya dengan Dena.
"Besok, kamu siapkan lamaran buat Dena. Walaupun dadakan tapi ini adalah momen spesial buat Dena. Saya tidak mau dia malu suatu hari nanti karena tak mendapatkan lamaran yang layak."
Anggara mengangguk, menyetujui segala syarat dari Albert. Setelah berbincang sebentar, Anggara pun segera berpamitan.
Dia harus mempersiapkan semua keperluan untuk melamar Dena besok malam.
Anggara melangkah keluar lift sambil mengetik pesan pada seseorang.
"Pak Gara mau pulang?" tanya Fajar
"Biar saya antar." sambung Fajar sebelum Anggara menjawab pertanyaan nya.
"Oh, nggak usah. Saya udah menghubungi teman saya untuk menjemput. Sekarang udah otw." kata Anggara
"Saya mau numpang duduk saja." kata Anggara.
"Silahkan, pak." kata Fajar mempersilahkan Anggara duduk di sofa area lobinya kantor ini.
Anggara pun duduk sambil membuka ponselnya. Anggap saja dia mulai bekerja, tapi bukan ngecek proposal tender milyaran seperti CEO yang ada di novel-novel.
Anggara mulai pemasukan kemarin dan stok barang. Dia tak ingin ada selisih, hal yang dia pelajari dulu. Untuk masalah keuangan usahanya, Anggara turun tangan langsung untuk mengeceknya.
Usahanya masih belum sebesar PT. Indogood. Jadi tak perlu menggunakan manajer keuangan. Cukup bendahara yang bekerja untuk membuat pembukuan sesuai arahan Anggara sekaligus merangkap juru bayar.
Anggara melihat panggilan masuk di layar ponselnya.
Heru, orang yang diminta untuk menjemput sepertinya sudah tiba.
"Halo...."
"Oke, aku ke sana sekarang." ucap Anggara mematikan panggilan.
Anggara pamit pada resepsionis dan juga satpam yang membantunya membuka pintu berbahan kaca.
Heru mengklakson, memberi kode pada Anggara. Lelaki itu pun menghampiri mobil SUV hitam milik Heru.
"Sorry, bro. Ada razia jadinya agak lama." kata Heru memberikan alasan sebelum Anggara berbicara.
"It's oke." sahut Anggara
"Jadi kita pulang atau ke ruko?" tanya Heru.
"Ke toko mas." jawab Anggara
"Hah? Mau beli emas batangan lagi?"
Anggara menggelengkan kepalanya menjawab pertanyaan Heru
"Beli cincin buat lamaran Sekalian pesan cincin kawin buat minggu depan."
Mata Heru hampir saja lepas dari tempatnya jika saja bukan ciptaan Tuhan. Bola matanya yang sudah belo itu benar-benar terlihat ingin keluar.
"Siapa yang mau kawin?" tanya Heru
"Besok malam aku mau lamaran. Minggu depan nikah, kawinnya habis nikah." jawab Anggara
"Tuhan Yesus.... Kamu buntingin anak orang, Gara?" Heru yang kaget bahkan menyebut nama Tuhan yang sangat langka keluar dari mulutnya.
"Sembarangan ini anak jin satu. Aku itu mau nikah baik-baik. Nggak pakai jalur begituan." Anggara yang terlihat kesal karena temannya itu masih terlihat belum percaya.
"Udah banyak cing cong, anter aku sekarang. Waktunya mepet. Aku harus siapkan lamaran yang spesial buat Dena." kata Anggara.
Dengan perasaan syok, Heru pun menjalankan mobilnya menuju sebuah toko mas yang cukup besar dan ramai pembelinya.
Kata orang, toko emas itu selalu punya barang up to date dan kualitasnya bagus. Dan orang itu adalah mamaknya, Elfrida Pangabean.
Entahlah, bagusnya seperti apa. Karena setau Heru, mamaknya kalau beli emas harus yang besar biar kelihatan walaupun dari ujung gang rumahnya. Dan kalau tak punya uang bisa dijual cepat.
Tapi ini buat melamar anak orang. Mudah-mudahan ada yang cocok di hati Anggara. Teman baiknya yang katanya mau menikah minggu depan.
❤❤❤❤❤
kirain sahabatan.
taunya musuhan .
❤❤❤❤❤
asisten minta potong gaji ini..
😀😀😀❤😉😉❤❤❤❤
semuanya tau fonk...
😀😀😀❤❤❤❤
masak tulisan tangan istri yg 20 thn bersama gak apal..
jadi bisa dikibuli kana..
😀😀😀❤❤❤
Anggaraaaaa...
laki2 superrrrrrr..
😀😀❤❤❤❤❤❤
❤❤😉❤❤❤
❤❤❤❤❤
makasi mau melanjutkan novel sang pemilik hati..
aku suka ama kak author yg tanggung jawab gini..
mkasi..
❤❤❤❤❤❤😍😍😍😍😘😘😘😘😗😗😗😙😙😙
❤❤❤❤❤
emang laki2 bwneran..
Anggara2...
lope2 dehhhh..
semangatttt...
❤❤❤❤
apa yg akn Evan lakukan lagi..
???
❤❤❤❤❤❤
😀😀😀❤❤❤❤
❤❤❤❤❤