Ketika sedang dihadapkan pada situasi yang sangat sulit, Farida Agustin harus rela terikat pernikahan kontrak dengan seorang pria beristri bernama Rama Arsalan.
Bagaimanakah kehidupan keduanya kelak? Akankah menumbuhkan buih-buih cinta di antara keduanya atau justru berakhir sesuai kontrak yang ada?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Velza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11. Antara Nyaman Dan Cinta
Rama yang semula ingin mengajak Farida pulang, kini memilih ikut menginap di rumah sakit.
"Tuan sebaiknya pulang saja, nanti malah sakit kalau ikut nginap di sini."
"Nggak masalah, asalkan kamu yang ngerawat," jawab Rama dengan entengnya.
"Malah nyusahin orang," gumam Farida dengan lirih, tetapi masih bisa didengar Rama.
"Saya masih bisa dengar, Farida."
"Eh." Farida langsung menutup mulutnya karena mendengar perkataan Rama.
Rama menegakkan tubuhnya lalu menghadap Farida dan menatapnya dengan lekat.
"Kenapa Tuan menatap saya seperti itu?" tanya Farida yang bingung sekaligus salah tingkah ditatap lekat oleh Rama.
"Saya merasa, makin lama kamu itu makin cerewet. Mirip seperti ibu-ibu yang overprotektif pada anaknya."
"Oh, jadi Tuan beranggapan saya itu seorang ibu yang cerewet dan Anda sebagai anaknya yang merasa terkekang. Begitu?"
"Ya, anggap saja begitu," ucap Rama.
"Hei, Tuan Rama yang terhormat. Usia Anda jauh lebih tua daripada saya, jadi mana mungkin saya menjadi ibu dan Anda adalah anaknya," protes Farida.
"Memangnya berapa usiamu?" tanya Rama.
"Usia saya baru 23 tahun. Dan yang terlihat di mata orang-orang adalah, kita seperti om dan keponakannya."
"Hei, saya tidak setua itu untuk jadi om kamu." Kini justru Rama yang berbalik protes pada Farida.
"Ya, ya, itu menurut penilaian Anda sendiri. Coba Anda bercermin, wajah Anda sudah terlihat garis halus yang menyerupai kerutan. Itu berarti Anda sudah tua, Tuan." Farida semakin gencar menggoda Rama yang sebenarnya tidak terlihat tua seperti usianya.
"Benarkah? Tapi satu hal yang perlu kamu ingat, Farida."
"Apa?" tanya Farida.
"Biarpun tua, tapi saya masih bisa membuatmu lemas di ranjang," bisik Rama yang membuat bulu kuduk Farida seketika meremang.
"Dasar mesum." Farida hendak memukul lengan Rama, tetapi berhasil Rama urungkan dengan cara memegangnya.
Untuk sejenak keduanya terhanyut dalam sebuah tatapan yang cukup lama, hingga lambat laun wajah mereka saling berhadapan dengan jarak yang sangat tipis. Pandangan Rama pun turun pada bibir ranum milik Farida, dia mengikuti kata hatinya untuk mengecup bibir itu.
"Mbak Rida."
Farida seketika mengalihkan pandangan dan buru-buru menjauh dari Rama. Sementara Rama hanya bisa mendengus kesal ketika dia hampir berhasil mencium Farida, tetapi harus gagal karena suara Rian.
"Mbak di sini, Rian. Kamu perlu apa?" tanya Farida seraya berjalan menghampiri sang adik.
"Aku mau minum, Mbak," jawab Rian dengan suara serak khas bangun tidur.
Farida langsung mengambil segelas air minum lalu memberikannya pada Rian. Rian segera meneguk air itu karena tenggorokannya terasa kering.
Rian mengembalikan gelas pada Farida setelah cukup meminumnya, ketika akan kembali berbaring pandangannya tak sengaja tertuju pada Rama yang sedang memainkan ponselnya.
"Dia siapa, Mbak?" tanya Rian dengan suara pelan dan lirikan yang mengarah pada Rama.
Farida yang mengerti arah lirikan sang adik pun langsung menjawab, "Dia anak majikan mbak. Katanya mumpung lagi di luar sekalian pengen tahu kondisi kamu."
"Oh." Rian hanya ber-oh ria seraya mengangguk.
"Tidur lagi, gih. Biar cepet sehat." Farida menarik selimut agar menutupi tubuh Rian hingga sebatas dada.
"Iya, Mbak. Mbak juga jangan tidur larut malam, 'kan besok harus balik kerja."
"Iya."
Setelah memastikan Rian kembali tidur, Farida melangkah pelan menghampiri Rama.
"Tuan, sudah larut malam sebaiknya segera pulang dan istirahat."
Rama melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya dan memang benar sudah pukul 11 malam.
"Baiklah, saya pulang, tapi besok pagi kamu harus sudah kembali."
"Iya, Tuan."
Rama gegas beranjak dari sofa, tetapi sebelum melangkahkan kakinya keluar ruangan, dia meninggalkan sebuah ciuman hangat di kening Farida.
"Cepat tidur, jangan begadang."
Usai mengatakan itu, Rama langsung pergi meninggalkan Farida yang terdiam bak patung karena perlakuan Rama. Otaknya mendadak tak dapat bekerja dengan baik.
......................
Pukul 4 pagi, Farida sudah bangun dari tidurnya. Semalam tidurnya terasa tak nyenyak, entah karena berada di rumah sakit atau memang ada hal lain yang dipikirkan.
Dia memutuskan ke kamar mandi untuk mencuci muka, lalu merapikan sofa tempatnya tidur semalam.
"Loh, kamu udah bangun," ucap Farida yang melihat Rian sudah duduk bersandar di ranjang.
"Iya, Mbak sendiri kenapa bangun jam segini?" tanya Rian.
"Mbak 'kan harus balik ke tempat kerja nanti, jadi biar nggak terlalu buru-buru makanya bangun jam segini."
Rian mengangguk mendengar penuturan sang kakak. Lalu dia meminta tolong pada Farida untuk diantar ke kamar mandi.
"Mbak tunggu di depan pintu aja," ucap Rian.
"Kamu yakin bisa sendiri?"
"Iya, Mbak."
"Ya sudah, kalau begitu." Farida pun menunggu di depan pintu kamar mandi, walau sebenarnya dia khawatir pada adiknya itu.
Tak berapa lama, pintu kamar mandi terbuka. Dengan perlahan Rian berjalan keluar kemudian dibantu oleh Farida kembali ke ranjang.
"Istirahat lagi aja kalau masih ngantuk."
"Enggak, Mbak. Udah jam segini, nanggung."
Setelah membantu Rian kembali ke ranjang, Farida segera membereskan sofa dan selimut yang dipakainya semalam.
Sekitar pukul 6, Farida sedang dalam perjalanan menuju apartemen setelah berpamitan pada Rian. Sesampainya di apartemen, dia menaruh tas di meja ruang makan kemudian berlalu menuju dapur.
Farida mulai mengecek bahan makanan yang tersisa di kulkas untuk dimasak.
"Duh, sayurnya habis. Kenapa kemarin nggak ngecek dulu, sih? Ke pasar sebentar, deh, mumpung masih pagi," gumam Farida lalu menutup pintu kulkas.
Sebelum ke pasar, Farida ke kamarnya untuk berganti baju sekalian menyimpan tas. Namun, saat membuka pintu kamar, dia dikejutkan dengan pemandangan yang membuatnya langsung kelabakan dan segera menutup pintu. Bagaimana tidak? Ternyata di dalam kamar, Rama sedang bertelanjang dada dengan handuk yang melilit di pinggang karena sehabis mandi.
"Kenapa Tuan Rama bisa di sini, sih?"
Tak berselang lama, pintu kembali dibuka dari dalam. Rama keluar menemui Farida dan sudah berpakaian rapi.
"Tuan kenapa nggak ngomong kalau di sini?" tanya Farida.
"Ya, mana saya tahu kalau kamu pulang sepagi ini," jawab Rama.
"Udah kangen, ya?" goda Rama sambil menaik turunkan alisnya.
"Ngaco, siapa juga yang kangen. Saya pulang pagi karena mau belanja bahan makanan yang udah habis."
"Oh, mau saya antar?" tawar Rama.
"Nggak usah, Tuan pergi ke kantor saja. Soalnya saya mau belanja ke pasar dan pasti lama," tolak Farida.
"Ya sudah."
Rama langsung melenggang pergi tanpa pamit pada Farida. Farida yang tak ingin ambil pusing, segera masuk kamar dan ganti baju.