Aramina Dwi Fasya, gadis yang menyandang gelar lulusan S1 Pendidikan Ekonomi namun masih mempertinggi angka pengangguran, beban keluarga. Menjadi seorang EXE-L di usia 20 tahun membuat kehidupan gadis itu diwarnai dengan drama serta kehaluan bakal bersanding dengan sang bias favorit, Kay. Berawal dari sebuah konser dan Fanmeeting di ibukota menyadarkannya pada kenyataan bahwa menyentuh sang idol adalah nyata!
Belum lagi sebenarnya banyak kejadian tak terduga yang terasa bagai mimpi melengkapi imajinasinya soal hal paling tidak memungkinkan di dunia ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Trii_e, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab11. Arin dan Kawat Behel (1)
“ ... Na na na, gak mau tau!”
Yeahhh! Pagi ini siram-siram manjah sesekali diselingi nyanyian suara kaleng-kaleng ala Mina. Meski sedikit cempreng, di telinga ini merdu sangat. Apalagi suasana kamar mandi memperindah dengung nada yang hampir keluar dari not aslinya.
“Min! Cepat keluar! Abang sudah telat tahuu!”
Kulirik ke arah pintu, siapa suruh bangun kesiangan!
Jam 5.30 pagi sudah menjadi waktu mandinya, malah melipir jauh 30 menit lebih lama mengambil sisa waktuku. Seandainya dia masuk lebih dulu, nanti akan menjadi giliran appa dan si cantik ini tertolak ke belakang. Tentunya tidak akan aku biarkan begitu dong.
“No coment! Itu sih derita looo ...”
“Ibuuuuu! Bocah tengil itu tak mau keluar dari sana!”
Halah pengadu!
“Masa bodo! Gak mau tau!” masih terus berlanjut senandung nada yang paling viral saat ini.
Tok! Tok! Tok!
“Mina! Cepat keluar nak, abangmu akan kena sangsi jika terlambat.” Suara appa.
Hhhuhh ...
Karena itu appa jadi tak bisa berbuat apa pun. Dialah satu-satunya orang yang bisa membuat kaki seorang Aramina membeku tak berkutik. Segala perilaku buruk terkendali aman di bawah kontrol appa. Benar yang dikatakan orang, anak perempuan akan selalu dekat dengan ayahnya, menjadi cinta pertamanya, dan menjadi tempat ternyaman dari incaran buaya buntung di luaran sana. Karena dialah cinta sejati bagi putri semata wayangnya ini.
“Hhah! Ya sudah masuk sana! Lain kali telat jam 10-an kek biar kamar mandi ini milikmu.” Setelahnya si cantik ini melenggang keluar menenteng peralatan mandi khusus yang kusimpan selalu dalam kamar. Why? Karena abang selalu curang, memakai semua dengan sembarangan. Bayangkan deh, facial wash yang kupakai saja ketika hendak dipakai malah sengaja dikit-dikit supaya tahan lama. Lah, Abang cunguk itu malah seabreg-abregnya. Bagaimana tak darah tinggi Aramina di usia semuda ini? Kan?
“Dek, pinjam sabun.”
“Arghhhhhh!”
“Pencuci wajahnya saja.” Tawar bang Satria.
“Percuma kerjaan mentereng! Wong sabun cuci muka saja tidak mampu beli!”
“Masa bodo, gak mau tau!”
Eh bang Satria malah merampas kantongan kecil di tangan, lalu berlari masuk mengunci pintu dengan sangat cepat. Aku? Mataku ... Mata yang aremdaun ini bergerak-gerak kayak si Memet sedang dipanggil mamake. Tak percaya, bang Sat itu seenaknya merampas hak milik orang lain. Biar nanti kuberi pelajaran.
“Appa!!!!” teriakku histeris.
Lelaki tampan itu malah berlari kecil menuju meja tempat ia meninggalkan kopi dingin dan roti selai yang tinggal segigitan. Bobrok sekali keadaan keluarga pak Hermansyah.
“Nanti kau tahu artinya sepi bagaikan duri menusuk hati ...”
Apa pula ibu menyanyi tak karuan dari balik pintu kulkas, sudah begitu kiasan liriknya bukan main menyindir. Aku tanpa bang Sat? Sepertinya dunia akan lebih berwarna, bunga mahkota dewa eomma akan tumbuh segede pohon pohon manggis di belakang rumah. Tidak akan ada sepi, no! Apalagi rindu!
Ketika hendak menuju kamar dengan hati gondok setengah mati, suara Arin mengetok pintu depan menambah amarah dalam dada. Cara dia menggedor pintu persis seperti cara orang membangunkan kerbau di kandang. Berisik.
“Masuk saja!”
“Ketus banget.” Kakinya dengan kemampuan kayang tersebut sudah sampai dekat kamarku dan masuk tanpa ba-bi-bu. Karena kami memang begitu sejak orok.
“Lagi malas berdebat.”
“Siapa yang mau mengajak berdebat? Pede sekali!”
“Jadi untuk apa?”
“Hanya mau bertanya, hari ini mau ke mana?” wajah songong Arin membuatku ingin menjitak kawat behel yang sudah lekang sedikit dan perlu diganti itu.
“Di rumah saja, appa bilang ingin libur dan menutup toko.”
“Pas! Kalau begitu temani aku ganti kawat behel dong.”
“Males dan unfaedah.”
Bibir Arin monyong kek curut terjebak di dalam baskom. Tapi memang hari ini rasanya ingin bermalas-malasan saja di rumah sambil nonton performance paksu biar menambah semangat kerja besok. Jika ikut Arin, bisa seharian di luar dan waktu bersantai terbuang percuma. Jangan yakin ketika dia bilang hanya ganti kawat behel, yang ada seluruh pasar raya dikunjungi semua cuma buat beli barang-barang aneh tak berguna. Ya, namanya anak orang kaya yah begitu. Boros.
“Ayolah! Aku traktir makan deh nanti!”
Nah ini! Godaan syaiton tak tahu diri merampas keteguhan hatiku untuk harus ikut. Mendengar makanan gratis bagaikan rezeki nomplok di siang bolong, kagak sering-sering ada! Mayan dah pokoknya.
“Ayo nyabu!”
Jiirrr!!
Pliss aku anak polos dan baik-baik.
“Jangan ajak gue ke jalan yang tidak benar.”
“Lebay! Katanya pecinta kpop. Maksud gue all you cant eat loh Mimin.”
“Wah!” Spontan mulut mangap dan Iler meleleh saking berbahagia ditraktir makanan favorit Sekaligus gratis ‘tanpa bayar’.
“Otewe siap-siap!” ucapku semangat. “ But, eh tapi! Nanti kawat behelmu bagaimana? Kita makan yang susah dikunyah loh.”
“Tenang, kalau rusak ganti lagi.” Jawab Arin enteng.
“Kalau enggak kita makan aja dulu, gimana?”
“Nggak, ganti kawat behel dulu baru makan.”
“Terserahlah Arinta kasian de looo ... Horang kayah mah bebas!!!”
“Oke, gue mo balik siap-siap.” Arin beranjak, kayang ke arah jendela kamar yang terbuka lebar. Apa maksudnya coba?
“Eh? Ngapain ke situ?”
Nah loh!
“Mau pulang?” ekspresi tak bersalah.
“Pulang dari depan sono! Sendalmu juga masih di teras.”
“Ah, nanti aja.”
Ya tuhan!
Arin menyeberang ke kamarnya dengan cara yang sangat-sangat membagongkan. Memang jarak antar jendela kami sekitar satu meteran saja. Jadi mudah merentangkan kaki dan sampai seberang dengan selamat sentosa. Tapi tidak pantas ditiru yah guys!? Itu menjatuhkan nilai kewanitaan di mata pria pengagum cewek anggunly. So, buat yang punya cowok normal, jangan lakukan! Malu-maluin.
“Dandan yang cantik Mina-ya!”
Tidak dandan pun tidak ada perbedaan. Cantik luar dalam, alami, natural dan idaman Kay Oppa. Selanjutnya tinggal memilih outfit of the day bakal jalan bareng Arin. Apalagi ketika makan nanti juga rame banget. Percayalah, tempat-tempat seperti itu merupakan penghasil cowok2 tampan mirip Oppa. Jadi sebisa mungkin jangan keluar norak, harus tampil maksimal, but natural, not brutal.
“Nah, ini saja!”
Dress putih selutut dengan aksen brukat di bagian leher dan pinggir-pinggirnya menjadi andalan favoritku. Soalnya dekat banget sama gaya eonni di Koreah. Tinggal pakai sneakers, tas kecil, dan topi putih membuat penampilan perfect sempurna. Dijamin, bukan hanya Kay Oppa yang bakal kecantol, tapi mas Jin juga, hehehe ...
Ting!
Arinta Kasin delooo
[Buru keluar, aku udah siap]
Sekali lagi memastikan diri di depan cermin, cantik. Saranghaeyo untuk diri sendiri, tak lupa juga menyematkan simbol hati dengan dua jari.
“ Aramina! Kamu cantik!”
“Mari nyabu!”