Agam menyusup ke dalam organisasi rahasia bernama Oscuro. Sebuah organisasi yang banyak menyimpan rahasia negara-negara dan juga memiliki bisnis perdagangan senjata.
Pria itu harus berpacu dengan waktu untuk menemukan senjata pemusnah masal yang membahayakan dunia. Apalagi salah satu target penyerangan adalah negaranya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perjalanan Berbahaya
“AAAAAAA!!!”
Pria yang tadi menyandera Agam terkejut saat tahu peluru yang tak sengaja terlepas mengenai adiknya sendiri. Semula pria itu sudah mengalami luka tembakan di tangan, sekarang perutnya yang tertembak.
“Gabiiirrr!!!”
Pria itu segera melepaskan diri dari Agam dan langsung menghampiri adiknya yang terkapar di tanah. Dari perutnya terus mengeluarkan darah. Agam bergerak cepat menghampiri.
“Beri aku kain!!” teriak Agam.
Dengan gugup pria itu melepas kaos yang dikenakannya lalu memberikannya pada Agam. Dilipatnya kaos tersebut lalu ditaruh ke lukanya.
“Tekan terus lukanya, jangan lepaskan!” titah Agam.
Sambil menangis pria itu melakukan apa yang dikatakan Agam. Polisi yang sudah tiba langsung membekuk tiga orang yang tersisa, sementara polisi lain menghubungi ambulans. Wajah Gabir semakin pucat karena banyaknya darah yang keluar.
“Apa kalian punya kasa?!” tanya Agam pada pemilik kedai.Pria itu hanya mengangguk lalu berlari masuk ke dalam kedai.
“Bawakan kain panjang!!” teriak Agam selanjutnya.
Tak lama kemudian pria itu kembali dengan membawa kasa dan pashmina milik istrinya. Agam menyingkirkan kaos yang sudah basah oleh darah. Dia menutup luka tembak dengan kasa yang cukup banyak lalu mengikatnya dengan pashmina.
Dari arah kejauhan terdengar suara sirine ambulans. Dalam hitungan menit kendaraan itu sudah sampai di dekat kedai. Petugas medis bergerak cepat membawa Gabir ke dalam ambulans. Sang Kakak yang hendak mengikuti ditahan oleh polisi. Pria itu akan dibawa ke kantor polisi bersama empat rekannya. Dan luka meraka juga akan diobati di sana.
Polisi yang lain mulai menanyakan saksi yang ada di tempat. Abdo dan anak yang disandera tadi kompak menyebut kalau Agam yang sudah menyelamatkan mereka. Polisi itu berbincang sebentar dengan Agam, kemudian segera kembali ke kantor polisi. Sepeninggal petugas polisi, Abdo segera menghampiri Agam.
“Wow kamu hebat sekali. Apa kamu pernah di militer sebelumnya?”
“Hanya sebentar. Aku sudah keluar sekarang.”
“Kenapa?”
“Masalah pribadi.”
Hanya anggukan kepala yang diberikan Abdo. Anak-anak yang tadi bermain bola mengucapkan terima kasih pada Agam lalu segera kembali ke rumah masing-masing. Agam mengambil ransel di kursi yang didudukinya tadi. Pria itu bermaksud kembali ke penginapan.
“Di mana kamu menginap?” tanya Abdo.
“Tidak jauh dari sini. Berapa uang yang kamu butuhkan untuk mengurus perijinan?”
“Berikan saja dulu 200.000 pound.”
Agam mengeluarkan amplop dari dalam ransel. Dia menghitung dulu uang di dalamnya. Saat tiba di Sudan, pria itu memang langsung menukar rupiah dengan pound Sudan agar memudahkan transaksi di negara ini.
“Kalau perijinan sudah selesai, aku akan menemui mu di penginapan.”
“Oke.”
***
Dua hari kemudian perjalanan menuju Segitiga Halayeb. Perjalanan dari Wadi Halfa ke Segitiga Halayeb memakan waktu cukup lama. Perjalanan ditempuh melalui jalur darat. Keduanya berangkat menggunakan mobil sewaan. Agam dan Abdo bergantian menyetir karena perjalanan memakan waktu dua puluh empat jam lebih. Terkadang mereka terpaksa berhenti untuk beristirahat.
Sebelum lebih jauh memasuki Segitiga Halayeb, lebih dulu Agam dan Abdo beristirahat di Pasar Shalateen yang berada di dekat Segitiga Halayeb. Agam dan Abdo beristirahat di kios susu unta dan menikmati makanan yang disajikan toko yang dekat kios tersebut. Sambil menikmati susu unta, full medames dan kisra atau roti pipih.
“Dari sini kamu mau lanjut kemana?” tanya Abdo.
“Abu Ramad. Tapi kita istirahat dulu sebentar di sini. Kamu juga pasti lelah.”
“Aku akan mencari penginapan untuk kita istirahat.”
Agam hanya menganggukkan kepalanya. Abdo segera beranjak dari tempatnya. Dia berbicara dengan penduduk lokal untuk mencari penginapan. Tak butuh waktu lama, pria itu sudah berhasil mendapatkan penginapan.
Setelah beristirahat di Shalateen, Agam dan Abdo melanjutkan perjalanan menuju Abu Ramad. Sepanjang perjalanan hanya terlihat gurun tandus saja. Di bagian sisi nampak deretan pegunungan yang membentuk landscap unik. Agam membuka kaca jendela dan membiarkan angin memenuhi kabin mobil jenis Jeep Desert Hawk yang disewanya. Pria itu terpaksa mematikan air conditioner untuk mengirit bahan bakar.
“Kira-kira berapa lama perjalanan yang harus kita tempuh?” tanya Agam pada Abdo yang sedang menyetir.
“Kalau tidak ada halangan, mungkin empat jam. Tapi daerah di sini terkenal rawan. Kadang ada saja bahaya mengintai.”
“Bahaya seperti apa?”
“Segitiga Halayeb adalah wilayah sengketa. Kadang ketegangan terjadi antara tentara Sudan dan Mesir. Kadang ada pihak lain yang mencoba mengambil keuntungan dari keadaan tersebut. Pokoknya kita harus berhati-hati.”
Agam hanya menganggukkan kepalanya. Pria itu kembali mengarahkan kepalanya ke jendela samping, menikmati pemandangan gurun pasir yang dilewatinya. Ketika mereka telah menempuh setengah perjalanan, mereka dikejutkan dengan suara tembakan yang berasal dari arah depan mereka. Suara tembakan berjarak sekitar seratus meter. Mendengar itu, sontak Abdo menghentikan mobilnya.
“Sepertinya situasi di depan cukup berbahaya. Bagaimana ini?” Abdo melihat pada Agam.
“Lebih baik berhenti dulu. cari tempat aman untuk menyimpan mobil. Aku akan melihat keadaan di depan sana.”
“Lalu bagaimana dengan aku?”
“Kamu tunggu dan bersembunyi sampai aku datang.”
Setelah mengatakan itu, Agam keluar dari mobil. Abdo segera mengarahkan mobil menuju sebuah batu besar yang ada di sisi jalan dan menyembunyikan kendaraan roda empat itu di sana. Agam berjalan perlahan sambil memegang pistol di tangannya. Pria itu bersembunyi di balik bebatuan sambil melihat ke arah sumber suara.
Dari tempatnya mengintai, Agam bisa melihat empat orang pria bersenjata seperti tengah mencari seseorang. Mata Agam menangkap seorang pria berlari ke arah di mana mobilnya berada. Secepat kilat Agam kembali ke tempat di mana Abdo berada. Khawatir kalau pria itu menyakiti Abdo.
“Bagaimana?” tanya Abdo setelah Agam kembali ke dekatnya.
“Situasi kurang baik. Ada empat orang bersenjata di depan sana. Lebih baik kita tunggu mereka pergi lebih dulu.”
“Apa mau kembali ke Shalateen?”
“Tidak. Kita sudah melewati setengah perjalanan. Tunggu saja sebentar lagi.”
Mau tidak mau Abdo mengikuti saran Agam walau sebenarnya pria itu takut setengah mati. Inilah yang membuatnya enggan mengunjungi Segitiga Halayeb. Namun karena Agam mengiming-imingi bayaran besar, akhirnya Abdo nekad menerima pekerjaan ini. Perbincangan keduanya terhenti ketika mendengar suara senjata dikokang tepat di belakang kepala Agam.
“Angkat tangan dan jangan coba bergerak,” ujar seorang pria yang ada di belakang Agam.
Kompak Agam dan Abdo mengangkat kedua tangan. Wajah Abdo nampak pucat. Melihat senjata di tangan pria itu, tak ayal membuat Abdo ketakutan. Dia merasa kalau ajalnya sudah dekat.
“Apa yang kamu inginkan?” tanya Agam.
“Aku butuh mobil kalian.”
“Lalu bagaimana dengan kami?”
“Itu urusan kalian, bukan urusan ku. Serahkan mobil kalian atau aku akan membunuh kalian.”
“Itu bukan mobil ku. Aku menyewanya.”
“Aku tidak peduli! Kamu memilih mobil ini atau nyawa mu?!”
“Berikan saja, Mario. Nanti aku akan bantu bicara dengan Ibrahim tentang mobil ini.”
Abdo memberikan sarannya. Dia tidak mau mati konyol hanya karena mobil sewaan. Barang yang hilang bisa diganti, tapi nyawa yang hilang, tidak aka nada gantinya.
“Kuncinya ada di dalam,” jawab Agam sambil melirik ke belakang.
Sambil terus mengarahkan senjatanya, pria itu berjalan mendekati mobil. Dia membuka pintu di bagian kemudi. Ketika pria itu membuka pintu, dengan cepat Agam bergerak. Dia menutup pintu hingga tubuh pria itu terjepit pintu. Dengan sikunya Agam menghajar wajah orang yang hendak mengambil mobilnya sebanyak tiga kali. Senjata di tangan pria itu terlepas. Dengan cepat Abdo mengambilnya. Kini posisi terbalik, orang itu yang berada di bawah ancaman senjata.
***
Si Bobi sekarang udah hebat ya😂
tepat apa yg di katakan dr Liam..... emangnya ajang pencarian bakat .....disini gk ada senior atw junior.....yg penting sigap , siaga dlm nanganin korban dgn cekatan.....menolong nyawanya biar selamat itu aja .....percuma kalo tingkatannya udah tinggi tp hanya di panjang untuk di banggakan buat apa ...gkda guna /Proud/