NovelToon NovelToon
Terpaksa Jadi Istri Kedua Demi Keturunan

Terpaksa Jadi Istri Kedua Demi Keturunan

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Ibu Pengganti / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:163.6k
Nilai: 5
Nama Author: Aisyah Alfatih

Hana, gadis sederhana anak seorang pembantu, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam sekejap. Pulang dari pesantren, ia hanya berniat membantu ibunya bekerja di rumah keluarga Malik, keluarga paling terpandang dan terkaya di kota itu. Namun takdir membawanya pada pertemuan dengan Hansel Malik, pewaris tunggal yang dikenal dingin dan tak tersentuh.

Pernikahan Hansel dengan Laudya, seorang artis papan atas, telah berjalan lima tahun tanpa kehadiran seorang anak. Desakan keluarga untuk memiliki pewaris semakin keras, hingga muncul satu keputusan mengejutkan mencari wanita lain yang bersedia mengandung anak Hansel.

Hana yang polos, suci, dan jauh dari hiruk pikuk dunia glamor, tiba-tiba terjerat dalam rencana besar keluarga itu. Antara cinta, pengorbanan, dan status sosial yang membedakan, Hana harus memilih, menolak dan mengecewakan ibunya, atau menerima pernikahan paksa dengan pria yang hatinya masih terikat pada wanita lain.

Yuk, simak kisahnya di sini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

02. Nikah Paksa

Sore itu langit berwarna jingga, memantulkan cahaya keemasan ke halaman rumah besar keluarga Malik. Sebuah mobil hitam mengantar Jamilah bersama putrinya, Hana, turun di depan gerbang megah. Hana berdiri terpaku, memandangi bangunan yang selama ini hanya ia lihat dari kejauhan. Pilar-pilar tinggi menjulang dengan megah, dinding berlapis marmer berkilau, dan air mancur besar di tengah halaman memantulkan cahaya matahari yang mulai meredup.

“Rumah ini seperti istana, Bu,” gumam Hana dengan mata berbinar, meski tangannya terasa dingin.

Jamilah tersenyum kaku, seolah menutupi kegelisahan yang sejak tadi ia simpan. “Ya, Nak. Tapi ingat, di balik kemewahan istana, ada aturan yang keras. Jaga sikapmu, ingat siapa kita.”

Hana hanya mengangguk. Ia tahu ibunya tak main-main. Meski sejak kecil ia sering mendengar cerita tentang keluarga Malik, baru kali ini ia benar-benar masuk ke dalamnya. Ada perasaan canggung sekaligus takjub yang bercampur menjadi satu.

Begitu pintu kayu jati yang besar itu terbuka, aroma wangi bunga mawar menyambut mereka. Ruang tamu luas dengan lampu kristal raksasa tergantung di langit-langit, memantulkan cahaya berkilau di lantai marmer putih. Hana merasa langkahnya terlalu kecil untuk tempat sebesar ini.

Di tengah ruangan, seorang pria berdiri. Dengan kemeja putih yang lengan panjangnya digulung hingga siku, ia terlihat sederhana namun tetap berwibawa. Sorot matanya tajam, dingin, dan penuh kendali, dialah Hansel Malik.

Jamilah buru-buru menunduk hormat. “Tuan muda, ini putri saya, Hana. Ia baru pulang dari pesantren. Saya mohon izin, beberapa hari ke depan Hana akan membantu saya bekerja di sini.”

Hansel menoleh sekilas, matanya berhenti sesaat pada wajah Hana. Tatapannya membuat gadis itu spontan menunduk, seolah tak sanggup menahan sorot yang begitu menekan.

“Selama tidak mengganggu pekerjaan, silakan,” ucap Hansel singkat, suaranya dingin, lalu ia melangkah pergi tanpa menambahkan kata apa pun.

Hana menghela napas lega setelah sosok itu menghilang dari pandangan. Jantungnya masih berdebar cepat, dan ada sesuatu yang aneh dalam dirinya. Ia tak mengerti apakah itu rasa takut atau justru kekaguman yang tak semestinya.

Hari-hari berikutnya Hana mengisi waktunya dengan membantu ibunya. Membersihkan ruang makan yang sebesar aula, merapikan bunga di taman, hingga menyiapkan pakaian Laudya, istri Hansel, yang selalu ingin tampil sempurna. Laudya sering memandang Hana dengan tatapan meremehkan, seolah ia hanya serbuk debu di tengah kilau dunia gemerlapnya.

“Anakmu ini manis juga, Jamilah,” kata Laudya suatu kali sambil menyisir rambut panjangnya di depan cermin. Nada suaranya terdengar seperti pujian, namun senyum sinis di bibirnya menunjukkan sebaliknya. “Sayang, dia terlalu lugu untuk dunia sebesar ini.”

Hana hanya tersenyum sopan, menahan perasaan yang mengganjal di dadanya. Ia sadar betul dirinya bukan siapa-siapa di rumah itu.

Malamnya, untuk mengusir rasa sesak, Hana duduk di serambi kecil dekat taman belakang. Ia membuka mushaf kecil yang selalu ia bawa dari pesantren, lalu melantunkan ayat-ayat suci dengan suara lembut. Bacaan itu mengalun merdu, membawa ketenangan bagi hatinya sendiri. Ia tak tahu, dari balkon lantai dua, Hansel berdiri memperhatikannya. Wajah dingin pria itu tetap tak berubah, tapi telinganya seolah tak bisa menolak untuk mendengarkan lebih lama. Suara lembut itu meretakkan sedikit demi sedikit dinding keras dalam dirinya.

Beberapa hari setelahnya, Hansel bersama asistennya, Haris, berangkat untuk memberikan santunan ke sebuah pesantren besar. Tanpa disangka, Hana juga berada di sana. Ia ditugaskan membantu menyiapkan barisan anak-anak yang akan menerima bingkisan. Saat Hansel masuk, menyapa anak-anak dengan ramah, Hana hampir tak percaya dengan apa yang ia lihat.

Pria yang dikenal dingin, kaku, dan tak pernah tersenyum di rumah itu, kini menunduk dengan sabar, menyalami anak-anak yatim satu per satu, bahkan berjongkok sambil mengelus kepala mereka. Ada tawa kecil yang keluar dari bibirnya ketika seorang bocah berebut kotak hadiah. Senyum itu, meski samar, terlihat begitu tulus.

Hana terpaku, dunia seolah berhenti sesaat. Matanya tak lepas dari sosok itu, hatinya bergetar dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Ia tahu Hansel sudah menikah, ia tahu batas dirinya, tapi ia tak bisa menolak kekaguman yang tiba-tiba tumbuh begitu saja.

Hansel sempat melirik ke arahnya. Tatapan singkat itu membuat wajah Hana panas. Ia buru-buru menunduk, menyembunyikan rona merah di pipinya.

Malam harinya, sepulang dari pesantren, Hana mendapati ibunya tampak gelisah. Jamilah duduk di kursi kecil kamar para pekerja, menatap putrinya dengan mata yang berat, seakan menyimpan beban besar.

“Hana, ada yang ingin Ibu bicarakan,” katanya pelan.

“Apa, Bu?” Hana menoleh dengan penasaran.

Jamilah menggenggam tangan anaknya erat, lalu menarik napas dalam. “Kau tahu, keluarga ini menginginkan keturunan. Nyonya besar, Nyonya Rohana … ia menyebut namamu.”

Hana terdiam, matanya melebar. “Menyebutku? Maksud Ibu apa?”

Jamilah menelan ludah, suaranya bergetar. “Mereka ingin menjodohkanmu dengan Tuan Hansel.”

Seperti tersambar petir, Hana terperanjat. Suara ibunya bergema di kepalanya, menyesakkan dada. Ia, anak seorang pembantu, dijodohkan dengan Hansel Malik sang pewaris keluarga terkaya di kota ini itu mustahil.

“Ibu … itu tidak mungkin,” ucap Hana lirih, nyaris patah.

“Beliau sudah menikah, Bu. Aku tak bisa … aku tak bisa masuk ke dalam rumah tangga orang lain.”

Air mata Jamilah jatuh, menandai betapa beratnya kata-kata itu.

“Ibu tahu, Nak. Tapi ini permintaan Nyonya Rohana. Ibu tidak bisa menolak. Ibu hanya ingin kau tahu … mungkin ini takdir yang akan kau hadapi.”

Hana menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ia merasa seluruh dunia menindih pundaknya. Bagaimana mungkin ia menjalani pernikahan seperti itu? Bagaimana mungkin ia menerima pria yang hatinya masih terikat pada istrinya?

Di luar kamar kecil itu, tanpa sepengetahuan mereka, Rohana berdiri di balik pintu, mendengarkan setiap kata. Senyum puas tersungging di bibirnya.

“Tak ada yang lebih cocok dari gadis itu,” bisiknya. “Suci, polos, dan sempurna untuk melahirkan cucu keluarga Malik.”

Dan di lantai atas, Hansel duduk di balkon, termenung sendirian. Suara lantunan Hana sore tadi masih terngiang di telinganya. Ia tak tahu mengapa suara itu mampu menembus dinginnya hatinya, tapi satu hal yang ia sadari ada sesuatu yang mulai berubah.

'Apa hidupku yang terlalu sepi selama ini? Tidak! Laudya bersamaku selama lima tahun. kehadiran Laudya adalah semangat hidupku,'

1
Dila Dilabeladila
masya allah thor karya mu banyak bgt.sehat sehat ya thor lancar selalu
enungdedy
lah kan elu sendiri yg gk mau hamil kan lidya gmn sih mlh nyalahin hana😄
ken darsihk
Heeiii Laudya tau diri sedikit situ nggak punya harga diri yak , jelas jelas kesalahan bersumber dari diri mu sendiri , koq melampiaskan ke Hana dasar lo Laudya perempuan sun**l nggak punya akhlak 😠😠😠
A.M.G
lidi harus diaapain sih biar tobat
A.M.G
saatnya ketwaa 📢📢📢📢📢
A.M.G
tuh mulut lemes bener kek kunti
A.M.G
kapan sih lidi sadarnya hobi banget nyalahin orang lain jelas jelas itu karna dirinya sendiri🤧🤧🤧
A.M.G
good job 💜💜💜
A.M.G
ada apa dengan hana
A.M.G
duh geramnya
A.M.G
ayo fuqon saatnya membersihkan nama baik ibumu
A.M.G
semoga hana bisa mengambil hak nya
A.M.G
heh mak lampir yang harusnya intropeksi lu ya
A.M.G
roh halus sama manusia lidi saama sama playing viktim si daniel🤭🤭
A.M.G
dasar rubah klo pada akhir nya cerai kenapa kau pisahkan hana dengan anaknya
A.M.G
aduh smaa smaa rindu tapi gengsi semoga hana dan furqon bersatu yang lain terserah
A.M.G
untung ada pamannya... cie hana ngidam 💜💜💜💜
A.M.G
🫠🫠🫠🫠
Ddek Aish
sj jalang selalu nyalahin orang
Fitria Syafei
Wow emang enak Laudya 🤪 Kk cantik kereeen 😘😘
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!