NovelToon NovelToon
Jodohku Ternyata Kamu

Jodohku Ternyata Kamu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Romansa / Office Romance
Popularitas:324
Nilai: 5
Nama Author: Yoon Aera

Rizal mati-matian menghindar dari perjodohan yang di lakukan orang tuanya, begitupun dengan Yuna. Mereka berdua tidak ingin menikah dengan orang yang tidak mereka cintai. Karena sudah ada satu nama yang selalu melekat di dalam hatinya sampai saat ini.
Rizal bahkan menawarkan agar Yuna bersedia menikah dengannya, agar sang ibu berhenti mencarikannya jodoh.
Bukan tanpa alasan, Rizal meminta Yuna menikah dengannya. Laki-laki itu memang sudah menyukai Yuna sejak dirinya menjadi guru di sekolah Yuna. Hubungan yang tak mungkin berhasil, Rizal dan Yuna mengubur perasaannya masing-masing.
Tapi ternyata, jodoh yang di pilihkan orang tuanya adalah orang yang selama ini ada di dalam hati mereka.
Langkah menuju pernikahan mereka tidak semulus itu, berbagai rintangan mereka hadapi.
Akankah mereka benar-benar berjodoh?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yoon Aera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tak Cukup Untuk Diingat

Ruang kerja Rizal terasa begitu sunyi saat Yuna masuk dengan langkah ragu. Pintu tertutup pelan di belakangnya, memisahkannya dari hiruk pikuk kantor dan melemparkannya ke dalam ruang yang dipenuhi aura kekuasaan dan ketegangan. Dinding abu-abu bersih, meja kayu gelap yang mengilap Adan aroma kopi yang samar.

Di balik meja itu, Rizal duduk dengan tenang, matanya menatap langsung ke arahnya.

“Silakan duduk.” Ucapnya singkat.

Yuna menunduk hormat, duduk perlahan di kursi yang terasa lebih menyeramkan dari kursi ujian nasional.

“Saya dengar kamu baru bergabung dua bulan lalu?” Tanya Rizal.

“Iya, Pak. Saya baru pindah dari kantor lama.” Jawab Yuna dengan nada profesional.

Ia tidak membiarkan suaranya goyah.

Rizal menyandarkan tubuhnya ke kursi. Ia memandangi wajah itu, wajah yang pernah ia simpan dalam ingatan selama bertahun-tahun. Ia menunggu. Menanti sedikit pengakuan. Isyarat kecil bahwa Yuna mengenalnya. Bahwa dia bukan sekadar orang asing dalam hidup gadis itu.

Tapi tidak ada.

Tidak sepatah kata pun.

Tidak ada ‘Pak Rizal yang dulu?’

Tidak ada ‘Bapak mengajar di SMA 1 Suqryacendana, kan?’

Hanya kesunyian dan formalitas. Seperti dua orang yang benar-benar baru pertama kali bertemu.

“Kamu pernah sekolah di SMA 1 Suryacendana, bukan?” Rizal akhirnya membuka pertanyaan yang lebih personal, mencoba memancing sesuatu.

Yuna sedikit terkejut, tapi dengan cepat menyembunyikan ekspresinya. Ia mengangguk pelan.

“Iya, Pak. Saya pernah sekolah di sana.”

“Oh.” Rizal menahan napas.

“Kamu tidak merasa mengenali saya?”

Yuna menatap pria di depannya sesaat. Jantungnya seperti diguncang. Tapi ia memilih untuk tersenyum kecil dan menjawab.

“Maaf, sepertinya tidak, Pak.”

Jawaban itu seperti tamparan bagi Rizal. Ia tidak menunjukkan ekspresi apa pun, hanya mengangguk kecil, seolah tak menganggapnya penting. Tapi jauh di dalam dadanya, ada sesuatu yang retak pelan.

Ia mengingat dengan jelas hari perpisahan sekolah waktu itu. Saat semua siswa sibuk berfoto, saat guru-guru mendapat bunga dan kartu ucapan. Ia sempat datang, berdiri di pinggir aula, hanya berharap satu orang mendekatinya. Seorang siswi dengan pita merah muda di rambutnya, yang selalu mencuri-curi pandang ke arahnya.

Yuna.

Tapi gadis itu tak pernah datang menghampirinya.

Dan kini, setelah bertahun-tahun… ternyata ia bahkan tidak cukup berkesan untuk dikenang.

“Baiklah, kamu boleh pergi.”

Yuna melangkah keluar dari ruangan dengan bingung serta napas yang tertahan. Begitu pintu tertutup, ia menyandarkan diri ke dinding koridor dan menutup mata.

Bodoh.

Kenapa dia bohong?

Kenapa dia tidak bilang bahwa ia mengingat semua hal tentang Pak Rizal?

Bahwa ia bahkan menyimpan koran sekolah yang memuat foto Pak Rizal terakhir kali.

Bahwa ia dulu pernah menulis surat cinta yang tak pernah berani dikirim.

Yuna menggigit bibir bawahnya, merasa bersalah. Tapi ia tahu, jika ia jujur, semuanya bisa jadi lebih rumit. Hubungan profesional mereka bisa goyah. Orang-orang bisa bicara. Ia tidak mau terlihat seperti anak SMA yang masih tergila-gila pada masa lalu.

Lagi pula, pria itu… bukan Pak Rizal yang dulu lagi. Kini dia CEO. Pemilik gedung ini. Atasan yang bisa memecatnya kapan saja.

Di ruangan lain, Rizal termenung. Matanya menatap ke luar jendela, tapi pikirannya melayang jauh.

Mungkin dia memang terlalu berharap.

Mungkin dia sudah terlalu tua untuk menaruh kenangan pada seseorang yang bahkan tidak mengingatnya.

Atau… mungkin dia hanyalah satu bab kecil dalam hidup Yuna, sementara gadis itu adalah seluruh cerita dalam hidupnya yang sepi.

Ia menutup laptopnya, bangkit berdiri, dan berjalan ke sisi ruangan, ke tempat ia biasa menenangkan diri.

Di dinding tergantung sebuah lukisan abstrak yang sering membuatnya terdiam. Ia memandangi lukisan itu seperti mencari jawaban.

“Mungkin kamu memang tak pernah melihatku.” Bisiknya, entah pada siapa.

*****

Hari-hari berikutnya berjalan seperti biasa, setidaknya dari luar. Rizal tetap hadir dalam rapat dengan wajah dingin dan datar. Yuna tetap mengurus laporan dan data keuangan sambil terus menghindari ruang CEO sebisa mungkin.

Namun, sesuatu perlahan berubah.

Rizal mulai memperhatikan lebih banyak.

Ia memperhatikan cara Yuna duduk dengan sedikit membungkuk saat bekerja. Cara ia memiringkan kepala saat membaca. Cara bibirnya mengerucut kecil saat berpikir keras. Semua itu, semua kebiasaan kecil yang dulu pernah ia lihat di lapangan sekolah, kini kembali hidup di depan matanya.

Yuna… tetaplah Yuna.

Ia belum berubah.

Dan itu membuat Rizal sulit berpaling.

Di sisi lain, Yuna pun mulai gelisah. Ia tahu tatapan itu. Ia merasakannya saat melintas di depan ruang CEO. Ia melihat bayangan pria itu berdiri di balik kaca, memperhatikannya.

Apakah Rizal tahu?

Apakah ia kecewa?

Atau justru masih menunggu pengakuan darinya?

Tapi apa gunanya?

Bahkan jika ia berkata jujur… lalu apa?

Ia hanya staf biasa, dengan gaji pas-pasan dan masa depan yang belum jelas. Sedangkan pria itu… memiliki segalanya.

Yuna tidak ingin hatinya terluka lagi.

Beberapa hari kemudian, kantor mengadakan acara internal kecil, perayaan ulang tahun perusahaan. Karyawan berkumpul di aula, makan bersama dan mengobrol santai. Rizal jarang hadir dalam acara seperti ini, tapi sore itu ia muncul, mengenakan batik tenun biru tua, menyalami beberapa karyawan, dan berdiri di dekat meja minuman.

Yuna yang baru saja mengambil sepotong kue nyaris tersedak saat melihat Rizal melangkah ke arahnya.

“Bisa kita bicara sebentar?”

Yuna hanya mengangguk, membeku.

Mereka berjalan ke teras belakang aula yang sepi.

Rizal menyandarkan diri ke dinding, menatap langit senja yang mulai menggelap.

“Aku tahu kamu mengenaliku.”

Yuna menggigit bibir. Tak bisa lagi mengelak.

“Maaf, Pak…” Kepalanya otomatis tertunduk.

“Kenapa berpura-pura tidak kenal?”

“Saya… takut semua jadi canggung.”

Rizal mengangguk pelan.

“Saya pikir, mungkin saya terlalu tidak berarti untuk diingat.”

“Bukan begitu.” Yuna buru-buru berkata.

“Saya… saya ingat semuanya. Tapi saya hanya staf biasa sekarang. Dan Bapak adalah CEO. Dulu guru saya. Sekarang atasan saya.”

Saya takut perasaan masa lalu ikut terbawa dan merusak semuanya. Sayangnya, Yuna hanya bisa mengucapkannya dalam hati.

Perasaan.

Kata itu menggantung di antara mereka.

Rizal tersenyum, untuk pertama kalinya dalam seminggu terakhir.

“Aku tahu. Kamu pura-pura nggak tahu saya. Mungkin kita memang saling pura-pura, ya?”

Yuna mengangguk pelan. Matanya berkaca-kaca, tapi bibirnya tersenyum.

Dulu aku pergi karena takut melanggar batas. Kata Rizal pelan dalam hati.

Tapi aku masih menyimpan namamu. Kali ini aku nggak akan melepaskanmu lagi, Yuna.

Yuna tak tahu harus berkata apa. Rasa canggung dan debaran jantungnya tak mampu dia kendalikan.

Malam itu mereka berdiri lama di bawah cahaya redup teras kantor, tapi Yuna tak ingin masa lalu menyelinap kembali, meski bukan untuk disesali, tapi untuk dimulai kembali, rasanya tidak akan pernah ada dalam mimpi Yuna. Karena Rizal mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada statusnya dulu sebagai gurunya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!