Dilahirkan dari pasangan suami istri yang tak pernah menghendakinya, Rafael tumbuh bukan dalam pangkuan kasih orang tuanya, melainkan dalam asuhan Sang Nini yang menjadi satu-satunya pelita hidupnya.
Sementara itu, saudara kembarnya, Rafa, dibesarkan dalam limpahan cinta Bram dan Dina, ayah dan ibu yang menganggapnya sebagai satu-satunya putra sejati.
"Anak kita hanya satu. Walau mereka kembar, darah daging kita hanyalah Rafa," ucap Bram, nada suaranya dingin bagai angin gunung yang membekukan jiwa.
Tujuh belas tahun berlalu, Rafael tetap bernaung di bawah kasih sang nenek. Namun vidhi tak selalu menyulam benang luka di jalannya.
Sejak kanak, Rafael telah terbiasa mangalah dalam setiap perkara, Hingga suatu hari, kabar bak petir datang sang kakak, Rafa, akan menikahi wanita yang ia puja sepenuh hati namun kecelakaan besar terjadi yang mengharuskan Rafael mengantikan posisi sang kakak
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nurliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
jatuh cinta pada kakak ipar
Catur Varsha, empat tahun telah berlalu.
Rafael kini hidup seorang diri. Siti, nenek yang selama ini menjadi pelindungnya, telah berpulang ke pangkuan Ilahi. Di saat duka itu belum kering, Bram Arzander sang ayah, datang membawa kabar pahit, Rafael diminta pergi sejauh mungkin, jangan sampai satu pun anggota keluarga mereka melihatnya lagi. Jika melanggar, nyawanya menjadi taruhannya, tidak pernah di anggap keluarga, sekarang malah dibuang bak sampah yang tak berguna,
"Pergilah… ke mana pun kau mau," ucap Bram, menatap Rafael yang berlutut di hadapannya, lalu meletakkan sebuah koper penuh uang tunai di lantai.
Rafael memandangi koper itu, tersenyum getir. "Selama ini… Ayah dan Ibu menantikan hari ini, bukan?" air mata nya bahkan tidak rela keluar di hadapan sang iblis yang sedang memperlakukan nya bak hewan peliharaan
Bram menatap putra yang tak pernah diakuinya itu dengan sorot mata kasar. "Jangan lancang. Jika dulu aku menuruti ucapan ibumu, mungkin kau sudah lama tiada." emosi yang di tahan, terlihat jelas di wajah Bram, mungkin tidak hanya tamparan, tembakan juga dengan senang ia berikan,
Rafael mendongak, matanya menyala. "Lalu mengapa tak kau lakukan saat itu? Mengapa menunggu aku sebesar ini? Jika bukan karena Nenek… aku tak sudi memakai margamu di belakang namaku!" teriaknya.
"Pergi! Aku tak mau melihat wajahmu lagi! Jangan sampai keluarga ini melihat mu, paham?!" Bram membentak, lalu berbalik pergi.
" hari ini, di hadapan mu, aku melepaskan nama marga ku, karena sejak awal aku memang tidak terlahir dari rahim hina istri mu " teriak Rafael, suara nya bergetar,
" itu lebih bagus, agar dunia tahu, anak ku hanya satu, jika bukan karena ibuku, mungkin nama mu tidak akan semirip ini dengan anak ku " ucapan anak ku, seolah mengartikan Rafael memang tidak pernah hadir didalam hidup mereka,
Rafael menatap koper itu. Uang itu memang bisa membuatnya bertahan hidup, tapi tidak untuk selamanya, hidupnya yang sudah susah payah nenek nya besarkan, tidak dengan sia-sia ia berikan pada kedua iblis itu, ia harus hidup walau tidak di negara ini, setidak nya negara tetangga, mau menerima nya,
Dengan sifatnya yang keras dan tak selalu lurus, Rafael memutuskan pergi ke London bukan tanpa alasan. Negeri itu adalah impian gadis yang selama ini ia cintai dalam diam, Anastasya Viola Devanka, ia tahu hal ini, karena mereka sempat berteman di masa-masa sma, walau tidak lama, tetapi kenangan manis sangat indah di ingatkan kdua nya
...🌻🌻🌻...
Rumah keluarga Arzander.
"Bagaimana, Mas? Sudah aman? Aku tidak mau dia merusak suasana bahagia rumah kita," kata Dina, melihat suaminya pulang.
Bram duduk, meneguk segelas air. "Sudah kuurus semuanya. Semoga dia mengerti apa yang kukatakan."
Rafa, yang berdiri di sudut ruangan, mendengar percakapan itu. Ia melangkah mendekat, sorot matanya marah. "Ibu… kenapa melakukan ini pada Rafael? Dia adikku." bentak nya pada Dina,
Dina menatap putranya tajam. "Kau masih berhubungan dengannya? Ibu sudah bilang, dia membawa apashakun kesialan. Kenapa kau tak mau mengerti, Rafa?" Dina khawatir karena ternyata Rafa menjaga hubungan baik dengan adiknya
Bram menghela napas. "Bisakah kalian berdua diam? Bertahun-tahun ini yang kalian perdebatkan. Dina, dia sudah pergi. Tapi kita tak bisa menghapus margaku di belakang namanya, kemanapun ia pergi dirumah sakit dunia ini, hasil nya akan mengatakan bahwa dia adalah darah daging ku " Bram berteriak, sesak melihat keadaan rumah,
Rafa menatap ayahnya. "Kenapa Rafael yang harus pergi, Ayah? Sejak kecil, setiap aku berbuat salah, dia yang disalahkan. Ibu memukul, mengurungnya… padahal semua itu salahku." Rafa yang sudah lama menahan semua rasa sakit yang adik nya tangung, tidak pernah diperlakukan adil,
Bram memijat pelipis. "Ayah tak tahu harus bagaimana… di satu sisi kau, di sisi lain ibumu. Rumah ini tak pernah tenang." Ia meraih jasnya dan pergi meninggalkan mereka.
Pagi hari di rumah Arzander.
"Rafa, pagi ini ikut Ayah ke kantor. Kau harus belajar bisnis, usia mu sudah cukup untuk berada di tahap ini, jika bukan sekarang mau kapan lagi " ujar Bram di meja makan.
Karena kejadian semalam, Rafa tak ingin membantah, dan tak ingin suana menjadi hening, "Iya, Ayah." jawab nya,
Dina tersenyum puas. Dalam pikirannya, Rafa lah pewaris tunggal seluruh kekayaan keluarga Arzander. Tak seorang pun, termasuk Rafael, bisa mengambilnya.
Bram dan Rafa berangkat dengan mobil mewah. Orang-orang di jalan memberi jalan bagi sang pengusaha besar. Rafa, meski menikmati kenyamanan itu, tetap menyimpan keinginan rahasia, ia ingin melihat keluarganya utuh, akan terasa nyaman jika keluarga Cemara bisa duduk dan tertawa bersama di meja makan,
Kantor milik Bram.
Semua karyawan menunduk memberi salam saat bos besar dan putranya yang tiba di salah satu kantor cabang, semua masyarakat kita itu, sudah tahu siapa pengusaha ternama dengan kekayaan melimpah, bersikap sopan sudah menjadi kewajiban
"Ini salah satu kantor kita. Masih banyak yang lain. Seminggu ini kau akan berkeliling, agar karyawan mengenalmu," kata Bram sambil berjalan menuju sebuah ruangan.
Rafa mengikuti ayahnya, terpukau oleh kemegahan kantor itu lampu kristal, interior elegan, udara yang memancarkan wibawa, semua nya terlihat megah siapa saja yang datang akan memanjakan mata mereka, melihat barang-barang import yang mahal,
Bram membuka salah satu ruangan, yang terletak di sebelah ruangan nya, namun ia jarang ke kantor cabang, karena pemilik perusahaan hanya berada di kantor pribadi nya,
"Ini ruanganmu… dan dia sekretarismu. Namanya Anastasya Viola Devanka. Perusahaan yang memilihnya untukmu, kau sudah bisa mulai bekerja dengan nya, dan perlakuan dia dengan baik" ujar Bram.
Deg…
Rafa tertegun. Viola adalah gadis yang dulu ia kenal di SMA. Ia, Rafael, dan Viola pernah menjalin kebersamaan yang manis di masa sekolah, Rafa dan Rafael menyimpan perasaan yang sama kepada gadis itu, hanya saja perasaan Rafael lebih dominan, karena pertemuan pertama mereka yang sangat berkesan,
"Dia dari keluarga Devanka. Ayahnya teman Ayah. Statusnya sebagai karyawan hanya sementara. Keluarganya ingin dia mandiri," bisik Bram.
Rafa masih menatap viola, enggan untuk berkedip karena tak rela membiarkan ciptaan Tuhan yang indah ini terlewatkan walau hanya beberapa detik,
Viola menghampiri. "Selamat siang, Pak," sapanya lembut.
"Siang, Viola," jawab Rafa, menatap mata gadis itu bening bak mani ratna, permata yang bersinar dari dalam.
Pertemuan itu ia ceritakan pada Rafael. Ia bahkan mengirim foto Viola yang tengah bekerja di ruangannya… tak menyadari bahwa satu pesan itu akan membuka kembali simpul takdir yang telah lama terikat.
Bersambung............
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
Hai teman-teman, yuk bantu like dan masukkan cerita aku kedalam favorit kalian, ini karya pertama aku dalam menulis, mohon bantuan nya ya teman-teman........
btw aku mampir Thor /Smile/