NovelToon NovelToon
Penguasa Subuh

Penguasa Subuh

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Epik Petualangan / Mengubah sejarah / Persahabatan
Popularitas:764
Nilai: 5
Nama Author: godok

Kemampuan dan kelebihan yang membawa pada kesombongan.
Jangan pernah berpaling dan melupakan Sang Penguasa Subuh. Selalu rapalkam dalam hati 'Ilmu, Kebijaksanaa, dan Rendah Hati.' Jangan sampai tergoda oleh para pembisik, mereka pandai menggelincirkan keteguhan hati manusia.

Ketika dunia sudah mulai kehilangan keasliannya, banyak terjadi kejahatan, hal menyimpang, bahkan normalilasi terhadap hal yang tidak normal. Sebuah suku tersembunyi yang masih memegang erat sejarah, mengutus anak terpilih yang akan kembali membuka mata dunia pada siapa mereka sebenarnya.

Perjalanan Warta Nalani yang membawa sejarah asli dunia dimulai dengan usahanya harus keluar dari hutan seorang diri. Banyak hal baru yang ia temui, teman baru, makanan baru, dan juga kesedihan baru.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon godok, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Desa Rusa

Sudah dua hari Warta terus berjalan menyusuri hutan. Untuk keluar dari wilayah sukunya menuju dunia luar memang membutuhkan perjalanan yanh cukup pajang. Ia sendiri tidak tau kemana jalan keluar hutan. Hanya amat dari kakek tua yang menjadi bekal pemandu untuknya.

'Terua berjalan menuju selatan. Di sana, kau akan melihatanya. Kerusakan yang terjadi akibat hilangnha sejarah asli.'

Siang hari, tepat matahari berada di atas kepala, Warta memutuskan untuk beristirahat sejenak.

"Di depan sepertinya ada suara air. Lebih baik aku beristirahat di sana, siapa tau dapat satu ekor ikan untuk makan siang."

Warta berjalan menuju arah gemericik air berasal. Hawa yang menerpa semakin sejuk, tarikan napas panjang tidak ia sia-siakan guna membersihkan paru-paru. Terlalu fokus dengan kegiatan mengambik napas, tanpa ia sadari dirinya masuk ke wilayah yang cukup licin, banyak bebatuan tertumpuk di jalan setapak yang ia lewati.

"Awas!"

Teriak seorang pria tua dari arah belakang. Secara sepontan Warta membalik badan, mencari arah suara. Di saat yang bersaan ketika ia memutar badan, seekor rusa kurus dengan bulu yang terlihat pudar berlari ke arah Warta. Membuat pijakan anak 16 tahun itu goyah.

"Tungg- Hey!"

Warta terjatuh. Tepat di atas bebatuan yang langsung menghantam terpurung kepalanya.

Tersdengar suara langkah kaki mendekati Warta, diiringi deru napas tidak karuan dan sumpah serapah.

"Sialan! Sudah mangsaku hilang, sekarang malah ada mayat."

Pria tua botak yang mengenakan pakaian serba abu-abu itu melihat sekitar. Panik dan juga gelisah menyelimuti diri. Ia berjongkok untuk memastikan kondisi Warta, ibu jari kirinya tidak luput dari gigitan yang terus ia lakukan semenjak melihat Warta tergeletak. Tangan kanan yang sedikit gemetar, perlahan menusuk-nusuk pipi Warta.

"Sial, memang sialan."

Lagi-lagi pria itu melihat ke arah sekitar.

"Ya sudah, bodo amat!"

Perlahan, pria itu mengangkat tubuh Warta. Membopongnya dengan mudah seolah sedang mengangkat pasokan tepung. Abai dengan darah yang menetes dari kepala Warta. Dengan langkah gontai, pria tua itu membawa Warta pergi.

Udara ketenangan khas sore hari menyapa indra penciuman Warta. Matanya mengerjap beberapa kali, sebelum akhirnya terbuka. Sebuah bilik kayu yang cukup kokoh, bau tikar yang terbuat dari rotan. Warta dibuat sedikit bersantai. Wangi khas desa tempat ia tinggal, sukunya, rumahnya. Senyum bak bayi yang baru saja merasa kenyang terulas.

"Ah, aku jadi lapar. Sepetinya makan daging... RUSA!"

Dengan cepat Warta terbangun dari posisinya yang tertidur, membuat kepala terasa sangat pening seakan terbelah menjadi dua.

"Argh, dimana ini?"

Set!

Pintu ruangan tempat Warta terbaring dibuka oleh seorang anak lelaki yang terlihat 5 tahun lebih muda dengan dirinya.

"Sudah sadar?" tanya anak itu dengan nada yang dibalut dengan kecemasan. Ia segera menghampiri Warta, meletakan punggung tangannya tepat di keing Warta.

"Oh, ya. Ada perban," anak yang baru saja muncul itu segera menarik tangannya dan melangkah keluar ruangan. Terdengar oleh telinga Warta, orang itu memanggil beberapa nama lalu disusul dengan banyaknya suara derap kaki.

"Perban...?" tangan kanan Warta terulur meraba dahinnya. Ia merasakan sebuah kain bertekstur agak kasar yang membalut kepalanya.

"Sudah sadar? jangan langsung bangun, istirahat saja dulu."

Si anak kecil kembali dengan seorang kakek tua. Kakek yang terlihat berpendidikan dengan jubah putih yang menambah kesan wibawa pada dirinya. Kakek itu duduk di samping Warta, tangannya menepuk pundak Warta beberapa kali.

"Tenang, Nak. Kau aman di desa kami, tadi kau terpleset karena diserang rusa."

Jelas si Kakek. Warta mengangguk sekilas walau masih ada gelisah terpancar dari rautnya.

"Saya Ahal, penasihat di desa ini. Sebaiknya kau beristirahat dulu, kepalamu terbentur cukup keras."

"Ah, benar aku diserang rusa... di mana tas ku?!"

Warta agak mencondongkan diri ke arah Kakek Ahal. Mengingat banyak benda penting dan juga buku tuntunannya untuk memulihkan sejarah asli dunia. Bisa gawat kalau samapi hilang.

"Tas? Orang yang menyelamatkamu hanya membawa dirimu. Tidak ada bawaan apapun."

"Gawat, aku harus kembali." Warta hendak berdiri. Tapi, Kakek Ahal menahannya.

"Jangan, malam hari para rusa akan mengamuk lebih liar. Lebih baik tunggu sampai matahari kembali terbit."

"Tidak bisa, banyak hal penting di dalam tas itu." Mengabaikan Kakek Ahal, meski pening menghantam bagian belakang kepala, Warta tetap berusaha untuk berdiri.

"Tidak boleeeeeeh!" Teriak anak kecil yang pertama kali Warta temui. Anak itu melebarkan kaki dan tangan, m.enjadikan dirinya sebgai palang pintu secara manual.

"Nhgak tau terima kasih, sudah dit.olong! Kalau kau keluar, warga desa kami. juga yang akan kerepotan. Dasar, orang hutan!"

Warta yang tadinya sedang menahan rasa sakit, kini meatap anak itu. Di awal ekspresi Warta agak kebingungan, lalu menjadi datar, dan seketika berubah menjadi kesal.

"Orang hutan..." gumam Warta. Matanya menatap tajam anak itu. Langkah demi langkah, walau dengan gontai ia berjalan menuju pintu keluar.

"Orang hutan, ya..."

Dengan cepat Warta menarik anak itu, menghubah posisi hingga dengan mudah ia dapat menahan leher anak itu denga lengan kanannya.

"Siapa yang kau bilang orang hutan, hah?!" kesal Warta.

"Tunggu! Lepas! Ampun! Aaaaa, orang hutan jahat!" anak kecil itu meronta-ronta hingga berakhir keduanya ditenangkan oleh Kakek Ahal.

Waran dan anak kecil yang diketahui bernama Basa itu kini duduk bersebelahan. Kedua kaki yang ditekuk ke dalam di jadikan bantalan alas duduk. Kepala mereka sama-sama tertunduk. Di hadapan mereka, berdiri Kakek Ahal dengan kedua tangan terlipat menatap keduanya penuh intimidasi.

"Basa, jaga sikapmu. Kau harus sopan dengan yang lebih tua!" tergur Kakek Ahal membuat Basa mendengus.

Anak kecil itu mengangkat kepalanya, menoleh ke arah Waran. "Maaf."

Satu kata, tanpa ada uluran tangan bahkan terdengar lebih seperti perintah dari pada permohonan. Waran melihat itu kembali kesal, napas dalam ia raih untuk menenangkan diri. Kesal melihat bocah tidak sopan di sebelahnya, ia mengakat kepala menatap kakek Ahal.

"Terima kasih atas pertolongan kalian. Tapi saya harus segera pergi, apa lagi tas saya... ada benda penting di dalamnya."

Tangan Kakek Ahal yang sedang sibuk mengepang janggut panjangnya terhenti. Ia melihat pandangan penuh semangat dan emosi di mata Waran.

"Dasar anak keras kepala. Begini saja, aku akan perintahkan seseorang untuk mencari tasmu. Kau masih perlu istirahat. Tiga hari, tiga hari hingga lukamu pulih. Itu kata tabib."

Perkataan Kakek Ahal tidak bisa Warta bantah. Mau bagaimanapun, mereka telah menolongnya. Akan tidak sopan jika ia terus sesuka hati seperti ini. Dan lagi, Kakek sampai mengutus orang untuk mencari tasnya.

"Baiklah," perlahan Kakek melangkah ke luar kamar, sebelum berhenti sejenak di ambang pintu. "Basa, kau jaga anak ini. Besok pagi, bawa dia untuk berjemur matahari pagi."

"Kakek, Kenapa aku yang harus jaga orang hutan ini?!"

Acuh dengan teriakan Basa, derap langkah Kakek Ahal semakin menjauh. Basa, anak kecil yang terkena sial karena harus mengurus orang asing itu terus merapalkan sumpah serapah. Tanpa sadar, Warta sudah berada di belakang dirinya untuk kembali menahan leher mungil itu.

"Siapa yang kau panggil orang hutan, hah?!"

"Lepas!" Basa memberontak membuat keduanya terjatuh, tapi lingkaran tangan Warta di leher Basa tidak juga lepas.

"Lepaas! Aku adukan pada putri Tilani nanti!"

Mendengar sebuah nama disebut, Warta berhenti. Ia melonggarkan pitingan pada leher Basa.

"Putri... Tilani? siapa itu?"

Tidak mau membuang kesempatan, Basa segera berdiri. Tangan kanannya menunjuk tepat di hadapan wajah Warta.

"Putri Tilani, putri desa ini. Wanita hebat yang bisa melihat masa depan dan menjadi pelindung kami. Lihat saja, dia akan memberimu hukuman!"

Basa perlari, meninggalkan Warta yang masih berusaha mencerna perkataannya.

"Putri Tilani... bisa melihat masa depan? Beruntung sekali, sepertinya ia disukai oleh sang penguasa subuh."

"Kalau begitu," Warta berdiri, tengan kanannya mengepal di udara. "aku juga akan berusaha agar menjadi yang terbaik untuk Sang Penguasa Subuh!" katanya dengan semangat berapi-api.

Dari luar ruangan, Basa yang menguping perkataan Warta menggelangkan kepala pelan. Raut iba menyelimuti wajahnya.

"Sepertinya otak orang hutan itu ikut terbentur."

1
Anonymouse
/Left Bah!/
Harman Dansyah
semangat update nya kak
Harman Dansyah
apakah emang ada mangan lain dalam tulisan itu kak
Harman Dansyah
ada yang typo kak seperti ia menarik panas kak
Harman Dansyah
kalau novel ku ada maksudkan atau saran boleh di komentar kak
Harman Dansyah
juga terimakasih like nya kak
Harman Dansyah: kalau bisa kasih bintang 5 nya juga yah Kak kalau ada tambah di cerita ku komentar aja aku juga kalau ada typo atau apa cerita kak aku komentar juga kak
total 2 replies
Harman Dansyah
semangat updet nya kak aku like dulu soal mau istirahat kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!