NovelToon NovelToon
Dendam Anak Kandung

Dendam Anak Kandung

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Fantasi Wanita / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:5.7k
Nilai: 5
Nama Author: Darmaiyah

Lila pergi ke ibu kota, niat utamanya mencari laki-laki yang bernama Husien, dia bertekad akan menghancurkan kehidupan Husien, karena telah menyengsarakan dia dan bundanya.
Apakah Lila berhasil mewujudkan impiannya. Baca di novelku
DENDAM ANAK KANDUNG.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Darmaiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 2

Mencari Kebenaran

Keesokan harinya setelah meminta ijin kepada Ismara, bermodalkan sedikit informasi dari teman Ismara, Lila pergi ke kantor Husien Harahap dia ingin memastikan, apakah pemilik kartu nama yang diterimanya semalam, benar pria yang telah meninggalkan dia dan bundanya dua puluh tahun yang lalu.

Tidak susah bagi Lila untuk melacak keberadaan kantor laki-laki itu, karena perusahaan Husien cukup bonafid dan terkenal dari kalangan bawah hingga kalangan atas.

"Kak kita sudah sampai." driver ojek online itu menghentikan motornya. Lila merogoh saku kemeja mengambil kartu nama itu, sejenak dia menatap kartu, sesuai dengan alamat yang tertera di kartu itu, Lila turun dari ojek yang mengantarnya, setelah membayar ongkos dan mengucapkan terima kasih Lila memasuki area perkantoran.

Lila berhenti melangkah, dia memandang takjub pada gedung bertingkat yang berdiri gagah di depannya.

"Aku harus bisa bekerja di sini." batin Lila, lalu dengan mantap melanjutkan melangkahnya berjalan mendekati security, memastikan kalau dia tidak salah alamat.

"Apa nona sudah buat janji?" Tanya security menilik nya penuh curiga.

"Semalam beliau memberikan kartu nama ini pada saya dan menyuruh saya menemuinya hari ini di kantor,” jawab Lila secara memperlihatkan kartu nama di genggamannya.

Lila menyodorkan kartu nama itu ke security. Saat melihat Lila membawa kartu nama bosnya, security itu mengajak Lila menemui seorang resepsionis dan memberi penjelasan. Resepsionis itu kemudian menelpon seseorang, entah apa yang dibicarakannya Lila tak bisa mendengar dengan jelas.

"Silakan nona ke lantai delapan, jumpai ibu Nora." Titah resepsionis itu, sambil menutup percakapannya di telepon. Resepsionis itu memberikan sebuah kartu, dan menunjukkan arah lift.Sebelum Lila beranjak.

Sambil mengantongi kartu yang bertulisan nomor angka tiga Lila masuk ke dalam lift, menekan tombol angka delapan. Lila menatap kartu yang diberikan resepsionis tadi, seperti nomor antri. Pintu lift terbuka di lantai delapan. Lila keluar, lalu memandang kiri dan kanan koridor kantor, sepi tak ada tempat untuk bertanya. Sekilas dilihatnya seorang office girl keluar dari sebuah ruangan.

"Hay kak!" Lila memanggil seorang office girl yang sedang membawa nampan berisi dua gelas kopi. Office girl itu menghentikan langkah dan menoleh kearahnya.

"Ruangan ibu Nora di mana?" Tanya Lila.

"Terus jalan depan, sepuluh meter dari sini belok kiri.” Jawab office girl itu sambil menggerakkan tangannya sesuai ucapannya.

Lila mengucapkan terima kasih, lalu membalikkan tubuh ingin melanjutkan jalannya. Namun, langkahnya terhenti.

"Eh tunggu! apa kamu sudah bawa nomor antri." Office girl itu berbalik dan memanggilnya.

"Apakah ini,” Lila menunjukkan kartu yang bertulisan angka tiga. Office girl itu mengangguk.

"Hati-hari! ibu Nora selalu galak dengan orang baru,” ujar Office girl itu, lalu menghilang di balik pintu. Lila melanjutkan langkahnya sesuai petunjuk yang di dapat. Sepuluh meter melangkah, Lila mengalihkan pandangannya ke kiri, seorang gadis muda sedang duduk di kursi tunggu menatap kerahnya.

"Hay, apa kamu peserta wawancara juga?" Gadis itu menyapa Lila ramah, sambil bertanya dia tersenyum manis ke arah Lila. Lila tidak menjawab pertanyaan gadis itu, dia hanya memperlihatkan nomor kartu di tangannya, menunjukkan kearah gadis itu.

"Antrian dua." Terdengar suara seseorang memanggil dari dalam. Gadis itu beranjak, tiga puluh menit kemudian gadis itu keluar dengan senyum bahagia dan mengatakan kalau dia diterima kerja.

"Sekarang giliran mu, semangat ya,” ujar gadis yang belum dikenalnya sama sekali. Lila mengangguk ragu, dia heran saja, karena dia ke sini ingin menemui Husien , bukan untuk wawancara.

“Antrian tiga,” terdengar lagi panggilan dari dalam. Lila beranjak masuk.

"Selamat pagi bu." Sapa Lila begitu sudah berada di ruangan wanita yang bernama Nora. Lila bisa membaca id card wanita itu. Nora Ainunnisa sekretaris wakil direktur.

Sambil membungkukkan badannya tanda hormat, Lila menatap kearah wanita itu. Nora wanita dewasa dan sangat berwibawa, tidak terlalu tua dan tidak muda juga, dari penampilannya terlihat terlihat sedikit judes dan keras, itu penilaian pertama Lila.

"Duduk! anda perlu apa menemui saya?" Nora menatap tajam ke arah Lila yang sudah duduk dihadapannya.

Lila merasa ngeri melihat tatapan Nora, Lila menunduk, lalu menceritakan berawal dari penemuan dompet, dan disuruh datang ke kantor ini dengan orang yang memberi kartu nama yang sedang dipegangnya. Lila menyodorkan kartu nama itu.

"Tuan Husien ." gumam Nora. Dia menatap kartu nama yang disodorkan Lila, tuan Husien jarang sekali memberikan kartu mana, kecuali pada orang penting dan tertentu.

"Gadis ini salah satu orang tertentu yang beruntung. Apa gadis ini salah satu simpanan Tuan Husien." batin Nora. Nora sudah lama mendengar rumor kalau Husein suka dengan gadis-gadis belia.

"Cantik dan Manis." gumam Nora seraya menilik wajah dan tubuh Lila.

"Pantas saja Tuan Husien memintanya ke sini."

Tidak mau berurusan dengan Husien yang terkenal bengis dan kejam pada orang yang mencampuri urusannya. Nora meraih gagang telepon, lalu menekan dua tombol angka, dia menelepon asisten pribadi Husien dan menanyakan apakah Tuan Husien bisa menerima tamu, setelah mendapat jawaban. Nora beranjak dari kursi dan meminta Lila mengikutinya, Nora mendorong dinding pembatas yang terbuat dari kaca.

"Tuan! Ada seseorang ingin bertemu dengan anda."

"Siapa?"

"Seorang gadis yang menemukan dompet anda semalam."

"Suruh dia masuk."

Nora meminta Lila masuk, setelah itu dia kembali ke ruangannya. sedikit gugup Lila melangkah masuk, pria didepannya sedang focus menatap layar laptop, seakan cuek dan tak memperdulikan kehadirannya. Lila mendekati dan memindai ruangan kerja pria itu. Mata Lila membulat, saat melihat foto keluarga yang tergantung di belakang meja kerja Husien .

"Benar pria ini ayahku, wanita itu tante Farah, dan gadis itu, pasti anak mereka,” batin Lila, ada nyeri diujung hatinya.

Dulu Husien tidak brewok wajar saja semalam Lila tak mengenalinya, kerena ada jenggot dan kacamata yang menghiasi wajahnya, hingga Lila tidak bisa mengenalinya dengan jelas.

"Keluarga yang sangat bahagia." gumam Lila dengan hati teriris.

Iri? Tentu saja Lila sangat iri dan sekarang iri itu telah berubah menjadi sakit hati, dengki dan dendam membara.

"Berapa anda meminta bayaran untuk penemuan dompet saya?" Pertanyaan Husien seperti ledakan menggelegar di telinga Lila, seketika Lila sadar dari lamunan, Lila terkejut, spontan dia mengalihkan pandangannya ke arah pria itu yang kini sudah berdiri di hadapannya.

"Apa pria ini tidak mengenaliku sama sekali" batin Lila, dia tidak menjawab pertanyaan Husien.

Tentu saja Husien tak akan mengenalinya, dia kini telah tumbuh menjadi gadis cantik dan anggun Karena saat pria itu meninggalkannya dan Mira, usia Lila baru enam tahun. Enam belas tahun yang lalu Lila masih cengeng dan imut, sekarang dia sudah dewasa.

"Ini sepuluh juta, ambillah!" Pria itu meraih tangan Lila dan meletakkan uang tunai sepuluh juta itu.

Lila mundur dua langkah, secara bergantian dia menatap uang yang sepuluh juta yang baru diletakkan Husien di tangannya, kemudian dia mengalihkan pandangan ke wajah pria yang sekarang juga sedang menatapnya.

"Sepuluh juta, belum cukup kau membayar penderitaanku dengan bunda." batin Lila, bibir bergetar menahan amarah yang mulai membuncah.

“Kau akan membayarnya berlipat-lipat lebih dari itu. Dasar pria sombong dan angkuh.” itu yang terlintas di kepala Lila.

Melihat Lila hanya diam menatapnya, Husien beranjak menarik laci meja dan mengeluarkan sepuluh juta lagi.

"Jika kurang, ini ku tambah sepuluh juta lagi." ujar pria itu, dia kembali meletakkan uang itu di atas tumpukan uang yang ada di tangan Lila.

"Aku tidak butuh uang Tuan!" ujar Lila dengan suara parau, spontan dia meraih tangan Husien dan menyerahkan tumpukan uang itu.

Husien terkesima, dia sama sekali tidak menduga kalau wanita muda itu akan menolak pemberiannya.

"Tuan! saya memang butuh uang, tapi saya tidak mau menerimanya, kalau Tuan berikan secara cuma-cuma."

"Sekarang apa yang kau inginkan." Husien mulai tertarik dengan gaya kepolosan Lila.

"Beri saya pekerjaan Tuan!"

"Di kantor saya tidak ada lowongan."

"Tolong Tuan! saya mohon Tuan, saya... hiks, hiks, hiks." Lila tidak kuasa meneruskan ucapannya, dadanya bergemuruh terasa ingin meledak. Tiba-tiba hatinya sedih, mengingat perjuangan bundanya pasca ditinggal pria yang sekarang ada di depannya. Dia terisak menangis.

"Bagaimana pun caranya, pria ini harus menerimaku.” batin Lila dalam tangisnya.

"Jangan menangis di hadapanku, aku sudah biasa menghadapi wanita murahan sepertimu,” bentak Husien , tatapannya menukik kearah Lila sangat tajam.

Tatapan tajam Husien menghujam tepat di ulu hati Lila, bayangan wajah Mira seketika menari. Gejolak dendam membara di dadanya, rasanya dia ingin sekali berteriak kencang meluapkan seluruh isi hati.

“Sabar Lila, belum waktunya.” Gumamnya dalam hati.

"Ambil saja uang dua puluh juta ini dan pergi dari hadapanku." Pria itu kembali meraih tangan Lila, dan meletakkan uang dua puluh juta itu.

"Tidak tuan! tolong berikan saya pekerjaan.” Ucap Lila, kali ini dia meletakkan uang dua puluh juta itu di atas meja kerja Husien, lalu memberanikan diri menatap pria bengis dihadapannya.

“Tolong beri saya pekerjaan saja Tuan! saya ingin membiayai pengobatan ayah saya yang sekarang sedang berada di rumah sakit jiwa. Tuan!” ucap Lila seraya menangkupkan kedua tangannya di dada, air mata mengalir deras membasahi kedua pipinya.

Melihat Husien tidak bergeming dengan dramanya, Lila berjongkok memohon dan menyentuh ujung sepatu Husien.

“Kali ini tak apa aku mengalah dan merendah, lain kali akan ku buat kau yang berlutut di kaki ku dan bunda." batin Lila.

"Saya mohon tuan, saya sangat menyayangi ayah saya, dia lelaki paling baik yang saya punya, hiks, hiks, hiks." Tangisan Lila semakin kencang, dia mendekap erat kedua kaki Husien.

"Hay, kamu gila, sama seperti ayahmu." teriak Husien , seraya menarik kakinya dari dekapan tangan Lila.

"Benar tuan, saya akan lebih gila, jika tuan tidak menerima saya bekarja di sini." Rengek Lila tak melepaskan pegangannya. Namun dengan kuat Husien menyentakkan kakiknya, hingga pegangan Lila terlepas.

Husien menendang tubuh Lila yang berusaha meraih kembali kakinya lagi, Lila terjerembab di lantai. Lila tak perduli, pikirannya sekarang bagaimana dia bisa masuk ke perusahaan ini.

"Kau menyumpahi dirimu sendiri pria sombong." batin Lila berdecak penuh dendam, bongkahan kemarahan di dadanya sudah membuncah.

Lila tersenyum dalam hati, saat mendengar Husien mengatai dirinya dan ayahnya. Andai saja pria paroh baya itu tahu, bahwa yang dimakinya adalah dirinya sendiri. Entah bagaimana ekspresi wajah Husien.

Lila bangkit dan kembali memohon dengan berbagai cara, sesekali dia mengiba, sesekali dia memuji dan menyanjung Husien.

"Tuan! hanya tuan yang bisa menolong saya, saya sudah mencari pekerjaan kemana-mana, tapi tak ada yang mau menerima saya. tadi di luar saya mendengar dari karyawan tuan, kalau tuan adalah orang kaya yang sangat baik dan dermawan." puji Lila, entah dari mana Lila dapat kata-kata itu, dia terus bersimpuh di kaki Husien dan tak akan bangun sebelum Husien menerimanya

"Bangunlah! kamu saya terima." Husien kehilangan akan menghadapi Lila, saat mendengar sanjungan dan pujian Lila membuat hati Husien luluh. Karena dia memang gila sanjungan dari seorang wanita, apa lagi wanita secantik Lila.

"Terima kasih tuan! saya bersedia kerja apa saja, hanya tuan harapan saya satu-satu,” ujar Lila lagi seraya menyesap air matanya dan melirik wajah Husien yang ekspresinya sudah tidak segalak tadi. Lila tersenyum penuh kemenangan.

Benar kata Ismara kalau Husien itu paling senang dipuji. Sebelum datang ke kantor Husien, Lila sudah menggali banyak informasi tentang ayahnya itu dari teman Ismara yang bekerja sebagai menejer pemasaran di perusahaan cabang Husien.

"Tuan benar-benar Bos yang baik hati." puji Lila lagi sembari menyentuh lengan pria itu.

Sejenak Husien terkesima dia baru menyadari, kalau gadis yang sekarang berdiri di sampingnya memiliki lekuk tubuh yang seksi, pikiran kotor mulai bersarang di otaknya.

“Cantik dan manis.” Gumam Husien sambil memegang brewoknya dia tersenyum penuh arti.

Apakah Lila akan terjebak dalam perangkap ayahnya

Baca lanjutannya di part 3

1
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
Rajuk Rindu
Alur cerita bikin degdegan
Rajuk Rindu
Tinggal koment dan like ya para reader
thanks you
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!