Arasya Allidra, pria tampan yang akrab dipanggil Rasya memiliki sebuah harapan ingin menikahi cinta pertamanya yang tak lain merupakan sahabat masa kecilnya jika sudah dewasa dan sukses nanti. Keduanya harus terpisah jauh saat keluarganya pindah ke luar negeri.
Rasya yang bertekad untuk meraih cita-citanya dengan belajar dan bekerja keras sampai sukses. Namun disaat tujuannya hampir tercapai sebuah undangan didapatkannya bahwa Qila akan menikah dengan pria lain
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siska Dewi Annisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 02. Patah hati
Rasya baru saja merebahkan tubuhnya di atas ranjang kediaman peninggalan kakeknya. Rumah mewah bergaya klasik kuno yang konon katanya pernah menjadi sarang mafia. Ya, jangan lupa keturunan Rasya dari sang ayah yang merupakan mantan mafia. Darah Allidra mengalir dalam dirinya namun semua itu tak pernah Rasya salah gunakan. Sejak kecil Papanya selalu menanamkan pendidikan moral dan agama yang kuat sehingga dia kini menjalani kehidupan normal jauh dari kekerasan.
"Rasya, sudah tidur nak? kamu nggak makan malam dulu ini mama sudah siapkan." teriak Mama Karina dari balik pintu kamarnya.
Rasya yang sebetulnya malas untuk melakukan segala sesuatu terpaksa turun untuk makan bersama. Semalas apapun Rasya tak pernah menolak permintaan sang ibunda, karena dia tahu Mamanya adalah pahlawan yang berjuang mati-matian untuknya.
"Papa mana Ma?" tanya Rasya saat melihat Mama dan adiknya saja.
"Itu masih mengangkat telepon dari Om Bagas, ngabarin kalau kita sudah sampai sini." jawab Mama Karina yang sedang menyiapkan makan untuk Rasya dan Riko.
"Besok acaranya jam berapa ma? wah nggak sabar ketemu Zayn, Zayyan dan Zaina. Udah lama banget nggak ketemu langsung." Ucap Riko antusias. Ketiga nama yang disebutkan tadi merupakan adik Qila yang kembar tiga. Masih ada dua adik kembarnya lagi yang usianya lebih kecil dari mereka.
"Rasya, kamu sudah siapkan hadiah buat Qila?" tanya Mama Karina.
Rasya yang hampir menenggak air putih pun urung karena pertanyaan dari Mamanya.
"Sudah Ma." jawab Rasya Singkat.
Rasya memang sudah menyiapkan satu set perhiasan khusus untuk Qila. Entah kenapa dia memberikan hadiah itu namun hatinya rasanya tergugah ingin memberikan yang terbaik untuk Qila terakhir kalinya.
"Besok kita diminta berangkat pagi-pagi langsung ke hotel ya. Katanya Bagas ingin bertemu kita dulu." Papa Sean yang baru selesai menelepon langsung bergabung.
"Harus banget ya Pa?" Rasya terlihat begitu enggan untuk menghadiri acara tersebut sebenarnya.
"Ya harus dong. Kamu tahu sendiri kan gimana Papa sama Om Bagas yang seperti kakak adik. Lagi pula kita sudah lama tidak berkumpul bersama." ucap Papa Sean bersemangat.
Rasya hanya bisa menghembuskan nafasnya yang terasa berat. Besok dia harus bersiap menguatkan hatinya sendiri melihat gadis pujaan hatinya menikah dengan pria lain.
Tak ingin terus merasa sesak sendiri Rasya pun segera menyelesaikan acara makannya yang sama sekali terasa tak bernafsu. Dia pamit untuk istirahat terlebih dahulu dengan dalih masih jet lag.
"Tumben kakak jet lag, padahal seminggu bisa bolak balik eropa juga nggak kenapa-kenapa tuh. Masak Sidney ke Jakarta bisa jet lag." Gumam Riko.
"Mungkin kakak kamu kecapean kurang istirahat. Biar saja jangan diganggu." Ujar Mama Karina.
Di dalam kamar Rasya mencoba memejamkan matanya namun bayangan masa lalu terus muncul dan membuatnya semakin kalut.
Rasya merenung, ia merasakan sakit di dalam hatinya. Terlihat jelas dari raut wajahnya yang tampak sendu akan kini telah mengalir air mata membasahi pipinya.
Seumur hidupnya Rasya hanya mengakui sosok Qila. Gadis manis yang selalu mencuri hatinya dengan segala tingkah dan tutur katanya.
Andaikan waktu bisa diputar kembali rasanya Rasya ta ingin pindah ke luar negeri mengikuti orang tuanya saat itu. Dia bisa lebih cepat mendapatkan cinta Qila tanpa takut didahului oleh orang lain.
Hingga rasa itu yang semakin malam semakin menyakitkan. Rasya pun beranjak menuju kamar mandi melakukan wudhu dan bermunajat kepada Sang Pencipta.
"Ya Allah sang pemilik hati, tak seharusnya aku berlarut dalam keadaan ini. Jika memang benar dia orangnya, aku yakin Engkau punya cara tersendiri untuk mempersatukan kami. Jika memang benar dia orangnya, maka permudahkan jalanku untuk bersamanya. Jika memang dia bukan untukku maka berikanlah jalan agar aku bisa mengikhlaskannya dengan mudah. Sedalam apapun rasa sedihku ini jangan jadikan hal itu untuk melemahkanku. Aku percaya pada kuasa-Mu Ya Allah." Rasya mengusap wajahnya dengan perasaan yang begitu kalut.
"Qila maafkan aku yang masih berharap padamu padahal besok adalah hari pernikahanmu.." Gumam Rasya lirih.
*****
Keesokan harinya pagi-pagi di dalam salah satu kamar suite hotel milik Papa Bagas yang kini dijadikan ruang make up dan wardrobe tampak sibuk.
Qila sedang di make up oleh MUA yang disiapkan khusus dan juga kerabat yang lainnya. Sedari tadi dia terus berdzikir dalam hati. Entah kenapa firasatnya terus merasakan hal buruk.
Selama dua minggu ini Alvian jadi sulit dihubungi bahkan dia selalu banyak alasan saat Qila mengajaknya membahas tentang persiapan pernikahan. Katanya ada pekerjaan penting dan bimbingan mendadak dengan mahasiswanya. Qila tak bisa berbuat banyak hal toh alon suaminya itu juga tujuannya bekerja demi memperbaiki perekonomiannya kelak.
"Astaghfirullahaladzim.." Qila menghela nafasnya perlahan. Dia tak ingin membuat suasana hatinya semakin buruk. Dia percaya semua akan baik-baik saja.
"MasyaAllah.. cantiknya putri Umma.. bagaimana perasaan kamu sayang?" Umma Nizma menghampiri putri sulungnya itu.
"DEg-deg an Umma... " Qila berucap sendu. Umma Nizma bisa merasakan perasaan putrinya itu dengan genggaman erat tangannya yang terasa dingin dan berkeringat.
"Kita serahkan semua sama Allah ya sayang, Umma tahu apa yang kamu rasakan sebab Umma juga begitu dulu. Insyaallah semua pasti berjalan lancar." Umma Nizma mengusap lembut bahu putrinya untuk menguatkan.
"Umma.. terimakasih banyak sudah menjadikan aku bagian dalam keluarga ini, Qila bukan apa-apa tanpa Umma dan Papa.." Tenggorokan Qila rasanya tercekat mengucapkan hal itu. Namun dia tetap akan mengatakannya sebab ini adalah momen penting dalam hidupnya.
"Umma yang justru berterimakasih sama kamu sayang. Kehadiran kamu adalah anugerah bagi kami. Kamu penyemangat Umma sayang.." Umma Nizma langsung memeluk putrinya dengan haru.
Di luar beberapa kerabat dekat sudah bersiap. Acara akan dilaksanakan pukul sembilan pagi dan saat ini masih pukul delapan. Masih ada waktu satu jam untuk bersiap.
Sementara itu keluarga Rasya juga sudah hadir. Mereka langsung disambut oleh Papa Bagas dan Umma Nizma. Begitu juga dengan anak-anaknya yang langsung menyalami dan temu kangen dengan Riko.
"ALhamdulillah kita bisa bertemu lagi ya Mbak Karin.." Umma NIzma langsung mengobrol dan melepas rindu dengan Mama Karina.
"Iya ya Niz.. nggak terasa kita sudah tua, udah mau nikahin anak dan sebentar lagi mungkin punya cucu." Ucap Mama Karina.
"Iya Mbak Karin yang penting kita sehat semua. Tapi kamu masih cantik dan kelihatan muda nggak pantes dipanggil Oma." gurau Mama Karina.
"Ah jangan begitu dong mbak Karin, kalau waktunya dipanggil Oma juga tetap jadi Oma." jawab Umma Nizma. Mereka mengobrol hingga tak terasa waktu akad sebentar lagi tiba. Rombongan pengantin laki-laki juga tampak sudah hadir. Di sana ada Alvian yang sudah mengenakan setelan serba putih lengkap dengan pecinya. Pria itu tampak berwibawa.
Qila sendiri saat ini masih berada di ruangan khusus untuknya menunggu akad. Dia akan disandingkan setelah akad tersebut selesai.
Rasya sudah duduk di tempatnya dengan perasaan yang tak karuan. Dia terus beristighfar dalam hati agar pikirannya tenang.
"Ya Allah kuatkan aku melihat ini semua. Kuatkan aku melepaskan perasaan ini dan semoga aku bisa mengikhlaskan wanita pujaan hatiku untuk bahagia dengan pendamping hidupnya." gumam Rasya dalam hati.
Penghulu sudah siap di tempatnya begitu juga pengantin laki-laki beserta Papa Bagas yang menjadi saksi atas pernikahan putrinya. Qila sendiri menggunakan wali hakim sebab keberadaan ayah kandung maupun keluarga nasabnya tak diketahui. Sehingga sesuai dengan ketentuan Qila dinikahkan oleh wali hakim.
Rasa haru terus melanda pria yang sudah mengadopsi Qila sejak bayi itu. Meskipun tak memiliki hubungan darah namun Papa Bagas sangatlah menyayangi Qila seperti putri kandungnya.
Penghulu yang hendak menikahkan sudah siap menjabat tangan Alvian. Sebelumnya mereka sempat melakukan sesi latihan untuk memperlancar kalimat akadnya. Kini tiba akad yang sebenarnya akan diucapkan.
Baru saja Penghulu hendak berucap tiba-tiba datang seorang wanita muda memasuki aula tersebut dengan tergesa-gesa.
"Hentikan pernikahan ini.. Pernikahan ini tidak boleh dilaksanakan." teriak wanita tersebut.
Semua orang tentu langsung terkejut dan pandangan mereka langsung tertuju padanya.
"Mas Alvian hentikan omong kosong ini. Kamu harus tanggung jawab sama aku. Sama bayi kamu yang ada di dalam perutku." Wanita itu mendekat pada Alvian.
Sementara Alvian hanya bisa diam membeku. Rasa was-was yang sejak kemarin-kemarin dia takutkan akhirnya terjadi.
"Siapa kamu berani-beraninya datang mengganggu acara kami?" Papa Bagas yang mulai terusik langsung menanyai wanita itu.
"Maaf Pak jika kedatangan saya mengganggu acara ini. Tapi saya hanya ingin keadilan. Saya ingin pria ini bertanggung jawab terhadap perbuatannya terhadap bayi dalam kandungan saya." tegas wanita itu.
DEGG...
Papa Bagas langsung melebarkan netranya dan menatap Alvian tajam. Dia benar-benar terkejut dengan pernyataan wanita itu apalagi disaat acara penting begini.
"Alvian, saya tanya apa benar semua ini?" Tanya Papa Bagas tegas.
"O-Om.. saya bisa jelaskan." dengan gemetar Alvian mencoba menjawabnya.
"Katakan Ya atau tidak." Tanya Papa Bagas lagi dengan nada penekanan yang semakin kuat. Kesabarannya sudah diujung tanduk dan menunggu jawaban berbelit tentu membuatnya semakin emosi.
"O-om.. saya.."
...****************...
semoga triple up nya
ohy Thor papa kandung Qila kasih tau dong Thor di munculi biar seru
sabar ya Qila
semoga up selanjutnya gk lama.
terima kasih thor
semangat untuk up thor
semangat untuk terus thor