NovelToon NovelToon
Ipar Yang Dirindukan

Ipar Yang Dirindukan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Selingkuh / Diam-Diam Cinta / Mengubah Takdir / Romansa
Popularitas:6.4k
Nilai: 5
Nama Author: Pena Ryn

Naura (22 tahun), seorang ipar yang justru begitu dekat dengan keponakannya, yakni Maryam.
Maryam kerap mengatakan pada Zayad (30 tahun) ayahnya, jika dirinya ingin memiliki seorang ibu. Pertanyaan yang aneh bagi Zayad, sebab Maryam jelas memiliki ibu yang masih hidup bersamanya. Namun Maryam selalu menjawab, "Mama tidak sayang Maryam, Papa."
Salma (27 tahun), istri Zayad dan seorang wanita karir. Kehidupannya full menjadikan karir nomor satu baginya. Salma menyuruh Naura untuk menjaga puterinya selama ini. Namun bagi Salma, Naura layaknya seseorang yang bisa ia atur-atur sesuka hatinya. Sebab, Naura terlahir dari istri kedua ayah Salma.
Kehidupan Naura selama ini, ternyata penuh akan air mata. "Aku tidak meminta untuk dilahirkan dalam situasi seperti ini. Tapi mendiang ibuku selalu bilang, agar aku tetap menjadi orang yang baik." lirih Naura dengan air matanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Ryn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 1

...Naura Azalea...

Kita memang tidak meminta untuk dilahirkan. Namun Allah, pasti menciptakan kita untuk suatu hal yang terbaik demi hidup di dunia ini. Semua manusia di ciptakan atas tujuan hidup masing-masing. Setiap waktu yang berjalan, ada pelajaran di dalamnya. Setiap tarikan nafas kita, ada rejeki dan rasa syukur disana karena Allah masih membiarkan kita hidup.

Ya Allah, tapi bolehkah jika Naura mengeluh lelah? Selama ini, hanya ayah tempat Naura bercerita setelah Engkau mengambil ibu. Dan sekarang, giliran ayah yang Engkau ambil, ya Allah. Naura takut, kemana Naura akan berlindung setelah ini?

* * *

"Naura Azalea binti Imran, puteri kandungku. Puteri tunggal, dari istri keduaku. Zizah, aku tahu ini jelas menyakiti hatimu sebagai seorang istri. Tapi kumohon padamu, Naura tidak bersalah sedikitpun. Anak itu juga terlahir dari wanita muslimah yang baik, sama sepertimu. Namun ya, aku minta maaf karena selama ini diam-diam menikahi wanita lain tanpa sepengetahuanmu. Zizah, kondisiku semakin parah. Kumohon padamu, Zizah. Kelak jika aku tidak ada, tolong rawat Naura puteriku."

Air mata wanita paruh baya ini mengalir, mendengar penuturan menyakitkan dari sang suami, Imran Yusri. Di sebuah ruangan rawat inap, Imran terbaring lemah di atas ranjang pasien karena penyakit keras yang ia derita.

Zizah merawat sang suami, sudah dua bulan ini. Dan hari ini, wanita itu terkejut atas fakta yang terungkap. Seorang gadis kecil berusia 10 tahun datang menemui mereka. Dengan pakaian muslimahnya, ia berdiri kaku menunduk takut dengan jemari-jemari yang saling bertaut gelisah. Untuk mengangkat kepalanya pun, terasa berat baginya karena melihat tatapan tidak suka dari Zizah.

Bibir Zizah bergetar, atas emosional menyakitkan yang bergejolak di hatinya, "Sejak kapan? Sejak kapan, kamu menipuku, Mas?"

Imran menggeleng lemah, dengan mata yang begitu sendu, "Aku tidak bermaksud menipumu, Zizah. Ada sesuatu hal yang memang dari hatiku untuk menikahinya saat itu. Kumohon padamu, Zizah. Aku sangat menyayangi Naura puteriku. Sama seperti aku menyayangi ketiga anak kita. Ini amanahku untukmu, istriku. Kasihan puteriku, karena ibunya pun sudah meninggal setahun yang lalu."

Air mata Naura mengalir, setiap ia mengingat tentang sang ibu yang sudah tiada. Gadis kecil itu hanya menunduk, dengan bibir yang bergetar. Menangis tanpa suara.

Zizah menarik nafas yang dalam dan terduduk lemah. Kedua tangannya menutupi wajahnya, suara isakan tangisnya pun terdengar begitu memilukan.

"Kamu mengecewakan aku, Mas. Kamu menyakiti hatiku, hiks."

Imran menatap sang istri dengan mata yang berkaca-kaca. Tidak ada rasa menyesal jika membahas soal pernikahan keduanya, karena mendiang ibu Naura juga adalah wanita muslimah yang begitu baik. Namun memang, Imran begitu paham akan perasaan Zizah saat ini. Pria itu, hanya bisa berkata.

"Maafkan aku, Zizah. Maafkanlah aku."

* * *

Satu Minggu Kemudian

"Ayah...Ayah...! Jangan tinggalkan Naura, Ayah. Ayah....!"

Gadis kecil ini menangis histeris memeluk jasad kaku sang ayah. Naura menjadi pusat perhatian semua insan di rumah duka saat ini atas kehadirannya. Zizah yang baru saja membawanya, setelah Naura memeluk kakinya meminta untuk ikut.

Awalnya Zizah lupa akan amanah sang suami. Apalagi saat kondisi Imran drop dua hari ini. Begitu mendengar kabar suaminya tersebut meninggal dunia, langit seketika runtuh tepat di atas kepala wanita tersebut. Tepat di saat itu, Naura yang memang selalu ke rumah sakit setiap harinya pun histeris meneriaki sang ayah.

Jasad di bawa dari rumah sakit, namun Zizah tak sedikitpun mengingat anak itu. Hingga, saat Zizah hendak menaiki ambulan untuk membawa suaminya, wanita itu tersentak saat Naura memeluknya. Gadis itu memohon pada Zizah, agar ia ikut sampai ayahnya dikebumikan. Dan Zizah pun, membawa Naura ke rumahnya.

Teriakan kata ayah, dari anak lain tentu mengundang rasa penasaran semua pelayat di rumah mewah tersebut. Zizah hanya berekspresi datar dengan mata sembabnya menatap jasad sang suami. Hingga, semua insan disana berteriak terkejut saat putera sulung Zizah menarik paksa Naura.

"PERGI...! BERANI SEKALI MENGAKU-NGAKU ANAK AYAHKU?!"

Naura tersentak kaget dan tersungkur, seorang pemuda berusia 18 tahun mendekat dan membantunya berdiri. Anak itu menunduk menangis dengan begitu memilukan.

Zizah menatap tegas sang putera, "Nakha, Hentikan. Naura, adalah amanah ayahmu, nak."

Nakha terlihat menatap sang ibu dengan wajah penuh amarah, pria itu pun pergi menuju kamarnya dan membanting pintu disana. Zizah memejamkan mata menahan betapa berat yang harus ia pikul saat ini. Satu anaknya yang lain, juga tampak tidak suka dengan Naura. Berbeda dengan anak bungsunya, yang belum mengerti soal masalah ini.

Zizah menatap lekat Naura yang menangis terisak disana, 'Apa yang harus aku lakukan, Mas. Jika hatiku saja, begitu berat saat menatap wajah puterimu ini.'

* * *

Tiga Tahun Kemudian

"Tolong cucikan, ya."

Naura menatap sang kakak, yakni Salma. Gadis yang usianya terpaut lima tahun darinya itu menyerahkan piring kotor yang baru saja ia gunakan untuk makan barusan. Karena melihat Naura mencuci piring bekas makannya, ia pun meminta Naura mencuci piringnya juga.

Naura tersenyum mengangguk, "Baik, kak."

"Aku juga, sekalian." sahut Nakha mencampakkan begitu saja piringnya ke dalam wastafel. Naura sampai tersentak kaget.

"B-Baik, kak Nakha." lirih Naura.

"Kak Naura!" sapa seorang gadis kecil yang usianya lima tahun di bawah Naura, ia adalah puteri bungsu Zizah dan mendiang Imran.

Naura tersenyum ramah menatap Savina, "Ya, ada apa?"

Savina tersenyum ramah padanya, "Kak, nanti bantuin Savina kerjai PR ya?"

Naura mengangguk tersenyum, "Ok, nanti kakak bantuin kamu."

"Naura, jangan lupa janjimu. Katanya mau bantu membuatkan kaligrafi hasil karya tugas di kampusku." ujar Salma menatap Naura dengan ekspresi tidak suka.

Naura menatap Salma dengan tersenyum, "Iya, kak. Habis bantuin Savina, ya."

Salma menghela nafas malas dan pergi menuju kamarnya, "Awas saja jika lupa!"

"Iya kak..Naura tidak akan lupa."

* * *

Empat Tahun Kemudian

Naura, Naura dan Naura. Hingga kini Salma dan Savina, tidak pernah absen menyebut nama itu jika butuh sesuatu. Sejak Nakha menikah dan memiliki rumah sendiri, Naura sedikit bisa bernafas lega.

Hanya saja, Salma masih sering ketus padanya. Gadis itu tidak pernah menganggap Naura layaknya adik baginya. Berbeda dengan Savina, anak itu terbilang akrab dan ramah pada Naura. Bahkan sudah menganggap Naura kakak kandungnya sendiri.

Namun yang namanya kasih sayang dari seorang ibu, tidak pernah Naura dapatkan dari Zizah. Bagaimana pun perilaku Nakha dan Salma yang sering ketus pada Naura, Zizah tidak pernah menasehati anak-anaknya tersebut. Wanita itu sibuk dengan dunia bisnisnya, sejak suaminya meninggal dunia.

Seperti sekarang, Zizah disibukkan dengan acara pernikahan sang puteri Salma dengan seorang pria bernama Zayad. Ini adalah sebuah perjodohan, amanah dari mendiang Imran dan ayah Zayad. Sebab mereka bersahabat lama, dan ingin menjodohkan anak mereka kelak jika sudah siap menikah.

Naura tampak begitu sibuk di hari lamaran ini, kesana-kemari membantu setiap orang yang memanggilnya. Di keluarga Zizah, Naura juga layaknya suruhan yang bisa mereka atur-atur.

Salma sudah terlihat sangat cantik dengan gaun pernikahannya tanpa hijab, karena memang wanita itu tidak mengenakan hijab. Naura kini tersenyum menatap sang kakak di depan kamar Salma. Salma menatap Naura dan tersenyum.

"Kemarilah."

Naura masuk ke dalam kamar, Salma pun berputar dua kali, "Aku cantik, kan?"

Naura mengangguk cepat, "Cantik sekali, kak."

Salma lalu menatap penampilan Naura yang mengenakan gamis berwarna cream yang cantik, "Itu baju siapa?"

Naura menatap dirinya sendiri, "Naura jahit sendiri, kak. Spesial di acara pernikahan kak Salma."

"Ternyata kamu pintar jahit, ya?"

Naura mengangguk tersenyum, "Masih harus banyak belajar lagi, kak."

"Tahu gitu aku minta dijahitkan olehmu saja, lumayan gratis!"

Naura sedikit tersentak, ia pun tersenyum saja. Hingga, mereka kini tersentak saat Savina masuk bersama seseorang.

"Salma, sudah bisa keluar. Ijab kabul akan dimulai."

"Kak Salma, ayo. Savina juga antar kakak, ya?"

Salma mengangguk tersenyum, Naura kini juga menuntun Salma keluar dari dalam kamarnya. Tiga wanita ini pun berjalan melewati setiap tamu yang ada disana. Savina terlihat memegangi gaun belakang Salma yang menjuntai, sementara Naura memegangi sebelah lengan Salma.

Di saat itu, di sebuah venue untuk ijab kabul, sosok pria menatap seorang wanita dengan fokus. Namun, tatapannya justru bukan ke calon istrinya. Zayad Ali Khoir, seketika menundukkan pandangannya saat menatap Naura. Dan kini, beberapa suara terdengar saling berbisik.

"Yang berhijab cantik, ya. Itu siapa?"

"Naura sudah gadis ternyata, cantik sekali. MasyaAllah."

"Itu Naura? MasyaAllah, cantiknya."

"Iya, anaknya juga baik dan ramah. Rajin juga."

"Saya kira tadi Naura pengantin perempuannya."

"Hush, jangan bicara sembarangan."

Begitulah bisikan para tamu saat ini. Salma dan Naura kian mendekat, Naura membantu Salma duduk di kursi yang di sediakan, tepat di belakang walinya sebab belum sah menikah. Zayad kembali menatap Naura, dan juga kembali menunduk. Kedua tangan pria itu terlihat mengepal gelisah.

Naura pun menjauh bersama Savina, berbaur dengan saudara mereka yang lain. Pengucapan ijab kabul pun dilakukan dengan lancar. Dan kini, Salma resmi menyandang status sebagai istri Zayad.

Satu tangan pria itu memegang kepala Salma, dengan menunduk dan berdoa. Namun di dalam hatinya, ia justru terus mengucapkan istigfar. Atas jantungnya yang berdebar sedari tadi, namun bukan karena wanita yang berada di hadapannya saat ini.

* * *

...Zayad Ali Khoir...

...Salma...

1
Hafizah Aressha R
lnjut k
Blu Lovfres
ok sampai ketemu di Turki ya
bawa seblak untuk bekalnya, naoura 🤭🤭
Next thor
Blu Lovfres
Next thor,
tingal nunggu si salma jadi .ubi gosong
🤣😅😁😂
Pena Ryn: Wkwkwk harus itu
total 1 replies
Hafizah Aressha R
la keren dan gantengan zayn dri od zayad y..
Pena Ryn: Sadboy slalu lebih ganteng ya kak /Smile/
total 1 replies
Reni Anjarwani
lanjut
Alif
oon coba pura2 gk tau dan kamu rekam aja kn kamu jd aman, malah sok menasehati nanti klo ketahuan suaminya sendiri kan kamu gk di tuduh
Blu Lovfres: terlalu lebay peranan. Zayed dn nora.🤣😅😁😂orang baik dn lebay jadi badud
baik boleh tapi jangan jadi, orang tolol atw jadi robot seolah kuat ,dn menerima apapun
total 1 replies
Alif
lagian cerita ini bagus tp agak janggal, masak ya ibuknya gk pnya rumah lah sblmnya mereka tinggal di mana, kok se akan2 cm dititipin doang gk ada kisah atau cerita apa selanjutnya
Sumiati Alvia: kak udah ada cerita bahwa saudara saudara dari ibuk nya gak ada yg mau terima dia
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!