Harusnya, dia menjadi kakak iparku. Tapi, malam itu aku merenggut kesuciannya dan aku tak dapat melakukan apapun selain setuju harus menikah dengannya.
Pernikahan kami terjadi karena kesalah fahaman, dan ujian yang datang bertubi-tubi membuat hubungan kami semakin renggang.
Ini lebih rumit dari apa yang kuperkirakan, namun kemudian Takdir memberiku satu benang yang aku berharap bisa menghubungkan ku dengannya!
Aku sudah mati sejak malam itu. Sejak, apa yang paling berharga dalam hidupku direnggut paksa oleh tunanganku sendiri.
Aku dinikahkan dengan bajingan itu, dibenci oleh keluargaku sendiri.
Dan tidak hanya itu, aku difitnah kemudian dikurung dalam penjara hingga tujuh tahun lamanya.
Didunia ini, tak satupun orang yang benar-benar ku benci, selain dia penyebab kesalahan malam itu.~ Anja
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atuusalimah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 5, part 5
"Ada apa sayang? sebentar ya, papa angetin dulu air. Kenapa gak nunggu? sebentar lagi juga selesai kok!"jawab Reka sedikit mengeraskan suaranya tanpa menoleh, mematikan kompor lalu menuangkan air dipanci gagang kedalam wadah stainlis.
"Papa lama, kepala Zia pusing!" jawabnya lemah, sejurus kemudian gadis itu menahan mual, lalu sesuatu dalam perutnya memaksa keluar. Gadis kecil itu menadah muntahan dikedua tangannya, "papa, Zia muntah!"keluhnya sambil menangis, hanya terlambat beberapa detik saat dia berjongkok dan memuntahkan makanannya kembali sambil memegang perutnya menahan sakit.
Reka bergegas panik, memangku tubuh Kezia sambil terus memijat tengkuknya, tak peduli dengan bekas muntahan yang kini juga mengotori bajunya." Papa, perut Zia sakit!"
Anja hanya menatap bingung, tanpa dapat melakukan apa-apa. Ia nyaris serupa orang tolol, memperhatikan Kezia dalam jangkauan mata yang kini lemas tak berdaya dipangkuan Papanya.
Bukankah seharusnya ia bergegas, mengambil tisu dan memberinya air hangat. Mulut nya pasti terasa pahit sekarang. Hanya saja... tubuhnya terlalu kaku, jiwanya hilang, dan ia hanya bisa menelan kenyataan pahit itu dalam diam.
Setelah Kezia berhenti muntah, Reka membopong gadis kecil itu kemudian menatap Anja dengan tatapan meminta maaf.
"Ma-maaf kalau barusan mengganggu makanmu!"tuturnya penuh sesal, ia menghela napas untuk menampakan ketidak berdayaannya sebelum kemudian ia membawa Kezia pergi.
Sesuatu terasa menusuk tajam, mata Anja berkaca-kaca, apa maksud dia meminta maaf?
Apa sekarang dia menganggap bahwa dirinya ibu paling kejam yang merasa direpotkan jika anaknya sedang sakit?
Tapi, bukankah kenyataannya juga seperti itu? Coba pikirkan, ibu mana yang tak pernah menyapa atau sekedar memberinya senyum. Ibu mana yang tak berani memberinya pelukan padahal ia sangat diinginkan?
Reka membaringkan tubuh Kezia diatas sofa. Ia memberinya minum, kemudian mulai membersihkan tubuh putrinya dengan telaten.
"Tunggu sebentar ya, papa mau ambil baju dulu!"ucapnya kemudian, tangannya masih sibuk membersihkan bekas muntahan itu dengan tisu.
"Gak mau papa, papa disini, jangan tinggalin Zia!" rengeknya nyaris tak terdengar.
"Zia anak baik, kalau gak ganti baju tubuhnya gak bakal nyaman. Ini bau gini, lengket juga. Iya, kan? Sebentar kok, papa janji gak bakalan lama!" Gadis itu terpejam seolah tak memiliki tenaga untuk menjawab, tapi jemarinya mempertahankan lengan papanya sekuat tenaga tak memperbolehkannya untuk pergi.
Reka mengalah, membiarkan putrinya tetap dalam posisi tenang. Setelah beberapa menit, ia baru beranjak untuk mengambil baju ganti putrinya di kamar.
Anja masih duduk diam begitu ia kembali dan masuk dengan langkah ragu.
"Aku mau bersihin bekas muntah Kezia!"ujarnya dengan tatapan meminta izin, setelah itu buru-buru kembali menunduk.
Anja tak menjawab, bahkan saat dirinya pergi dan kembali dari laundry room untuk mengambil kain pel dia tak mengatakan apapun.
Tatapan dingin Anja memperhatikan setiap gerak gerik Reka yang sedang membersihkan lantai dengan serius. Bibirnya tersenyum sinis. Pria itu, apa masih sama dengan pria yang pernah tersenyum melecehkan kepadanya? Tangan yang sekarang merawat putrinya siang malam dengan penuh kasih sayang, apa masih sama dengan tangan yang pernah menjelajahi setiap inci tubuh polosnya?
Kenapa sekarang semuanya seolah berubah? Kenapa iblis dimatanya itu sekarang terlihat sebagai jelemaan malaikat
Air matanya menusuk tajam, hatinya berdenyut-denyut nyeri, sama sekali tak dapat menerima kenyataan itu.
semangat kak author 😍