Aruna Elise Claire, aktris muda yang tengah naik daun, tiba-tiba dihantam skandal sebagai selingkuhan aktor lawan mainnya. Kariernya hancur, kontrak diputus, dan publik membencinya.
Putus asa, Aruna memanfaatkan situasi dan mengancam Ervan Zefrano—pria yang ia kira bisa dikendalikan. Ia menawarinya pernikahan kontrak dengan iming-iming uang dan janji merahasiakan sebuah video. Tanpa ia tahu, jika Ervan adalah seorang penerus keluarga Zefrano.
“Kamu mau uang, kan? Menikah saja denganku dan aku akan memberimu uang setiap bulannya. Juga, foto ini akan menjadi rahasia kita. Tugasmu, cukup menjadi suami rahasiaku.”
“Dia pikir aku butuh uang? Aku bahkan bisa membeli harga dirinya.”
Pernikahan mereka dimulai dengan ancaman, di tambah hadir seorang bocah menggemaskan yang menyatukan keduanya.
“Liaaan dititip cebental di cini. Om dititip juga?"
Akankah pernikahan penuh kepura-puraan ini berakhir dengan luka atau justru membawa keduanya menemukan makna cinta yang sesungguhnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gara-gara Celana Dalam
Sesampainya di rumah, Ervan turun dari mobil dan langsung menggendong Alian ke dalam. Aruna mengikuti dari belakang, menenteng paper bag milik Alian serta tas kecil berisi makanan yang dibawa Ervan dari rumahnya.
Namun sebelum masuk, langkah Aruna sempat terhenti. Ia melirik isi paper bag yang tadi sempat dikatakan Ervan berisi camilan untuk Alian.
“Kupikir camilan kemasan, ternyata kue buatan sendiri?” gumam Aruna dalam hati, sedikit heran. Ada aroma manis khas buatan rumahan yang tercium samar dari sela-sela bungkusnya.
“Lama banget kamu di situ, hah?” suara Ervan terdengar dari ambang pintu. Ia melirik ke arah Aruna dengan ekspresi setengah kesal.
Aruna tersenyum lebar, merasa canggung. Ia segera melangkah masuk ke dalam rumah dan menuju kamarnya. Setelah membuka pintu kamar, ia mempersilakan Ervan masuk sambil berkata, “Letakkan saja di sana, aku mau bawa ini dulu ke dapur.”
Ervan mengangguk. Ia melangkah masuk, membawa tubuh kecil Alian yang terlelap dan meletakkannya perlahan di atas ranjang. Ia menyelimuti anak itu dengan lembut, lalu duduk sebentar di tepi kasur sambil memperhatikan wajah polos yang tertidur nyenyak.
“Hari ini kamu sudah berhasil mengambil hati banyak orang, bukan? Tidurlah yang nyenyak.” Bisiknya sambil mengelus kepala Alian penuh kasih.
Tanpa diduga, Alian bergumam dalam tidurnya, “Kemali bayi becaaaal … nanti malah mamanya.” Ucapannya yang mengigau membuat Ervan tersenyum kecil.
Namun senyum itu memudar saat matanya tertuju pada sebuah bingkai foto yang terletak di atas nakas. Ia meraihnya pelan, melihat potret Aruna sedang menggendong seorang bayi mungil, mungkin saat Alian masih bayi.
“Sesayang itu dia sama Alian ya, bahkan sejak Alian bayi,” gumam Ervan lirih. Ia meletakkan kembali bingkai itu dan keluar dari kamar, melangkah menuju dapur.
Di sana, Aruna tengah sibuk menyusun makanan yang dibawa Ervan. Ternyata bukan hanya untuk satu kali makan, sebagian masih bisa disimpan.
“Ervan, ayo makan. Ini masih banyak,” ajaknya sambil tersenyum, menoleh ke arah Ervan yang hanya menggeleng pelan dan duduk di kursi dekat meja makan. Ia memperhatikan Aruna yang datang membawa sepiring nasi.
“Waaah, aku lapar sekali,” gumam Aruna, lalu mulai melahap makanan yang ada di meja. Namun, beberapa detik kemudian, gerakan tangannya terhenti.
Ia terdiam. Rasa yang menyeruak di lidahnya membawa ingatan yang dalam. Matanya mulai berkaca-kaca.
Ervan yang memperhatikan, langsung cemas. “Kenapa? Udah basi ya?” tanyanya.
Aruna menggeleng cepat. Ia tak bisa berkata apa-apa, hanya terus melanjutkan makannya dengan pelan. Air matanya mulai mengalir tanpa suara.
“Aku ... sudah lama nggak makan masakan rumah. Masakan seorang ibu memang yang terbaik. Ervan, kamu sangat beruntung,” ucapnya pelan, menatap Ervan dengan tatapan yang penuh rindu dan kehilangan.
Ervan terdiam. Ia meraih tisu, lalu menyodorkannya ke Aruna. Tanpa banyak bicara, ia mencondongkan tubuh dan mengusap air mata di pipi wanita itu dengan lembut. Wajah mereka kini begitu dekat. Untuk sejenak, dunia seakan berhenti.
"Habiskan. Lain kali akan aku bawakan lagi," ucap Ervan sambil kembali duduk tegak.
Aruna tersenyum tipis dan kembali menyuapkan makanan ke mulutnya. Namun hatinya tak tenang. Ada sesuatu yang mulai tumbuh di sana, perasaan yang samar tapi nyata.
Tiba-tiba, ponsel Ervan berdering. Ia berdiri dan menjauh untuk mengangkatnya. “Halo? Ada masalah apalagi? Perasaan kisah cintamu nggak selesai-selesai. Kamu kira aku nggak punya masalah hidup juga?” desisnya pada seseorang di ujung telepon. Aruna mendengarnya, tapi memilih tak peduli. Ia fokus pada makanannya.
Beberapa menit kemudian, Ervan kembali ke meja makan dan duduk di hadapannya. Ia menuangkan air ke gelas dan meletakkannya di samping piring Aruna. Gestur kecil itu tak luput dari perhatian Aruna.
"Perhatian kecil seperti ini, bukan kah ini yang diidamkan semua wanita?" pikir Aruna, sedikit salah tingkah. Ia cepat-cepat meraih gelas dan meminumnya.
“Ada masalah?” tanyanya pelan.
Ervan menggeleng. “Nggak ada. Teman, ngajak datang ke pesta pernikahan orang tuanya. Ya, udah punya dua anak, tapi ibunya malah menikah lagi.”
Aruna tersenyum hangat. “Jodoh itu nggak ada yang tahu, Van. Cinta pasti akan menemukan jalannya.”
Ervan menatap lurus ke depan. “Benar ... cinta akan menemukan jalannya,” batinnya.
Tiba-tiba Aruna berdiri dan melangkah pergi terburu-buru, meninggalkan Ervan yang kebingungan. Tak lama kemudian, ia kembali dengan sebuah paper bag dan mengeluarkan sesuatu dari dalamnya, sebuah celana dalam pria.
“A—apa yang kamu—”
“Coba kamu pakai. Kekecilan nggak? Aku beliin celana dalam, soalnya selama kamu di sini aku nggak pernah lihat kamu menjemur celana dalam. Jangan dipakai berulang terus dong. Kamu harus bisa jaga kebersihan,” ucap Aruna santai.
Ervan syok. “Aruna! Aku laundry semua pakaianku termasuk celana dalam!”
Aruna berkedip pelan, “Oh, pantes aja aku nggak pernah lihat kamu menjemur. Yah, karena udah terlanjur aku beliin, kamu coba aja. Aku lewat pasar tadi dan nemu ini.”
Ervan mel0ng0 tak percaya, “Pasar?! Kamu beli celana dalam pria di pasar?! Kamu kira celana dalamku dari kulit ayam?!”
Aruna hampir tertawa mendengar respons itu. Ia geleng-geleng kepala. “Van, pasar bukan cuma jual sayur atau daging. Pakaian, dalaman, semuanya ada. Aku nggak sempat ke mall, jadi ya beli ... di pasar aja. Lagian selama ini kamu beli celana dalam di mana? Bekas papamu, ya?”
Ervan tersedak lud4hnya sendiri. “A—apa?!” Wajahnya merah padam. Ia meraih celana dalam dari tangan Aruna dan menatap wanita itu penuh syok.
“Dengar, aku nggak pernah beli celana dalam di pasar, apalagi pakai punya orang lain. Dan ... ini?! Kenapa nggak ada kotaknya?! Kamu beli celana dalam bekas atau gimana?! Ini kayak celana dalam obralan!”
Aruna mengedip. “Emang itu ... lagi diobral.”
“Apa?!”
_______________________________
Lunaaaass😍
jangan kelamaan gilanya van, bisa2 Aruna berubah jadi ikan duyung nanti... 😂😂😂
ehh itu berita begimana, Ervan masih belum tauu lagii