Elise, seorang gadis keturunan bangsawan kaya, hidupnya terikat pada aturan keluarga. Untuk mendapatkan harta warisan, ia diwajibkan menikah dan segera melahirkan keturunan. Namun Elise menolak. Baginya, pernikahan hanyalah belenggu, dan ia ingin memiliki seorang anak tanpa harus menyerahkan diri pada suami yang dipaksakan.
Keputusan nekat membawanya ke luar negeri, ke sebuah laboratorium ternama yang menawarkan program bayi tabung. Ia pikir segalanya akan berjalan sesuai rencana—hingga sebuah kesalahan fatal terjadi. Benih yang dimasukkan ke rahimnya ternyata bukan milik donor anonim, melainkan milik Diego Frederick, mafia paling berkuasa dan kejam di Italia.
Ketika Diego mengetahui benihnya dicuri dan kini tengah berkembang dalam tubuh seorang wanita misterius, murka pun meledak. Baginya, tak ada yang boleh menyentuh atau memiliki warisannya.
Sementara Elise berusaha melarikan diri, Diego justru bersumpah akan menemukan wanita itu, dengan segala cara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 25
Pagi itu, mentari menyelinap malu-malu di antara tirai jendela, namun tidak mampu menghalau awan kelabu yang menggantung di hati Elise.
Bagaimana tidak kesal, Diego dengan senyum mengejek yang menyebalkan sudah memulai ritual paginya.
“Nona, kenapa kau lelet sekali? Di mana celana dalamku? Kemeja yang putih itu juga belum disetrika. Dan dasi, astaga, apa susahnya menyiapkan semua keperluanku?” Diego berseru dari balik pintu kamar mandi.
Elise menggertakkan gigi. “Sialan kau, Diego,” umpatnya dalam hati. Namun, bibirnya hanya mampu mengeluarkan gumaman lirih.
“Iya, sebentar, Tuan!”
Elise bisa menebak, semua ini adalah bentuk hukuman Diego karena ia tidak tidur di kamarnya semalam. Pria itu sengaja membuatnya kesal, membuatnya merasa bersalah.
“Pakaikan,” pinta Diego.
“P–pakaikan apa?” tanya Elise dengan tergagap. Diego menyentil dahi Elise, pasti wanita itu sedang berpikir yang tidak-tidak.
“Ternyata kau mesum juga,” ucap Diego melangkah mendekat dan meniup belakang telinga Elise, yang berhasil membuat seluruh bulu kuduk Elise meremang.
**
Sementara itu, di meja makan, Alex sudah duduk rapi dengan seragam sekolahnya. Seorang pelayan membantunya mengancingkan kemeja, namun mata bocah itu terlihat sayu.
“Mama mana?” tanya Alex pada sang pelayan.
“Nona masih di atas membantu sir Diego bersiap. Mungkin sebentar lagi turun,” jawab pelayan itu lembut.
Alex menghela napas. Ia kecewa karena Elise tak menemaninya sarapan. Biasanya, sang mama selalu menunggunya sampai selesai makan atau hanya sekedar bercerita tentang hal-hal aneh, yang membuatnya tertawa.
“Kenapa wajahmu ditekuk begitu? Jelek sekali,” celetuk Jimmy.
Alex mendelik. “Bukan urusan Paman,” jawabnya ketus. Ia melipat tangan di dada, pandangannya terpaku pada tangga. Menunggu Elise.
“Apa yang mereka lakukan di atas sana? Kenapa lama sekali?” gumamnya lirih.
Tepat saat itu, Diego muncul di puncak tangga, diikuti Elise yang berjalan di belakangnya dengan wajah masam. Diego tersenyum puas, seolah berhasil memenangkan sebuah pertarungan.
Elise langsung menghampiri Alex dan duduk di sampingnya.
“Maaf ya, Sayang, Mama terlambat. Ayo, sarapan dulu,” ujarnya sambil mengusap rambut Alex. Ia menyajikan sarapan untuk Alex, seolah melupakan keberadaan Diego.
Diego, yang biasanya tak pernah menyentuh sarapan, mendadak merasa kesal. Perhatian Elise sepenuhnya tertuju pada bocah itu. Ia berdehem keras, berusaha menarik perhatian Elise.
“Apa dia menganggap pajangan!” lirih Diego kesal.
Alex meminum susu yang dibuatkan Elise. Diego menelan ludah. Ia juga ingin dibuatkan susu. Dengan gerakan cepat, Diego merebut gelas dari tangan Alex, membuat bocah itu melotot tak percaya.
“Paman! Itu milikku!” seru Alex kesal.
“Aku juga mau susu,” jawab Diego enteng. Ia lalu meneguk susu itu hingga hampir habis.
“Paman minta pelayan saja!” Alex berusaha merebut kembali gelasnya. Keduanya berebut satu gelas susu, hingga tumpah membasahi meja.
Elise menatap keduanya dengan geram. “Bisakah kalian berhenti bertingkah seperti anak kecil?!” serunya, bak seorang ibu yang memarahi putranya.
Jimmy mendekati Elise dan berbisik. “Saya rasa mereka berdua semakin mirip, bukan begitu, Nona?”
Jantung Elise berdebar kencang. Setelah diperhatikan, ada kemiripan yang mencolok antara Diego dan Alex. Mata biru mereka identik, hanya warna rambut Alex yang menurun dari Elise.
“Cukup!” seru Alex, memecah ketegangan. “Gara-gara paman Diego susuku tumpah! Apa semasa kecil paman tidak pernah mendapatkan kasih sayang?”
Diego tertawa sinis. “Cih, tentu saja kasih sayang orang tuaku sangat penuh sampai aku tidak bisa menampungnya! Tapi kalau dilihat-lihat, kau itu yang kekurangan kasih sayang dari ayahmu! Kenapa? Ayahmu tidak peduli padamu? Atau ibumu dicampakkan saat melahirkan mu?”
Ucapan Diego bagai petir di siang bolong. Wajah Alex yang semula datar berubah murung. Biasanya, ia akan masa bodoh dengan ejekan orang lain, tapi kali ini, kata-kata Diego menghantam ulu hatinya.
“Paman jahat!” seru Alex dengan suara bergetar. Ia berdiri dari duduknya dan berlari menuju kamarnya, air mata mulai mengalir deras di pipinya.
“Sayang, tunggu!” Elise berusaha mengejarnya, namun Alex sudah menghilang di balik pintu.
Diego sendiri terpaku, melihat jelas perubahan ekspresi bocah itu. “Apa aku salah bicara?” gumamnya lirih.
Elise menghampiri Diego dengan tatapan marah.
“Apa yang anda katakan tadi? Anda tahu Alex tidak punya ayah! Kenapa anda tega mengatakan hal seperti itu padanya?!” serunya.
Diego menghela napas. “Aku tidak bermaksud menyakitinya. Aku hanya...”
“Hanya apa? Hanya ingin membuatnya merasa buruk? Hanya ingin memuaskan ego anda?” potong Elise dengan nada sinis. “Anda tidak tahu apa-apa tentang Alex dan ayahnya!”
Elise berbalik dan berlari mengejar Alex.
Sementara Diego menoleh ke arah Jimmy, seolah meminta sang asisten memberikan penjelasan. Jimmy hanya mengangkat bahunya acuh.
“Apa aku salah bicara, Jim?” tanya Diego, kebingungan.
“Entahlah, Sir. Saya tidak tahu
Apakah harus diselidiki lagi tentang suami nona Elise?” tanya Jimmy, menawarkan diri.
“Tidak perlu. Cukup jaga mereka saja. Aku tidak peduli siapa ayahnya. Yang aku mau hanyalah Elise,” jawab Diego, tegas.
Tanpa keduanya tahu, Jenifer bersembunyi di balik dinding, bibirnya menyeringai licik. Ia sengaja datang pagi-pagi sekali untuk mengajak Diego sarapan bersama. Namun, saat mendengar pertengkaran itu, Jenifer membatalkan niatnya untuk masuk ke dalam.
“Aku harus mencari tahu siapa sebenarnya Elise dan bocah nakal itu. Aku tidak mau kehilangan Diego, harta karun ku,” gumamnya.
lanjut thor💪💪semngt
Kamu akan diratukan oleh seorang mafia kejam kerana telah melahirkan benihnya yg premium langsung penerusnya..