NovelToon NovelToon
KEKUATAN 9 BATU BINTANG

KEKUATAN 9 BATU BINTANG

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Sunardy Pemalang

***

Thantana sangat terkejut. Ketika tiba tiba sembilan batu yang berada di telapak tangan kanannya, satu persatu menerobos masuk ke dalam tubuhnya. Melalui lengannya, seperti cahaya menembus kaca dan terhenti ketika sudah berada di dalam tubuh Thantana.

Proses ini sungguh sangat menyakitkan baginya. Hingga, sambil menahan rasa sakit yang luar biasa, Thantana mengibas ibaskan lengan kanannya, sembari tangan satunya lagi mencoba menarik sisa sisa batu yang mesih melekat pada telapak tangannya itu. Namun, semakin ia menariknya, rasa sakit itu semakin menjadi jadi. Dan di titik batu ke sembilan yang menerobos masuk, pada akhirnya Thantana jatuh tak sadarkan diri kembali...?

**kita lanjut dari bab satu yuk...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sunardy Pemalang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

~DI ANGGAP TELAH MATI~

Gemuruh suara air terjun terdengar begitu memilukan bagi warga desa Bukit Jingga, terutama bagi lelaki setengah baya, yang saat ini sedang berada di dalam sungai di bawah air terjun tersebut. Lelaki setengah baya ini, beserta warga desa beramai ramai berenang di sungai itu, mencoba mencari Thantana yang mereka yakini tenggelam di dasar sungai. Tak ada suara canda atau tawa di antara mereka, layaknya orang orang yang bergembira ketika berenang bersama sama pada umumnya. Yang ada hanyalah ketegangan dan kecemasan yang menghiasi wajah wajah mereka.

Ayah Thantana terlihat paling aktif menyelam dan menyibakkan dedaunan kering yang tersangkut di antara bebatuan, berharap anaknya juga ada di antara dedaunan tersebut. Sesekali ia berteriak memanggil manggil nama anaknya, "Thantanaa.. Thantana...! namun selama itu pula, tidak terdengar suara jawaban dari anaknya tersebut. Keputusasaan perlahan lahan mulai menyergap dirinya, membuat seluruh tubuhnya terasa melemas, dan membuat suara tangisnya pecah di antara suara dentuman air yang menghantam bebatuan dari atas mereka.

Satu hari, dua hari, tiga hari, tidak juga Thantana di temukan oleh mereka, bahkan jasadnya pun tidak. "Ini sudah hari ke tujuh, apa kita akan mencari terus paman?" kata seorang pemuda terhadap seseorang yang saat itu berada di sampingnya. Dan perkataan tersebut terdengar juga oleh ayah Thantana yang juga berada tidak terlalu jauh dari mereka. Di dalam hati ayah Thantana berucap? "Bener juga kata anak muda itu? Aku tidak bisa memaksa mereka untuk terus mencari anakku! Mereka juga mempunyai urusannya masing masing?" gumamnya. "Hem.. ughhh..! "Baik lah! Mulai hari ini kita hentikan pencarian terhadap anakku. Sepertinya anak saya tidak ada di sini, atau mungkin sudah hanyut jauh dari tempat ini?" teriak ayah Thantana kemudian, memberitahu terhadap warga agar kembali ke desa dan menghentikan pencarian anaknya.

Kecewa, tentu. Sakit, jelas. Tetapi mau bagaimana lagi. Meski mereka warga satu desa, tetapi tidak ada hak baginya mengatur dan menyuruh orang orang tersebut untuk menuruti permintaannya. Bagaimanapun mereka tetap orang lain, dan mereka mempunyai kepentingan mereka masing masing. Jadi ya.. dia harus menerimanya jika akhirnya pencarian anaknya harus di hentikan.

*****

Sementara itu, Thantana yang sebelumnya merangkak memasuki sebuah lobang, dan mengikuti seberkas cahaya. Kini telah menemukan pusat dari cahaya tersebut. Ia sangat terkejut sekaligus heran, ketika menyaksikan sendiri pusat dari cahaya itu. Di lantai goa, beberapa meter dari dirinya merangkak, terlihat pusat dari cahaya itu berada. Dan yang membuatnya heran adalah, benda yang menyebabkan cahaya itu begitu terang, ternyata sekumpulan pecahan batu sebesar kelereng. Batu batu tersebut menyatu jadi satu dan memancarkan cahaya yang sangat terang dan berkilauan, akibat perpaduan cahaya dari masing masing batu. Merah, kuning, hijau, jingga, biru, ungu, dan lain lain. Sehingga terlihat sangat indah di mata Thantana.

Menyaksikan cahaya itu, rasa lelah dan sakit di dalam tubuh Thantana seakan sirna seketika. Kegembiraan dari seorang anak kecil yang melihat keindahan cahaya, terlihat jelas di binar matanya. Kemudian bocah kecil nan polos itu merangkak mendekati sumber cahaya tersebut. lalu.. ? "Indah sekali? Batu apa ini ya?" pikirnya dalam hati. Dan tanpa ia sadari, reflek tangannya menyentuh batu batu tersebut. "Hemmm.. cahaya ini sama sekali tidak panas, malah terkesan adem, nyaman sekali?" ucapnya lagi, masih di dalam hatinya.

Oleh rasa penasaran dan juga pemikiran untuk menjadikan batu batu tersebut, sebagai penerang jalannya mencari jalan keluar dari lubang itu. Pada akhirnya Thantana mengambil batu batu tersebut, dan mengumpulkannya pada satu telapak tangan kanannya, sembari menghitung jumlah pecahan batu tersebut. Satu/biru, dua/kuning, tiga/jingga dan seterusnya sampai pada batu terakhir, yaitu batu ke sembilan yang berkilau keemasan. Kemudian setelah sudah terkumpul semua di satu telapak tangan, Thantana berencana melangkah menuju jalur lubang yang mengarah ke dalam, guna meneruskan mencari jalan keluar.

Namun alangkah terkejutnya Thantana. Baru saja satu langkah dirinya berjalan, tiba tiba pecahan pecahan batu yang berada di telapak tangan kanannya, satu persatu menerobos masuk ke dalam tubuhnya melalui lengannya, seperti cahaya menembus kaca dan terhenti ketika sudah berada di dalam tubuh Thantana.

"Aakkkkgg.. Sakittt..!" teriak Thantana seketika itu juga.

Memang, proses itu sungguh sangat menyakitkan bagi Thantana, sehingga sambil menahan rasa sakit, ia kibas kibaskan lengan kanannya dengan sekuat tenaga. Sembari tangan satunya lagi berusaha menarik sisa sisa batu yang masih melekat di telapak tangan kanannya itu. Tetapi semakin ia menarik batu tersebut, rasa sakit di dalam tangan serta tubuhnya semakin menjadi jadi. Dan di detik batu yang ke sembilan, pada akhirnya Thantana terjatuh ke lantai goa dan tak sadarkan diri kembali.

*****

Di desa Bukit Jingga, ayah Thantana terlihat sedang duduk di teras rumahnya dengan wajah yang murung. Bayangan saat anak semata wayangnya hanyut terbawa arus sungai, muncul kembali di benaknya. Entah, ini bayangan yang ke seratus atau ke seribu, ia tidak tau, yang jelas dirinya sudah berusaha keras untuk tidak mengingat ingat lagi atau melupakannya, tetapi tetap saja ia tak mampu.

"Sudah hampir satu tahun kamu pergi nak? Tapi ayah merasa seperti baru kemarin! Thantana anakku.. hiks, hiks, hiks..?" isak lelaki setengah baya itu, yang kini keadaannya sangat sangat memprihatinkan. Rambut panjang acak acakan, jambangnya di biarkan tumbuh di kedua pelipisnya, serta jenggot yang mulai panjang juga tidak terurus.

 "Paman...?"

Tiba tiba, seorang pemuda yang setahun lalu membantunya mencari anaknya di sungai, datang menyapanya, sembari membawa makanan di tangannya.

Melihat itu, ayah Thantana segera menyeka kedua matanya menggunakan lengan tangannya, lalu menjawab, "Iya...?. Kemudian beranjak berdiri menghampiri pemuda tersebut.

"Sudahlah paman... paman harus bisa mengikhlaskannya? Bagaimanapun anak paman sudah mati?" kata pemuda itu, ketika ayah Thantana sudah berada di hadapannya, sembari menyodorkan makanan di tangannya itu kepada ayah Thantana. Kemudian lelaki setengah baya yang sekarang terlihat tua itu, menerima makanan dari pemuda tersebut, tanpa membalas ucapannya.

"Kesedihan paman yang berlarut larut, akan membuat anak paman ikut sedih di alam sana? Paman tidak boleh begini terus, paman harus bangkit?" kata pemuda itu lagi, melanjutkan bicaranya. Melihat lelaki setengah baya tersebut tidak bereaksi atas ucapannya.

"Huffff.. haaaahh...? Iya.. paman salah?" jawab lelaki setengah baya itu pada akhirnya, sembari menarik nafas serta menghembuskannya kembali.

"Saya tidak menyalahkan paman? Hanya saya tidak tega melihat paman seperti ini terus?" kata pemuda itu lagi, menanggapi ucapan dari ayahnya Thantana yang menyalahkan dirinya sendiri. Kemudian setelah bicara begitu, pemuda tersebut berpamitan lalu pergi meninggalkan ayah Thantana sendirian lagi.

Sedang lelaki setengah baya itu, hanya bisa diam menatap punggung pemuda itu yang berjalan menjauh. Lalu tertunduk ke tanah dalam ke adaan berdiri sembari memegang makanan yang di berikan oleh pemuda tersebut...?

*****Bersambung*****

1
Naomi Leon
Gak bisa berhenti scroll halaman, ceritanya seru banget!
Sunardy Pemalang: Hai naomi, terimakasih atas support dan dukungannya ya di cerita aku..
Sunardy Pemalang: Makasih banyak ya, atas supportnya.. nantikan cerita selanjutnya ya.. 🙏
total 2 replies
Devan Wijaya
Bikin gelisah, tapi enak banget rasanya. Tungguin terus karyanya ya thor.
Sunardy Pemalang: Hai devan, terimakasih atas support dan dukungannya di cerita aku ya..
Sunardy Pemalang: Terimakasih ya.. oke,, saya akan segera menerbitkan bab selanjutnya.. di tunggu ya..
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!