NovelToon NovelToon
Fangirl Cantik Milik Tuan Antagonis

Fangirl Cantik Milik Tuan Antagonis

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Obsesi / Transmigrasi ke Dalam Novel / Kaya Raya / Fantasi Wanita / Ruang Ajaib
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: BlackMail

Aluna, seorang pekerja kantoran, punya satu obsesi: Grand Duke Riven Orkamor, antagonis tampan dari game otome yang seharusnya mati di semua rute. Baginya, menyelamatkan Riven adalah mimpi yang mustahil.

​Hingga sebuah truk membuatnya terbangun sebagai Luna Velmiran — putri bangsawan kaya raya yang manja dan licik, salah satu karakter dalam game tersebut.

​Kini, Riven bukan lagi karakter 2D. Ia nyata, dingin, dan berjalan lurus menuju takdirnya yang tragis. Berbekal pengetahuan sebagai pemain veteran dan sumber daya tak terbatas milik Luna, Aluna memulai misinya. Ia akan menggoda, merayu, dan melakukan apa pun untuk merebut hati sang Grand Duke dan mengubah akhir ceritanya.

​Namun, mencairkan hati seorang antagonis yang waspada tidaklah mudah. Salah langkah bisa berarti akhir bagi mereka berdua. Mampukah seorang fangirl mengubah nasib pria yang ia dambakan, ataukah ia hanya akan menjadi korban tambahan dalam pemberontakannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BlackMail, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21 : Slime Kanal

Luna menurunkan kipasnya perlahan, ekspresinya kembali tenang dan berwibawa, seolah guncangan karena keberhasilannya tadi tidak pernah terjadi. "Aku baik-baik saja," katanya, nadanya tegas. "Ini medan perang, bukan pesta teh. Fokus!"

Haris dan Theo tertegun sejenak. Mereka mengira sang putri akan pingsan atau setidaknya menjerit setelah melihat pemandangan mengerikan itu. Ternyata, Luna Velmiran jauh lebih tangguh dari yang mereka bayangkan.

"Seperti yang diperintahkan!" jawab Haris dengan semangat yang kembali berkobar.

"Kau terlalu berisik," kata Riven pelan, nadanya datar. Ia menunjuk ke ujung lorong yang gelap dengan dagunya.

Dari kegelapan itu, puluhan pasang mata merah menyala muncul, jauh lebih banyak dari sebelumnya. Suara decitan dan langkah kaki kecil yang tak terhitung jumlahnya menggema di saluran yang sempit, menandakan gelombang tikus berikutnya jauh lebih besar.

"Mereka datang lagi!" pekik Theo, mulai menggumamkan mantra pelindung dengan panik.

"Jangan panik," ujar Luna dengan nada dingin. Kali ini, ia tidak hanya akan memberi perintah. Ia melangkah maju, tangannya yang lain meraih sebuah bros berbentuk mawar indah dari kerah seragamnya. "Kalian kira hanya kalian yang bisa bersenang-senang?"

Ia melempar bros itu ke tengah gerombolan tikus. "Mekarlah, Bloody Rose!" Wajahnya sedikit memerah. "Gila, malu banget! Aku terbawa suasana. Lagian kenapa pula aku harus mengucapkan nama memalukan itu untuk mengaktifkan artefak!?"

Bros itu bersinar merah menyilaukan. Dari titik jatuhnya, puluhan duri sihir setajam silet meledak keluar ke segala arah, menusuk dan mengoyak tikus-tikus dalam sekejap. Lorong itu dipenuhi jeritan melengking para monster sebelum akhirnya kembali sunyi, menyisakan bau anyir darah dan aroma mawar yang anehnya menyatu di udara.

"Hiihhh!? Aku pikir itu hanya akan membuat penghalang dari batang mawar merambat.... Maaf tikus. Ugh... sangat sadis. Padahal aku mengkritik Haris karena tampak seperti orang bar-bar, tapi lihatlah aku... Aku lebih brutal dari itu."

Luna menoleh ke arah timnya. Haris dan Theo menatapnya dengan campuran rasa kagum dan ngeri. Sementara itu, Riven tidak menatap Luna, melainkan sisa-sisa duri sihir di tanah, matanya menyipit seolah sedang menganalisis mekanisme artefak yang baru saja ia lihat.

"Gelang Luxury Stone, bros Bloody Rose, dan kipas itu pasti Desera. Tersisa anting dan cincin," batin Riven. Dia masih mencari artefak penghalang persepsi yang membuat kemampuannya terganggu.

Riven kemudian menggerakkan sihir airnya untuk mencuci dan mengembalikan bros mawar itu kembali ke tangan Luna.

"Apa yang kalian lihat!? Harta karun tidak menunggu di tempat yang nyaman!" Luna tersenyum tipis. "Ayo, bergerak! Skor kita masih nol!"

"Eh? Kenapa masih nol?" tanya Theo bingung sambil melihat gelang skornya yang tidak berubah. "Bukankah kita sudah mengalahkan banyak sekali tikus?"

"Yang kita lawan tadi hanyalah tikus got besar biasa," jelas Luna sambil terus berjalan. "Bukan magical beast yang tubuhnya dialiri mana. Terlebih, gelang ini hanya menghitung permata sihir yang hanya dimiliki oleh level mutant dan ke atasnya."

Haris mengerutkan kening. "Tapi kenapa ada hewan biasa di tempat yang aliran mananya sepadat ini, Putri?"

"Itu pertanyaan yang bagus," sahut Luna. "Itu artinya, sumber mana yang sangat padat ada di dekat sini. Sebuah dungeon, atau mungkin sebuah Tower. Jadi..." Ia menunjuk ke aliran air kotor di selokan. "Kita ikuti saja ke mana air ini mengalir."

Mereka berjalan mengikuti arahan Luna hingga tiba di ujung saluran air, yang ternyata bermuara ke sebuah kanal buatan yang sangat besar dan terlantar.

Di permukaan air yang tenang, puluhan makhluk aneh bergerak perlahan. Bentuk mereka seperti siput raksasa tanpa cangkang, dan di tengah tubuh jeli mereka, sebuah bola kristal berdenyut dengan cahaya samar.

"Itu Slime Kanal! Poinnya tinggi!" kata Luna. "Mereka tidak mempan oleh serangan fisik. Serang inti mereka menggunakan sihir!"

Mengerti perintah itu, Theo langsung merapal mantra panah sihir sederhana, sementara Riven menciptakan beberapa tombak es tajam. Dengan presisi mematikan, mereka menembaki inti para slime.

Setiap kali inti hancur, slime itu meleleh dan meninggalkan permata sihir yang mengapung. Gelang skor mereka mulai berbunyi. +100 Poin! +100 Poin!

[Total Poin: 200 [Posisi: 22/22]

Sambil mereka terus "memanen" poin, Luna mengedarkan pandangannya ke atas. Di sepanjang sisi kanal, berdiri sisa-sisa arsitektur kuno yang megah — gedung-gedung pencakar langit dari batu yang kini ditinggalkan.

"Arsitektur para Kurcaci," gumam Riven di sebelahnya.

"Benar, Grand Duke," sahut Luna, membenarkan pengetahuannya. Di dalam hati ia menambahKan, "Suamiku memang pintar! Tentu saja kami sehati."

Tiba-tiba, dari reruntuhan, tikus-tikus baru melompat keluar. Ekor mereka bermutasi menjadi kristal sihir tajam yang bersinar.

"Tikus Ekor Kristal!" teriak Luna. "Ini Mutant. Mereka kebal sihir! Kelemahan mereka ada di ekor kristalnya!"

Haris meraung dan maju, pedang besarnya kini beradu dengan ekor-ekor kristal yang sekeras baja. +10 Poin! +10 Poin! Skor mereka jauh lebih rendah daripada Slime kanal yang merupakan monster murni.

[Total Poin: 1620 [Posisi: 17/22]

Setelah pertempuran singkat itu selesai, mereka akhirnya melihat tujuan mereka di ujung kanal. Sebuah menara batu kuno yang menjulang tinggi, separuh bagian bawahnya tenggelam di dalam air.

"Itu dia," kata Luna. "Menara Alat Tersihir yang dulunya gudang harta kaum kurcaci. Darius mendapatkan gulungan sihir legendaris di sini, tapi di rute ini, gulungan tersebut akan aku berikan pada Riven-ku tercinta!" Luna penuh tekad.

"Kita harus menyelam?" Theo cemas. "Mau tidak mau. Sebagian lantai menara terendam oleh air. Jadi, kemungkinan besar medan di dalamnya juga ikut menyesuaikan. Apa kamu bisa merapal mantra pernapasan bawah air dan anti arus air, Theo?" tanya Haris. Dia tampak sudah berpengalaman dalam situasi seperti ini.

"Aku.. Aku bisa, tapi... paling banyak aku hanya bisa merapal untuk dua orang."

"Itu sudah cukup. Aku dan Grand Duke sudah membangkitkan darah suci Thalvarian, kami memiliki berkah laut."

"Thalvarian..." gumam Luna. Manusia di dunia ini terbagi menjadi tiga ras. Thalvarian yang diberkati oleh laut, Gevarran yang diberkati oleh daratan, dan Aetherion yang diberkati oleh langit. Kekaisaran Thalvaria sendiri merupakan negara yang 90% penduduknya adalah Thalvarian, sisanya adalah campuran antara Thalvarian dengan dua lainnya.

Thalvarian, manusia yang diberkahi oleh laut. Thalvarian yang sudah membangkitkan darah sucinya bisa bernapas bahkan beraktifitas dibawah air dengan bebas selama mereka mengalirkan energi magis ke paru-paru.

"Kalau begitu, ijinkan Saya merapal mantra untuk Anda, Tuan Putri," kata Theo gugup. Luna mengangguk.

Theo mengangkat tongkat besarnya, ujungnya berkilau dengan serpihan cahaya biru kehijauan. Ia menempelkan ujung tongkat itu di depan dada Luna dan mulai merapal dengan suara gemetar namun jelas.

"RespIrare maris — anima aquae, buka jalan! Fluctus liberté — currens cor, beri sayap air!"

Dua lingkaran sihir berlapis muncul di udara, berputar berlawanan arah jarum jam. Cahaya biru meresap ke dada Luna, menimbulkan sensasi dingin seperti udara laut yang menusuk paru-paru. Segera setelah itu, cahaya hijau menyelimuti tubuhnya, membuat pakaian dan rambutnya terasa ringan, seolah-olah tidak akan basah.

1
aku
TIDAK. mak jlebb 🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!