Aziya terbangun di tubuh gadis cupu setelah di khianati kekasihnya.
Untuk kembali ke raganya. Aziya mempunyai misi menyelesaikan dendam tubuh yang di tempatinya.
Aziya pikir tidak akan sulit, ternyata banyak rahasia yang selama ini tidak di ketahuinya terkuak.
Mampukah Aziya membalaskan dendam tubuh ini dan kembali ke raga aslinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lailararista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyerangan terpaksa
Matahari baru menyinari tirai kamar, Aziya terbangun oleh ketukan pelan di pintu. Ia mengira itu Zetas atau William, tapi yang masuk justru dia. Pria itu, dengan senyum yang membuat darahnya berdesir tak karuan.
“Selamat pagi,” ucapnya ringan, seolah kemarin malam tak pernah terjadi. “Aku hanya ingin memastikan… kamu masih di sini.”
Aziya mendengus, berusaha menyembunyikan rasa gugupnya sekaligus kesal.“Kenapa lo selalu ngomong seakan-akan gue yang harus ikut aturan lo? Kita bahkan nggak saling kenal.”
Pria itu tertawa pelan, tapi matanya tajam. “Saling kenal? Kamu sungguh yakin kita belum pernah saling kenal sebelumnya?”
Aziya mengernyit. Ada nada aneh dalam suara itu, membuat hatinya mencelos.
Pria itu melangkah mendekat, menunduk hingga wajah mereka hanya terpisah sejengkal. Suaranya turun menjadi bisikan tepat di depan telinga Aziya.
“Pikirkan baik-baik, Aziya. Suara ini… tatapan ini… sentuhan ini. Kamu yakin benar-benar tidak pernah mengenalku?”
Aziya menahan napas. Ada sesuatu dalam nada suaranya yang membuat hatinya sakit sekaligus hangat, seperti déjà vu. Ia menggigit bibir, mencoba mengusir perasaan itu, tapi tak bisa.
Saat ia hendak menjawab, pria itu berbisik sekali lagi, begitu dekat hingga hanya ia yang bisa mendengar.
“Aku sudah pernah bilang… aku mencintaimu.”
Darah Aziya berdesir deras. Ingatan itu, kalimat itu, suara itu...
Tapi… dia.
Pria itu tersenyum samar melihat keterkejutan Aziya. Ia berbalik, melangkah menuju pintu. Sebelum keluar, ia menoleh sekilas.
“Kalau kamu masih ragu… biarkan waktu yang menjelaskan. Tapi jangan lari dariku. Karena sejauh apa pun kamu pergi… aku akan selalu menemukanmu.”
Pintu tertutup, meninggalkan Aziya yang terduduk dengan jantung berdebar tak karuan.
"Tidak mungkin dia kan?" Gumam Aziya lirih.
Dan untuk pertama kalinya, ia sadar, rahasia ini lebih besar dari sekadar peluru, lebih dalam dari sekadar janji. Ini adalah ikatan. Ikatan yang entah harus ia tolak… atau terima.
★★★
Hujan masih menampar jendela kamar milik Aziya, ia duduk termenung di atas ranjang, memikirkan semua kejadian dan masalah yang datang dalam hidupnya. Ia menoleh ke meja kecil di sisi ranjang, sebuah pisau lipat tersimpan rapi di bawah laci. Refleks, ia meraihnya, lalu menyelipkannya di balik selimut.
Kali ini, kalau pria itu berani masuk lagi, ia tidak akan diam.
Dan benar saja. Gagang pintu kembali berputar.
Aziya sudah siap. Begitu pintu terbuka dan sosok itu masuk, ia langsung melempar pisau lipat itu dengan presisi. Pisau meluncur cepat, menarget tepat di leher pria itu.
cling.
Pisau itu terhenti di udara.
Aziya terperanjat. Benda itu terjepit di antara dua jari pria itu, hanya beberapa sentimeter dari tenggorokannya. Seolah gerakan tadi hanyalah lemparan mainan.
Pria itu menatap pisau itu, lalu tersenyum tipis. “Kecepatan bagus… tapi terlalu terburu-buru.” Ia menjentikkan jarinya, dan pisau itu jatuh ke lantai dengan bunyi nyaring.
Aziya menggertakkan gigi. Ia segera bangkit dari ranjang, tubuhnya mengambil posisi bertarung. “Gue gak peduli siapa lo. Lo pikir gue akan tunduk hanya karena tatapan lo?”
Pria itu tertawa kecil, suara rendah yang menusuk telinga. Ia berjalan pelan mendekat, tidak tergesa, tapi setiap langkahnya membuat udara semakin berat. “Bukan tatapanku, Aziya… tapi kenyataan bahwa aku selalu selangkah lebih cepat darimu.”
Aziya tidak menunggu. Ia menyerang lebih dulu, menghantamkan lutut ke arah perutnya. Tapi sebelum mengenai sasaran, tubuhnya sudah diputar paksa. Dalam sekejap ia terkunci, lengannya terpelintir ke belakang.
“Lepas!” Aziya berusaha melepaskan diri, tapi cengkeraman pria itu seperti baja. Ia mencoba mengayunkan kaki, menendang, tapi justru makin ditekan ke ranjang.
Napasnya terengah, tapi matanya tetap menyala penuh perlawanan. “Kalau kamu ingin hidupku, kamu harus bertarung lebih keras dari ini.” pria itu menunduk di samping telinganya, bisikannya dingin sekaligus panas membakar.
"Kalau sudah setara dengan ku, aku akan suka rela memberikan nyawaku." Aziya yang mendengar itu menggertakkan gigi menahan amarah.
“Kalau sampai Daddy tau, habis lo."ucapnya tajam.
"Dia tau, hanya dia yang tau siapa aku."ucapnya membuat Aziya menegang. Apa maksud dari semua ini sebenarnya.
Dengan satu gerakan, pria itu melepaskan Aziya. Tubuh gadis itu terhuyung ke dinding, terengah-engah. Namun sebelum ia bisa menyerang lagi, pria itu sudah berdiri di balkon, tubuhnya diterangi kilatan petir.
“Cobalah melawan terus.” Matanya berkilat tajam, senyum samar menghiasi wajahnya. “Semakin kamu melawan, semakin aku tahu, kamu tidak bisa lepas dariku.”
Lalu ia melangkah mundur, menghilang dalam gelap hujan.
Aziya merosot ke lantai, menggenggam pisau yang tadi jatuh. Tangannya bergetar, bukan karena takut, melainkan karena amarah.
Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, seorang pria bukan hanya mampu menahan serangannya, tapi juga membuatnya merasa seperti anak kecil.
Dan itu membuat Aziya semakin bertekad, Entah siapa pun pria itu sebenarnya, ia tidak akan membiarkan dirinya dikuasai.
Meski jauh di dasar hatinya, sebuah suara samar berbisik,
Mungkin dia memang benar… kamu tidak akan bisa lepas darinya.