Terpaksa

"Kamu yakin tidak akan membuat keributan saat di luar nanti?"

"Keributan?" Kening Paris mengerut. Rupanya dia sabar menunggu Biema melanjutkan kalimatnya.

"Kamu yang aktif pasti punya banyak hal yang akan di lakukan. Jangan membuat keributan apapun di luar sana," ujar Biema yang langsung membuat Paris meradang.

"Ugghh! Memangnya aku tukang rusuh, hingga harus selalu membuat keributan di mana-mana? Yang benar saja," gerutu Paris sambil memandang Biema tidak setuju. Tangannya menyendok nasi dengan kuat. Lalu memakannya dengan sangat lahap. Bukti protesnya bahwa dia tidak setuju Biema mengatakan itu. "Makanya, jangan mau mendekatiku atau malah menikahiku!" Dengan kesal Paris menendang kaki meja hingga membuat bunyi keras. Biema melirik ke bawah.

Bar-bar sekali gadis ini. Sangat berbeda dengannya. Jelas. Itu jelas sekali. Tidak perlu di baca secara rinci, luar dalam mereka sangat berbeda.

Ponsel di sebelah Biema bergetar. Mela. Itu nama yang tertera di layar. Paris sempat melihatnya. Karena jarak ponsel dengan dirinya tidak jauh, Paris sempat melirik sebentar. Apalagi saat Biema langsung mengambil ponsel dan beranjak menjauh dari meja makan.

"Aku sedang sarapan. Ya, aku akan berangkat ke kantor." Meskipun tidak keras, tapi Paris bisa mendengar suara Biema. "Maaf, tidak bisa. Aku ada keperluan di tempat lain," ujar Biema seraya melirik. Melihat itu Paris pura-pura tidak melihat.

Setelah selesai, Biema kembali ke meja makan. Menyelesaikan sarapannya yang belum tuntas.

"Aku penasaran," ujar Paris yang membuat Biema mendongak.

Menelan nasinya dan berkata, "Apa?"

"Kamu ...," tunjuk Paris dengan sendoknya. "Kamu bukan orang bodoh dan jelek. Aku yakin kamu pasti punya banyak kawan dan relasi, tapi kenapa kamu tidak segera menikah dengan orang-orang yang kamu temui?"

"Aku menikah. Aku menikah denganmu. Kamu orang yang aku temui dan aku ajak menikah," ujar Biema selalu bisa menjawab pertanyaan Paris.

"Ralat. Kamu tidak mengajakku menikah, tapi kamu memaksaku menikah. Bahkan bukan dengan mulutmu sendiri. Kamu memakai perantara, yaitu mamamu dan bundaku." Kalimat lugas yang sarat dengan ejekan.

"Ya, seperti itu." Seperti biasa ... Biema menjawab atau menanggapi kalimat Paris dengan santai dan kadang terdengar seenaknya. Seperti pasrah apapun yang di katakan Paris.

"Kamu seperti pria yang putus asa. Jangan-jangan kamu menikahi aku karena terpaksa juga. Karena paksaan orangtua, jadi kamu juga membiarkan mereka membuat keputusan yang tidak sesuai dengan keinginanmu," tebak Paris yang entah kenapa jadi bersemangat. Biema memandang gadis ini. Bola matanya berbinar-binar. Gadis ini seperti sedang bahagia.

"Segera habiskan makananmu. Bukannya kamu mau berangkat sekolah? Aku akan mengantarmu." Biema mengalihkan obrolan.

"Aku bisa berangkat sendiri."

"Sudah. Jangan membantah. Aku harus mengantarmu."

"Terserahlah ...," ujar Paris pasrah. Dalam hati dia tersenyum menemukan alasan Biema menikah dengannya adalah sama. Terpaksa.

"Nih ...," ujar Sandra di kala siang hari pada jam istirahat seraya menyodorkan sebuah wadah bekal. Gadis itu sengaja mengajak Paris tidak ke kantin karena dia bilang membawa sesuatu.

"Apaan?" tanya Paris mengulurkan tangannya perlahan, menerima benda kubus berwarna toska dengan bingung.

"Mama buatin bekal buat kamu." Mereka tidak makan siang di kantin seperti biasa, karena Sandra dapat titah dari mamanya untuk membawakan bekal bagi kakak iparnya. Mama Biema sengaja membuat masakan untuk menantunya itu.

"Bekal? Kok aneh?" Meski Paris menerima bekal itu, tak urung keningnya membuat kerutan samar.

"Aneh apanya? Kamu kan menantu mamaku. Jadi mamaku juga sayang sama kamu yang di anggap anaknya juga."

"Oh, itu." Sandra mengeluarkan bekal lagi dari dalam tas bekal.

"Kamu juga di buatkan bekal oleh mamamu?"

"Iya dong." Ternyata Sandra juga membawa bekal yang sama. "Ayok makan. Aku lapar nih."

Paris mengangguk. Dia juga tengah kelaparan siang ini.

"Dra, kakakmu itu menikah denganku karena terpaksa juga, ya?" tanya Paris.

"Eh? Aku enggak paham soal itu." Sandra mengerjap. Dia tidak paham sama sekali dengan isi pikiran kakaknya.

"Kalau begitu, aku yang lebih tahu dong," kata Paris puas dan menang.

"Jadi kamu sudah menyelidiki soal kenapa kak Biema tiba-tiba menikah denganmu?" tanya Sandra hati-hati. Walaupun Paris mengatakan itu dengan wajah sumringah, Sandra  mesti berhati-hati.

"Yap!" jawab Paris yakin.

"Apa kak Biema mengiyakan?"

"Hmmm ... kurang meyakinkan sih, tapi aku yakin iya." Sandra hanya mengangguk saja. Jika mengangguk membuat temannya ini bersemangat lagi, Sandra perlu melakukannya.

Terpaksa? Jika terpaksa, bukankah harusnya bereaksi seperti Paris yang terlihat selalu enggan bahas soal suami istri?

"Mikir apaan?" tegur Paris. Sandra senyum.

"Enggak. Enggak ada." Paris menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. "Kamu pasti benci ke kak Biema karena menyetujui pernikahan ini."

"Awalnya aku enggak ada benci ke dia. Adanya sih rasa malu karena kejadian dulu itu. Juga enggak enak hati juga kalau bertemu. Namun,  setelah di nikahkan sama dia ... aku berubah jadi marah dan ... mungkin benci iya." Paris mengatakannya dengan menaikan kedua alisnya. "Kamu tahu sendiri kan, San. Selama ini kita berdua enggak pernah ngomong banyak. Enggak pernah berkomunikasi di luar selain hanya beberapa kali bertemu saat dia menjemput kamu di sekolah. Hanya itu. Lalu, darimananya kita tiba-tiba bisa menikah?" Lagi-lagi Paris mengatakan itu dengan dramatis.

"Jodoh mungkin?" tebak Sandra yang tidak sadar membuat Paris menatap tajam. Aduh, keluh Sandra dalam hati.

"Jangan bikin aku emosi yah ... Jodoh? Pilih kata yang enak di denger gitu." Paris mulai menggerutu.

"Sorriiii."

"Kakakmu juga, entah kerasukan apa. Mendadak saja menuruti ide konyol ortu kita berdua."

"Iya. Aku juga bingung."

"Nahh ... kan. Kamu yang saudaranya aja bingung, apalagi aku." Tak di sangka makan siang Paris sudah habis. Saat tangannya sibuk menyendok, rupanya wadah bekalnya sudah bersih.

**

Biema menandatangani perjanjian baru yang dibuat perusahaannya. Kini dia tengah memantau perkembangan anak perusahaan di layar komputer di depannya.

Tok! Tok!

Suara pintu di ketuk seseorang. Biema mendongak. Fikar, orang kepercayaannya muncul.

"Ya. Ada apa Fik?" tanya Biema. Setelah tahu itu Fikar, dia kembali meneruskan pekerjaannya.

"Mela ada di lantai bawah."

"Mela?" tanya Biema langsung menghentikan kegiatannya. Kemudian mendongak, melihat ke arah Fikar.

"Ya. Dia ingin bertemu denganmu."

"Kenapa dia tidak datang ke ruangannku saja?"

"Mela tidak mau. Dia ingin kamu menjemputnya di lantai bawah." Biema terdiam. "Jika kamu tidak berminat untuk menemuinya, aku bisa menyuruhnya pulang."

"Tidak. Biarkan aku menemuinya." Biema membereskan pekerjaannya.

"Baiklah. Namun, ingat ... kamu bukan lagi Biema yang dulu," nasehat Fikar.

"Tentang apa?" tanya Biema yang merapikan jasnya.

"Statusmu sekarang. Bukankah sekarang kamu sudah beristri."

"Aku tahu itu."

"Aku akan menemanimu untuk menemuinya."

"Kamu ingin tahu apa yang aku bicarakan dengannya?" tanya Biema sambil menoleh pada teman dan juga rekan kerjanya. Kini dia sudah berdiri. Masih berusaha merapikan pakaian dan rambutnya.

"Tentu," jawab Fikar sangat yakin.

"Kamu mau jadi mata-mata di antara aku dan dia, ya?" Biema melirik ke arah pria yang masih berdiri di dekat pintu.

Terpopuler

Comments

Borahe 🍉🧡

Borahe 🍉🧡

jgn" nih paris hanya pelarian Biema aja

2023-06-20

0

Na

Na

apa biema nikahin paris karna biar dia ga keinget mela lagi ya?

2023-05-16

0

Ika Ratna🌼

Ika Ratna🌼

apakah paris orang yg mirip dg masa lalu biema ya?

2022-10-22

0

lihat semua
Episodes
1 Apartemen
2 Malaikat pelindung?
3 Bunda mulai lagi
4 Menemani Bunda
5 Sendirian
6 Debat
7 Paris ngambek
8 Kamu?!
9 Melarikan diri
10 Aku mau ... Menikah
11 Berbagi kamar tidur
12 Pindah rumah
13 Tidak setuju
14 Pergi ke mebel
15 Kini berbeda
16 Menghilang
17 Sarapan pagi
18 Terpaksa
19 Tamu untuk Biema
20 Masa kecil
21 Perkelahian
22 Paris dan Sandra
23 Kakak ipar
24 Perkataan adalah doa
25 Kekanak-kanakan
26 Buah tangan dari bunda
27 Mantan
28 Ponsel
29 Permintaan Biema
30 Menghilang
31 Status Paris
32 Saudara
33 Mencari Paris
34 Kamu marah?
35 Suasana hati Biema
36 Keluarga Mertua
37 Permintaan Bu de
38 Kita
39 Jika aku serius
40 Pembelaan Biema
41 Mela berkunjung
42 Kata kunci
43 Merasa tersisih
44 Suasana di ruang baca
45 Soal Paris
46 Warung tenda
47 Membuka mata
48 Aku butuh Paris
49 Pesan dari Paris
50 Tuduhan yang salah
51 Biema muncul
52 Ancaman
53 Berdamai
54 Film favorit
55 Paris sebenarnya
56 Awasi dia
57 Kemeja
58 Acara makan
59 Dia adalah ...
60 Biema tahu
61 Pengakuan
62 Populer
63 Gosip
64 Airmata Paris
65 Lunglai
66 Pulang ke rumah Bunda
67 Sebuah jawaban
68 Tekad Paris
69 Menunggu
70 Maju ke arahnya
71 Tidak terduga
72 Terungkap
73 Hati yang pasti
74 Biema frustasi
75 Masuklah
76 Dahaga-ku
77 Ngambek
78 Plester menyebalkan
79 Chat
80 Hotel
81 Musuh lama
82 Belajar
83 Masih belajar
84 Ujian
85 Serangan
86 Pesan mama
87 Buah stroberi
88 Pai buatan mama
89 Was-was
90 Bertemu lagi
91 D.O
92 Menyimpan cerita
93 Sakit
94 Bimbang
95 Usul Asha
96 Makan malam
97 Batal
98 Arga siap membantu
99 Hari tenang bagi Paris
100 Mengunjungi Paris
101 Menemani Paris
102 Sarapan
103 Tidak pasti
104 Cek data online
105 Pelukan
106 Ruang kepala sekolah
107 Ada yang datang
108 Kalah
109 Kehebohan tidak terduga
110 Pulang
111 Tiba di apartemen
112 Firasat bunda
113 Lapar
114 Makan
115 Sarapan bersama
116 Ayah bangun
117 Mempesona
118 Gawat
119 Ayah sakit
120 Tidak mengapa
121 Memori Asha dan Arga
122 Pria yang berdebar
123 Kalah
124 Seusai ingkar
125 Noda
126 Bosan
127 Dia datang
128 Bermesraan
129 Antara dua pria
130 Tawaran
131 Ingin pulang
132 Maaf ya ....
133 Gila
134 Jejak kemesraan
135 Terguncang
136 Lelah
137 Masih mengantuk
138 Mengancam
139 Satu figuran lagi
140 Rencana dia
141 Juna benar
142 Paris tahu
143 Percaya
144 Waktu itu
145 Di dalam mobil
146 Telepon Arga
147 Sekotak brownies
148 Pendamping untuk Paris
149 Panggilan
150 Bagi Paris dan Biema
151 Kita bertemu
152 Kopi pagi
153 Pesta
154 Kaca toilet
155 Area Parkir
156 Ini dia Sebenarnya
157 Telepon
158 Mendamba
159 Sakit
160 Nafsu makan
161 Bangun tidur
162 Aroma wangi
163 Kata Mama
164 Mencari apotek
165 Tujuan Paris
166 Tempat itu
167 Mereka berdua
168 Asha heran
169 Indikator
170 Masih sama
171 Semoga
172 Masalah ibu hamil
173 Biema cemas
174 Telepon Biema
175 Dia sedang hamil
176 Kelakuan Biema
177 Nasehat dokter Ciara
178 Tentang mereka
179 Berpeluh-peluh
180 Kabar untuk bunda
181 Selamat ya ...
182 Muram
183 Baby shop
184 Melindungi suami
185 Kekurangan istriku
186 Godaan Biema
187 Hari kelulusan
188 Akhirnya
189 Rencana Sandra
190 Melihat Sandra
191 Pantai
192 Itu aku dan Paris
193 Persiapan
194 Pulang
195 Bulan Juni
196 [ Extra part ] Erangan tengah malam
197 [ Extra part ] Sakit yang sama
198 [ Extra part ] Cerita si ibu hamil
199 [ Extra Part ] Ingin makan
200 [ Extra Part ] Biema tidak setuju
201 [ Extra Part ] Ide Paris
202 [ Extra Part ] Tidak bisa bertahan
203 [ Extra part ] Pose ajaib dengan pasangan
204 [ Extra part ] Terpesona
Episodes

Updated 204 Episodes

1
Apartemen
2
Malaikat pelindung?
3
Bunda mulai lagi
4
Menemani Bunda
5
Sendirian
6
Debat
7
Paris ngambek
8
Kamu?!
9
Melarikan diri
10
Aku mau ... Menikah
11
Berbagi kamar tidur
12
Pindah rumah
13
Tidak setuju
14
Pergi ke mebel
15
Kini berbeda
16
Menghilang
17
Sarapan pagi
18
Terpaksa
19
Tamu untuk Biema
20
Masa kecil
21
Perkelahian
22
Paris dan Sandra
23
Kakak ipar
24
Perkataan adalah doa
25
Kekanak-kanakan
26
Buah tangan dari bunda
27
Mantan
28
Ponsel
29
Permintaan Biema
30
Menghilang
31
Status Paris
32
Saudara
33
Mencari Paris
34
Kamu marah?
35
Suasana hati Biema
36
Keluarga Mertua
37
Permintaan Bu de
38
Kita
39
Jika aku serius
40
Pembelaan Biema
41
Mela berkunjung
42
Kata kunci
43
Merasa tersisih
44
Suasana di ruang baca
45
Soal Paris
46
Warung tenda
47
Membuka mata
48
Aku butuh Paris
49
Pesan dari Paris
50
Tuduhan yang salah
51
Biema muncul
52
Ancaman
53
Berdamai
54
Film favorit
55
Paris sebenarnya
56
Awasi dia
57
Kemeja
58
Acara makan
59
Dia adalah ...
60
Biema tahu
61
Pengakuan
62
Populer
63
Gosip
64
Airmata Paris
65
Lunglai
66
Pulang ke rumah Bunda
67
Sebuah jawaban
68
Tekad Paris
69
Menunggu
70
Maju ke arahnya
71
Tidak terduga
72
Terungkap
73
Hati yang pasti
74
Biema frustasi
75
Masuklah
76
Dahaga-ku
77
Ngambek
78
Plester menyebalkan
79
Chat
80
Hotel
81
Musuh lama
82
Belajar
83
Masih belajar
84
Ujian
85
Serangan
86
Pesan mama
87
Buah stroberi
88
Pai buatan mama
89
Was-was
90
Bertemu lagi
91
D.O
92
Menyimpan cerita
93
Sakit
94
Bimbang
95
Usul Asha
96
Makan malam
97
Batal
98
Arga siap membantu
99
Hari tenang bagi Paris
100
Mengunjungi Paris
101
Menemani Paris
102
Sarapan
103
Tidak pasti
104
Cek data online
105
Pelukan
106
Ruang kepala sekolah
107
Ada yang datang
108
Kalah
109
Kehebohan tidak terduga
110
Pulang
111
Tiba di apartemen
112
Firasat bunda
113
Lapar
114
Makan
115
Sarapan bersama
116
Ayah bangun
117
Mempesona
118
Gawat
119
Ayah sakit
120
Tidak mengapa
121
Memori Asha dan Arga
122
Pria yang berdebar
123
Kalah
124
Seusai ingkar
125
Noda
126
Bosan
127
Dia datang
128
Bermesraan
129
Antara dua pria
130
Tawaran
131
Ingin pulang
132
Maaf ya ....
133
Gila
134
Jejak kemesraan
135
Terguncang
136
Lelah
137
Masih mengantuk
138
Mengancam
139
Satu figuran lagi
140
Rencana dia
141
Juna benar
142
Paris tahu
143
Percaya
144
Waktu itu
145
Di dalam mobil
146
Telepon Arga
147
Sekotak brownies
148
Pendamping untuk Paris
149
Panggilan
150
Bagi Paris dan Biema
151
Kita bertemu
152
Kopi pagi
153
Pesta
154
Kaca toilet
155
Area Parkir
156
Ini dia Sebenarnya
157
Telepon
158
Mendamba
159
Sakit
160
Nafsu makan
161
Bangun tidur
162
Aroma wangi
163
Kata Mama
164
Mencari apotek
165
Tujuan Paris
166
Tempat itu
167
Mereka berdua
168
Asha heran
169
Indikator
170
Masih sama
171
Semoga
172
Masalah ibu hamil
173
Biema cemas
174
Telepon Biema
175
Dia sedang hamil
176
Kelakuan Biema
177
Nasehat dokter Ciara
178
Tentang mereka
179
Berpeluh-peluh
180
Kabar untuk bunda
181
Selamat ya ...
182
Muram
183
Baby shop
184
Melindungi suami
185
Kekurangan istriku
186
Godaan Biema
187
Hari kelulusan
188
Akhirnya
189
Rencana Sandra
190
Melihat Sandra
191
Pantai
192
Itu aku dan Paris
193
Persiapan
194
Pulang
195
Bulan Juni
196
[ Extra part ] Erangan tengah malam
197
[ Extra part ] Sakit yang sama
198
[ Extra part ] Cerita si ibu hamil
199
[ Extra Part ] Ingin makan
200
[ Extra Part ] Biema tidak setuju
201
[ Extra Part ] Ide Paris
202
[ Extra Part ] Tidak bisa bertahan
203
[ Extra part ] Pose ajaib dengan pasangan
204
[ Extra part ] Terpesona

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!