Setelah berbincang-bincang, teman sekolah Sandra akhirnya pergi meninggalkan mereka bertiga. Sandra segera mendekati Paris di belakang kakaknya. Dia takut sobatnya itu meledak saat ini juga.
"Jika aku anak kecil, kenapa repot-repot menikahiku? Bikin hidupku enggak asyik saja," sindir Paris sambil membalikkan badan. Sandra terdiam mendengar itu. Bola matanya melihat Paris dan kakaknya yang sudah menghadap Paris bergantian.
"Entahlah," jawab Biema seenaknya. Manik mata Sandra melebar. Menyayangkan jawaban kakaknya yang tidak lihat situasi. Paris menggeram kesal dengan jawaban pria ini. Tangannya mengepal. Sandra menipiskan bibir.
"E ... Paris, aku pulang dulu saja deh. Kak, aku pulang ya ..." Sandra tidak mau terlibat. Jadi dia memilih segera pergi dari mereka berdua.
"Dia sepertinya ketakutan melihatmu marah," ujar Biema entah bercanda atau tidak. Raut wajahnya tidak begitu banyak ekspresi. Membuat bibir Paris menipis geram.
"Ya, dia tahu bagaimana akibatnya jika bermain-main denganku. Mungkin kamu ingin tahu bagaimana jika aku menghajar seseorang yang menyebalkan?"
"Tidak. Aku pernah melihatmu bertindak bodoh saat di kelab malam itu. Menurutku itu sudah lebih dari cukup. Aku tidak mau harus ke kantor polisi dengan kasus yang sama. Aku tidak mau mempermalukan diri sendiri. Karena kali ini berbeda dengan waktu itu." Biema dengan malas akhirnya melangkah.
"Memangnya apanya yang berbeda? Kamu hanya takut menghadapiku," cibir Paris saat mereka berjalan bersama. Biema melirik ke sebelah. Paris menarik bibirnya dengan ejekan yang sangat kentara untuknya.
"Kenapa masih tidak sadar? Bukannya sekarang kita sudah menikah? Kamu dan aku adalah suami istri." Paris menoleh dengan cepat. Membeliak mendengar kalimat Biema. "Jika kamu bermasalah, aku juga akan ikut terseret." Paris mengerjap di tatap Biema. Cih!
Langkah Paris tidak sekuat biasanya. Dia melangkah dengan gontai. Ini pertama kali Paris berangkat sekolah dengan status barunya. Menikah.
Hhhh ... Paris menghela napas berat saat mengingat itu. Bahunya jadi turun. Dia tidak bersemangat. Dengan umurnya yang masih belasan, Paris menyandang status sebagai istri seorang pria. Itu pun tidak di cintainya. Sandra muncul di belakangnya.
"Pagi, Paris ..." Paris hanya mengangkat sebelah tangannya menerima sapaan Sandra yang tak lain adalah adik iparnya. Sandra paham kenapa temannya lesu. Jadi dia tidak membahas soal itu. Sandra berusaha menghindari.
"Ada apa dengan kakakmu?" tanya Paris tiba-tiba.
"Ada apa gimana? Aku tidak mengerti maksudmu."
"Ada apa dengannya? Kenapa tiba-tiba mau menikahiku?" tanya Paris pelan seraya mendelik dan menggeram kesal.
"Soal itu ... Maaf Paris. Aku tidak tahu."
"Benarkah tidak tahu? Kakakmu itu bukan pria yang tidak bisa mencari wanita. Dia mampu mendapatkan wanita dewasa yang berbadan bagus, cantik dan juga punya keterampilan memasak dan sebagainya," racau Paris. Sandra berusaha mendengarkan dengan penuh perhatian. "Aku heran kenapa justru dia menyanggupi menikahiku yang masih muda belia dan menginginkan kehidupan remaja normal seperti lainnya," bisik Paris lagi. Kali ini dengan menolehkan kepala pada Sandra. Menunjukkan raut kegeramannya.
"Beneran, Paris. Aku tidak tahu." Sandra seperti terdakwa saja.
"Hai, Paris!" teriak teman-teman cowok.
"Sial, mood gak baik mereka malah menyapa," gumam Paris. Namun Paris mengangkat tangan menyambut sapaan mereka.
**
Paris tidak ingin pulang. Dia tidak ingin ke apartemen Biema. Saat ini dia ingin menyendiri. Jadi saat bel berdentang, dia tidak segera menuju gerbang seperti yang di katakan Biema saat dirinya berangkat sekolah tadi.
Biema akan menjemput Paris sepulang sekolah. Itulah perjanjiannya. Namun Paris melanggar dengan pergi tanpa pamit. Dia tahu ada mobil pria itu di sana, tapi dia berusaha lewat jalan belakang. Enggan bertemu pria itu.
Biema menunggu kemunculan Paris di dekat pintu gerbang. Dengan begitu, dia berharap memudahkan Paris menemukan dirinya. Awalnya Biema masih menunggu. Namun saat melihat ke arloji di pergelangan tangannya, dia merasa ini sangat tidak wajar. Sudah hampir setengah jam dia menunggu, tapi gadis itu tidak muncul.
Beberapa siswi melirik ke arah mobil yang di tumpangi Biema. Memandang dengan puas wajah tampan itu. Berbisik dan tersenyum berusaha menarik perhatian Biema. Biema tahu itu. Hanya saja bersikap biasa. Dia sibuk melongok ke jalan masuk ke sekolah dimana Paris seharusnya muncul dari sana.
"Kemana gadis itu?" gumam Biema mulai tidak sabar. Segera dia mengambil ponsel dan menekan nomor kontak adiknya. "San? Kamu ada di mana?"
"Aku masih ada di sekolah. Ini mau pulang."
"Baru mau pulang? Bukannya sejak tadi sekolahmu sudah pulang?" tanya Biema heran.
"Iya, aku masih ada piket."
"Paris dimana?"
"Paris? Bukannya sejak tadi dia sudah pulang. Hari ini aku tidak pulang bersamanya karena tahu kakak akan menjemputnya. Lagi pula aku masih ada piket."
"Dia sudah pulang?" Sandra melihat Biema berdiri di dekat mobilnya.
"Kak," panggil Sandra yang memutus panggilan ponsel Biema dan segera mendekat ke kakaknya. "Paris sudah pulang. Memangnya kakak tidak bertemu dengannya tadi?"
"Tidak." Sandra mendengung sendiri karena berpikir. "Sudahlah. Dia sudah besar. Pasti tahu jalan pulang. Sopir enggak jemput?"
"Enggak. Rencananya aku akan ikut temanku pergi, tapi melihat kakak disini ... enggak jadi." Sandra nyengir.
"Kamu ketangkap basah ya ...," tuding Biema. Sandra langsung bersikap manja dengan bergelayut pada lengan Biema. Sambil berulangkali meringis. Akhirnya Sandra pulang di antar Biema.
"Mungkin kakak enggak lihat Paris tadi." Sandra membahas soal Paris lagi ketika mobil sudah menjauh dari sekolah.
"Kalaupun iya, seharusnya dia bisa melihatku memarkir mobilku di sini. Gadis itu ..." Biema mendesah.
"Mungkin Paris sengaja tidak lewat jalan ini untuk menghindari kak Biema."
"Ya. Sesuai dugaanku." Sandra memandang kakaknya lama.
"Kenapa harus menikahi Paris kalau kakak tahu dia tidak setuju dengan pernikahan ini? Bahkan kakak menikahinya saat dirinya belum lulus sekolah," ucap Sandra lirih. Biema menatap adiknya yang melihatnya iba.
"Aku menginginkannya," jawab Biema datar.
"Menginginkan? Kakak? Maaf jika aku salah ngomong, tapi setahuku ... Kak Biema enggak punya rasa tertarik sama sekali pada Paris. Apalagi ketika kejadian malam itu di bar. Kakak menunjukkan dengan tegas bahwa tidak menyukai Paris karena membawa dampak buruk bagiku."
"Soal itu aku sudah melupakannya. Itu sudah lama."
"Benarkah? Oke. Mungkin kakak memang lupa, tapi menikahi Paris sedikit aneh buatku." Sandra mengernyitkan dahinya.
"Anak kecil jangan banyak bertanya." Biema menyentil hidung adiknya.
"Aww ... Aku ini kasihan pada Paris. Dia sahabtku. Aku tahu dia pasti menangis terus-terusan saat di paksa menikah."
"Aku tidak memaksanya."
"Iya, tapi kakak membuat keputusan dengan menyetujui perjodohan itu yang akhirnya membuat Paris menderita harus menikah dengan orang yang tidak di cintainya. Aku sendiri terkejut saat kakak menikah dengan Paris. Memangnya kakak mencintai Paris?"
"Cinta? Memangnya menikah harus dengan cinta? Menikah itu memakai uang karena butuh biaya pernikahan," sahut Biema bercanda. Senyuman menjahilinya adiknya muncul.
"Kakak! Jangan bercanda! Aku serius," gerutu Sandra.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
Andri
kro aq wae. biem
2025-03-28
0
Taengo
biema umur berapa si?
2024-10-15
0
Ika Ratna🌼
ya ampun bim... kyknya kamu emg beneran suka deh ama paris
2022-10-22
0