Mengetahui kenyataan bahwa Biemalah yang jadi pria yang dijodohkan dengannya kali ini membuat Paris naik darah. Apalagi saat bundanya dengan polos mengatakan akan menikahkan dia.
"Apa?! Aku harus menikah?!" tanya Paris histeris saat bunda mengatakan niatnya.
"Benar. Bunda sudah memilihkan calon terbaik untukmu." Bunda mengiyakan pertanyaan Paris yang membuat gadis itu membelalakkan mata tidak percaya. Pasti Biema. Itu sudah jelas.
"Kenapa harus menikah, Bun?" tanya Paris.
"Lho, semuanya kan memang harus menikah." Sama. Alasan bunda sama dengan kakak iparnya, Asha.
"Aku tahu, tapi untuk aku menikah sekarang itu mustahil." Paris membelalakkan mata kemudian menyipitkan mata bergantian. Keningnya berkerut.
"Kenapa mustahil?" tanya bunda mengerjapkan mata.
"Ya, jelas mustahil bun... Aku kan masih di bawah umur untuk usia menikah. Aku masih sekolah!" Bunda diam mendengar putrinya mengingatkan soal itu. Namuj sejurus kemudian tersenyum.
"Tidak. Kamu sudah cukup umur."
"Cukup umur bagaimana, Bun? Bunda mau sekolahku berantakan sampai aku enggak jadi lulus sekolah? Bunda mau aku putus sekolah, jika akhirnya aku akan menikah?" Paris membeberkan alasan yang sudah menjadi kartu As-nya untuk menolak sebuah pernikahan karena perjodohan oleh bunda.
"Kamu tidak akan menjadi berantakan karena putus sekolah. Bunda jamin. Kamu akan tetap jadi Paris Hendarto meskipun tidak sampai lulus sekolah." Bunda mengatakan itu dengan penuh tekad yang kuat.
"Bunda! Bunda ini bagaimana sih? Kok biasa saja putrinya tidak lulus sekolah? Itu kan memakan biaya banyak. Semua uang yang sudah di keluarkan bunda sama ayah untuk sekolahku akan sia-sia."
"Tidak akan sia-sia. Jika akhirnya kamu menikah dengan pria ini, mengorbankan sekolahmu juga tidak masalah," tandas bunda yang tetap pada pendirian. Yaitu menikahkan putrinya dengan pria pilihan beliau. Paris melongo mendengar bunda berkata demikian.
"Aghhh!!" teriak Paris kesal. Bunda melenggang membuat Paris semakin kalap.
......................
......................
"Kenapa membuat Paris menderita, Bun?" tanya Ayah saat senggang waktu mereka berdua.
"Menderita?"
"Iya. Bukannya Bunda memaksanya menikah dengan putra Nugraha itu."
"Dari awal bukannya ayah sepakat kalau kita menjodohkan Paris dengan Biema."
"Ya ... menurut ayah, Biema pria yang baik. Apalagi kita sudah tahu keluarganya. Namun saat melihat Paris marah seperti itu, ayah kasihan juga."
"Ih, ayah ini kok plin plan. Paris itu perempuan, dia harus mendapat suami yang baik dalam segala hal karena pria itu akan jadi kepala keluarga. Untuk Arga, bunda memberi kelonggaran dengan memilih calon sendiri karena dia lelaki. Istrinya itu kan pada akhirnya harus mengikutinya."
"Jadi bunda menerima Asha karena terpaksa?"
"Hush! Ayah enggak boleh menuduh bunda seperti itu. Juga jangan berkata begitu. Walaupun awalnya bunda juga ingin menjodohkan Arga dengan pilihan bunda sendiri, bukan berarti bunda enggak ikhlas menerima Asha sebagai menantu. Sekarang, menantu bunda dan istri Arga adalah Asha. Jadi enggak boleh ada kata terpaksa. Bunda ini menerima Asha. Bukan dengan terpaksa, tapi dengan hati. Awas jangan salah ngomong, Yah ..."
Bibir Hendarto tersenyum melihat istrinya menjelaskan soal itu dengan panjang lebar.
"Iya, ayah mengerti."
"Soal Paris, Bunda yakin Biema yang baik baginya."
......................
......................
Paris memberontak dengan kabur dari rumah dan datang ke rumah Asha di kampung. Juna yang melihat kedatangan saudara iparnya sendirian itu terkejut.
"Jangan banyak tanya. Bantu aku mendapat ijin dari ibu buat tinggal disini." Paris menghentikan mulut Juna yang sudah menganga ingin bertanya.
"Bagaimana aku bisa meminta ijin pada ibu kalau kamu enggak cerita ada apa." Juna punya alasan tepat untuk memaksa saudara iparnya ini membuka suara.
"Aaarghh ... menyebalkan!" Paris bersidekap sambil duduk di kursi ruang tamu. Siang ini seperti biasa, rumah Juna sepi. Ibu masih di warung dan bapak masih di kantor.
"Yah, memang menyebalkan," timpal Juna meski enggak tahu ada apa. Dia hanya menyindir Paris karena berniat enggak cerita soal kemunculannya di rumah ini.
"Aku akan di jodohkan," ungkap Paris malas.
"Oh, itu." Tanggapan Juna datar membuat Paris menoleh sambil merengut.
"Kenapa responmu singkat?"
"Memangnya aku harus ngomong apa? Di sinetron yang di tonton ibu, sudah sering hal semacam ini terjadi. Orang kaya menjodohkan anaknya. Jadi aku tidak terkejut. Kamu kan anak orang kaya, jadi menurutku wajar jika ada hal semacam itu."
"Enggak wajar sama sekali, Jun. Sinetron yang di tonton ibu itu ngaco. Enggak ada kewajiban orang kaya harus menjodohkan anak-anaknya."
"Aku enggak tahu. Di sinetron, konflik itu sudah menjamur. Pokoknya harus ada perjodohan antara dua orang yang tidak saling mencintai dalam setiap sinetron biar ratingnya naik."
"Itu aneh. Sangat." Paris melebarkn mata geram, gemas dan sebal.
"Namun itu yang paling di gemari oleh penonton, Paris ..."
"Sudahlah. Jangan bikin aku tambah kesal. Lagian, menurutku ayah bunda sudah cukup kaya. Jadi enggak butuh sokongan dari menantu lagi agar semakin kaya." Paris mengatakannya bukan dengan maksud sombong. Dia mengatakan fakta. Juna menerima pernyataan Paris juga dengan biasa. Dia tidak mengatai Paris adalah gadis congkak yang suka pamer kekayaan, karena kenyataan berkata Paris memang putri orang kaya.
"Trus, jika begitu ... Kamunya mau dapat jodoh miskin? Pria yang menggantungkan hidupnya ke kamu."
"Ehhh ... enggak gitu juga kali. Mana bisa aku hidup jika pria yang jadi suamiku pengangguran." Paris jadi ngeri.
"Berarti tujuan bundamu bener dong. Kamu di jodohkan sama pria itu agar dia tidak bergantung pada kamu."
"Kamu kok membela bundaku, sih?!"
"Aku enggak membela. Karena apa? Karena aku enggak dapat apa-apa. Aku cuma bicara kebenaran. Kamu yang biasa hidup tidak susah, makanya di jodohkan dengan pria yang tidak akan membuatmu susah. Seperti ... siapa?"
"Biema."
"Ya, itu, tapi kenapa aku merasa nama itu enggak asing, yah ..." Juna berpikir.
"Jelas enggak asing. Karena kamu bisa saja sempat mendengar nama itu dari Sandra."
"Sandra? Emang ada hubungan apa sama dia?"
"Biema itu kakaknya dia." Paris sebal mengatakan itu. Apalagi saat Juna justru tertawa mendengar informasi dari Paris. "Kenapa ketawa, sih? Tambah bikin mood jelek saja."
"Hahaha ... Enggak nyangka saja, pria yang di jodohkan kamu itu adalah kakak sahabatmu sendiri. Ceritanya sinetron banget sih kamu," goda Juna yang lebih mengarah ke meledek.
"Aaarggghh! Sebal!!"
......................
......................
Ibu dan bapak terkejut melihat Paris tiduran di sofa ruang tamu. Berbagai pertanyaan muncul dari bibir kedua orangtua Asha. Paris memberitahu bahwa dia sedang liburan. Jadi ingin tinggal di alam pedesaan. Juna yang baru datang dari main dan membiarkan gadis ini sendirian di rumah, mencebik. Mencemooh alasan gadis itu tinggal di sini.
"Memang beneran lagi liburan, Paris?" tanya ibu curiga. Apalagi saat tanya begitu, beliau menoleh pada Juna yang satu angkatan untuk meminta penegasan.
"Sekolahku enggak sama dengan Paris. Jadi mungkin saja dia memang lagi liburan, Bu." Juna membantu saudara iparnya.
"Begitu, ya ... Sudah meminta ijin pada bunda dan ayah di rumah?"
"S-sudah." Karena berbohong, Paris jadi gugup juga.
"Baiklah. Kamu bisa pakai kamar Asha di atas. Sudah, sekarang kamu mandi dulu dan ganti baju." Paris memang masih memakai seragam sekolah. "Juna, bantu Paris membawa ranselnya ke atas!"
"Tidak usah, Bu. Biar Paris sendiri yang membawanya."
"Itu mungkin berat. Junaaa!!"
"Tidak, tidak, Bu. Ini tidak berat. Biar Paris bawa sendiri." Meskipun sudah dua kali di panggil ibu, Juna tidak bermaksud mendekat. Karena dia tahu pasti Paris tidak akan menyusahkan dirinya. Karena gadis itu sedang kabur dari rumah.
"Benarkah?" tanya ibu ragu.
"Tentu saja. Hahaha ..." Juna menggelengkan kepala mendengar gelak tawa saudara iparnya. Gelak tawa yang muncul karena terdesak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Maksa banget bunda nya,Kayak gak laku aja anaknya,Aku juga paling g suka di paksa2,Udah berapa kali juga di jodohin,Semuanya ku tolak dan kabur gak pulang2...
2024-04-02
0
Riska Wulandari
Bunda berlebihan bangetttt..anak SMA d paksa nikah..
kok tiba2 Juna seumuran sama Paris ta,,ingatku dulu udah kuliah..apa aku yg salah??
2022-09-09
1
Siti Fatimah
wkwkwk bener kata Juna tuch mmg faktanya begitu,,saking banyak penggemar sampai ribuan episode ya walaupun ceritanya mutar muter dengan konflik yg ngjlimet dan membosankan hanya untuk menaikkan rating,untung gue nggak suka nonton sinetron, soalnya bikin emosi 🤣🤣🤣🤣
2022-08-22
0