Tidak setuju

Paris tidak perlu menunggu lama untuk bertanya pada Biema soal pindah. Saat lelaki itu kembali ke kamar, Paris segera mengikuti dari belakang. Tangan Biema membuka pintu kamar dan akan menutupnya kembali. Namun pintu itu segera di tahan oleh tangan Paris yang menyusul di belakangnya.

"Katakan. Apa maksud ucapan yang kamu lontarkan di meja makan tadi?" tanya Paris tanpa perlu basa-basi. Biema sedikit terkejut dengan kemunculan Paris di belakangnya. Kepalanya menoleh ke belakang sejenak.

"Kamu mengekoriku rupanya." Setelah sampai di tengah kamar tidur, Biema berhenti.

"Jangan basa-basi. Cepat jawablah pertanyaanku." Paris juga ikut berhenti di dekat ranjang.

"Kamu menanyakan soal pindah rumah?" Paris tidak menjawab. Hanya menatap Biema tajam. "Apa yang perlu aku jelaskan? Apa yang kukatakan tadi sudah sangat jelas. Kita akan pindah ke apartemenku."

"Itu yang aku maksud. Kenapa kamu mendadak akan mengajak aku pindah? Kenapa kita keluar dari rumah ini? Kenapa? Kamu sedang melakukan kecurangan Biema. Kenapa aku tidak tahu?" cecar Paris.

"Kamu belum di beritahu?" Biema justru bertanya sambil menautkan kedua alisnya. Membentuk kerutan samar di dahinya.

Paris diam sejenak. Apa mungkin ada yang sudah memberitahunya, tapi dia tidak mendengarkan? Aku yakin bahwa tidak ada satupun orang di dalam rumah ini yang memberitahuku.

"Tidak. Tidak ada yang memberitahuku." Mendengar ini Biema menghela napas.

"Sejak awal kita akan di nikahkan, aku sudah bilang pada keluargamu bahwa aku akan mengajakmu tinggal di apartemenku setelah menikah. Keluargamu setuju. Jadi aku tidak merasa sedang berbuat curang padamu." Paris terdiam merasa kalah. "Sepertinya semua tahu. Bahkan kakakmu Arga. Apa hanya kamu sendiri yang belum tahu?"

Bibir Paris tidak menjawab. Saat ini jelas dirinya yang merasa bodoh. Perlahan tubuhnya mendekat ke ranjang dan duduk. Termenung memikirkan apa yang di katakan Biema barusan.

Pria ini melihat gadis di depannya dengan sedikit iba. Paris sangat terpukul. Biema ikut duduk di sofa.

"Kenapa kamu baru mengatakan padaku sekarang?" tanya Paris masih dengan kepala menunduk.

"Aku merasa apa yang aku katakan sebelumnya pasti di sampaikan padamu."

"Tidak mungkin bunda menyampaikan itu padaku. Karena beliau takut aku menolak pernikahan ini." Kepala Paris mendongak dan menatap Biema tajam. "Kamu tahu? Aku tidak pernah mau menerima menikah denganmu, Biema! Banyak hal yang tidak aku sukai dalam pernikahan ini. Termasuk dirimu!" tunjuk Paris marah.

Melihat kemarahan Paris, Biema tidak bereaksi banyak. Matanya memandang gadis itu lurus.

"Aku mau menerima pernikahan ini hanya karena tidak tega melihat bunda yang harus berjalan dengan kruk karena aku kabur di jodohkan denganmu. Hanya itu."

"Jadi pernikahan ini tidak murni?" tanya Biema. Sorot matanya bukan sedang berharap, tapi ada arti lain.

"Murni? Jangan membuatku tertawa." Paris tertawa mencemooh. "Aku yakin kamu juga tidak tulus dalam pernikahan ini. Ada sesuatu yang kamu sembunyikan dari orangtuamu. Kamu juga menikah denganku bukan karena cinta. Aku tahu itu." tuding Paris.

"Jadi ... kamu hanya terpaksa?" tanya Biema dalam hati.

Paris tersenyum mengejek dan melanjutkan kalimatnya. "Kamu juga bukan pria baik. Kamu menikahiku bukan karena ingin menikah. Kamu punya tujuan sendiri. Memuakkan." Biema mengangkat alisnya saat di caci oleh Paris. Namun dia tidak membantah. Toh, dirinya mengaku bahwa tidak melakukan pernikahan ini atas dasar cinta.

"Bukankah itu keberuntunganmu, Paris?"

"Perempuan mana yang merasa beruntung di nikahi pria bukan karena di cintai? Kamu sungguh memuakkan Biema."

"Terus saja memakiku, Paris. Aku bisa terima. Namun semua sudah di tetapkan. Kamu harus tinggal bersamaku. Karena tinggal jauh dari orangtua bisa membuat kita bebas."

"Bebas?" Paris mendengkus. "Kebebasan apa yang kamu tawarkan padaku? Menikah denganmu sudah merenggut semua kebebasanku! Paham?!" Paris mengatakan dengan marah. Lalu pergi dan menghempaskan pintu dengan keras.

HHh ... yah, aku tidak berharap banyak kamu bisa bertahan lama. Begitu juga aku.

Di bawah, Asha yang baru saja selesai mengantar Arga berangkat kerja terkejut. Dia yang berada tepat di depan tangga bawah, mendongak ke atas. Paris keluar dari kamarnya dengan wajah muram.

"Awawawa ..." Tangan Arash yang berada dalam gendongan Asha terangkat berulang kali. Seakan sedang menunjuk ke arah Paris yang mulai menuruni tangga.

"Aunty-mu sedang dalam suasana hati tidak baik," bisik Asha pada putranya. Sebenarnya Asha berniat naik ke lantai dua, tapi tidak jadi. Dia memilih lurus ke dapur.

"Kak!" panggil Paris yang melihat kakak iparnya melintas. Kaki Asha berhenti melangkah. Menoleh ke belakang dan menunggui adik iparnya mendekat.

"Ada apa?"

"Kakak mau kemana?"

"Ke taman belakang. Ngemong Arash." Arash terus saja meraih-raih udara. Mungkin ingin di ajak bercanda oleh Paris. Asha memberikan jarinya untuk di buat mainan oleh putranya.

"Aku ikut," ujar Paris.

"Boleh." Mereka berdua berjalan beriringan menuju ke taman belakang. Disana mereka bertemu Rike yang terlihat senang dengan kemunculan Asha, tapi karena ada nona Paris Rike hanya mengajak bayi kecil Arash sejenak lalu pergi.

Langkah kaki mereka menuju ke arah bangku di bawah pohon. Bangku nostalgia bagi Asha dan Arga dulu.

"Kak Asha tahu, soal Biema yang akan membawaku tinggal bersama dengannya di apartemen?" Paris memulai percakapan. Asha sudah tahu gadis ini akan membahas persoalan ini.

"Tahu. Bukannya tadi pagi, ada pembahasan soal itu?"

"Bukan. Sebelum aku menikah maksudku ..."

"Tidak. Aku baru dengar," bohong Asha. Dia sempat mendengar tapi tidak terlalu memperhatikan soal itu.

"Benarkah? Kak Arga lho tahu."

"Ya ... mungkin dia di kasih tahu Biema sendiri. Atau dari bunda." Paris menatap Asha lebih lama. Seperti tidak percaya.

"Namanya suami istri ya suatu saat akan tinggal bersama. Entah itu dengan orangtua atau tinggal sendiri." Asha langsung memberi penjelasan singkat.

"Iya itu suami istri normal. Sementara aku dan Biema ... bukan." Paris menggerutu dan menyandarkan punggungnya di badan bangku.

"Kenapa tidak normal? Jika kamu diam saja, semua mengira kalian itu pasangan normal." Paris mencibir. Asha tidak memberi nasehat banyak. Dia tidak pernah pada posisi di jodohkan. Jadi dirinya tidak paham situasi sekarang. Paling terasa adalah sikap membenci kepada pasangan karena kita tidak mencintai. Asha tahu Paris mengalami itu sekarang.

"Hari ini masih belum sekolah?" tanya Asha membahas hal lain.

"Belum. Besok aku mulai sekolah."

"Teman-temanmu tahu kalau kamu menikah hari ini?"

"Tentu saja tidak!" gerutu Paris. "Sepertinya aku di ijinkan dengan alasan lain." Asha mengangguk.

...----------------...

Paris membawa barang saat pindah ke apartemen Biema seadanya. Dia tidak mau terlihat sangat bergembira ataupun sedih. Dia ingin semuanya berjalan biasa. Dengan di antar keluarga, Paris akhirnya sampai di apartemen milik Biema.

"Biema jarang ke sini. Karena dia ingin tinggal di sini saat sudah beristri," ujar mama Biema menjelaskan. Nyonya Wardah mengangguk. "Karena sekarang dia sudah punya istri, makanya tempat ini mau di tempati," lanjut mama Biema.

Ketika dua keluarga sedang melakukan tur menyeluruh ke setiap ruangan, Paris hanya duduk di atas sofa sambil menyalakan tv. Dia enggan ikut. Hanya tv itu yang menyita perhatiannya. Setelah selesai melihat-lihat, mereka berpamitan pulang. Paris dan Biema mengantar hanya di depan pintu. Karena bunda tidak mau di antar.

"Baik-baik di sini ya, sayang ..." Bunda memeluk putrinya erat.

"Ya, bunda." Ada rasa sedih juga saat mendengar bunda berkata seperti ini. Rasanya seperti akan di tinggal jauh.

Terpopuler

Comments

Bebz Bee Queen

Bebz Bee Queen

tp disini Paris bnr" kasihan , yg sabar paris

2024-09-07

0

Ika Ratna🌼

Ika Ratna🌼

jangan galak2 paris... kasian suamimu

2022-10-22

0

Qiza Khumaeroh

Qiza Khumaeroh

yg sabar ya paris

2022-06-14

0

lihat semua
Episodes
1 Apartemen
2 Malaikat pelindung?
3 Bunda mulai lagi
4 Menemani Bunda
5 Sendirian
6 Debat
7 Paris ngambek
8 Kamu?!
9 Melarikan diri
10 Aku mau ... Menikah
11 Berbagi kamar tidur
12 Pindah rumah
13 Tidak setuju
14 Pergi ke mebel
15 Kini berbeda
16 Menghilang
17 Sarapan pagi
18 Terpaksa
19 Tamu untuk Biema
20 Masa kecil
21 Perkelahian
22 Paris dan Sandra
23 Kakak ipar
24 Perkataan adalah doa
25 Kekanak-kanakan
26 Buah tangan dari bunda
27 Mantan
28 Ponsel
29 Permintaan Biema
30 Menghilang
31 Status Paris
32 Saudara
33 Mencari Paris
34 Kamu marah?
35 Suasana hati Biema
36 Keluarga Mertua
37 Permintaan Bu de
38 Kita
39 Jika aku serius
40 Pembelaan Biema
41 Mela berkunjung
42 Kata kunci
43 Merasa tersisih
44 Suasana di ruang baca
45 Soal Paris
46 Warung tenda
47 Membuka mata
48 Aku butuh Paris
49 Pesan dari Paris
50 Tuduhan yang salah
51 Biema muncul
52 Ancaman
53 Berdamai
54 Film favorit
55 Paris sebenarnya
56 Awasi dia
57 Kemeja
58 Acara makan
59 Dia adalah ...
60 Biema tahu
61 Pengakuan
62 Populer
63 Gosip
64 Airmata Paris
65 Lunglai
66 Pulang ke rumah Bunda
67 Sebuah jawaban
68 Tekad Paris
69 Menunggu
70 Maju ke arahnya
71 Tidak terduga
72 Terungkap
73 Hati yang pasti
74 Biema frustasi
75 Masuklah
76 Dahaga-ku
77 Ngambek
78 Plester menyebalkan
79 Chat
80 Hotel
81 Musuh lama
82 Belajar
83 Masih belajar
84 Ujian
85 Serangan
86 Pesan mama
87 Buah stroberi
88 Pai buatan mama
89 Was-was
90 Bertemu lagi
91 D.O
92 Menyimpan cerita
93 Sakit
94 Bimbang
95 Usul Asha
96 Makan malam
97 Batal
98 Arga siap membantu
99 Hari tenang bagi Paris
100 Mengunjungi Paris
101 Menemani Paris
102 Sarapan
103 Tidak pasti
104 Cek data online
105 Pelukan
106 Ruang kepala sekolah
107 Ada yang datang
108 Kalah
109 Kehebohan tidak terduga
110 Pulang
111 Tiba di apartemen
112 Firasat bunda
113 Lapar
114 Makan
115 Sarapan bersama
116 Ayah bangun
117 Mempesona
118 Gawat
119 Ayah sakit
120 Tidak mengapa
121 Memori Asha dan Arga
122 Pria yang berdebar
123 Kalah
124 Seusai ingkar
125 Noda
126 Bosan
127 Dia datang
128 Bermesraan
129 Antara dua pria
130 Tawaran
131 Ingin pulang
132 Maaf ya ....
133 Gila
134 Jejak kemesraan
135 Terguncang
136 Lelah
137 Masih mengantuk
138 Mengancam
139 Satu figuran lagi
140 Rencana dia
141 Juna benar
142 Paris tahu
143 Percaya
144 Waktu itu
145 Di dalam mobil
146 Telepon Arga
147 Sekotak brownies
148 Pendamping untuk Paris
149 Panggilan
150 Bagi Paris dan Biema
151 Kita bertemu
152 Kopi pagi
153 Pesta
154 Kaca toilet
155 Area Parkir
156 Ini dia Sebenarnya
157 Telepon
158 Mendamba
159 Sakit
160 Nafsu makan
161 Bangun tidur
162 Aroma wangi
163 Kata Mama
164 Mencari apotek
165 Tujuan Paris
166 Tempat itu
167 Mereka berdua
168 Asha heran
169 Indikator
170 Masih sama
171 Semoga
172 Masalah ibu hamil
173 Biema cemas
174 Telepon Biema
175 Dia sedang hamil
176 Kelakuan Biema
177 Nasehat dokter Ciara
178 Tentang mereka
179 Berpeluh-peluh
180 Kabar untuk bunda
181 Selamat ya ...
182 Muram
183 Baby shop
184 Melindungi suami
185 Kekurangan istriku
186 Godaan Biema
187 Hari kelulusan
188 Akhirnya
189 Rencana Sandra
190 Melihat Sandra
191 Pantai
192 Itu aku dan Paris
193 Persiapan
194 Pulang
195 Bulan Juni
196 [ Extra part ] Erangan tengah malam
197 [ Extra part ] Sakit yang sama
198 [ Extra part ] Cerita si ibu hamil
199 [ Extra Part ] Ingin makan
200 [ Extra Part ] Biema tidak setuju
201 [ Extra Part ] Ide Paris
202 [ Extra Part ] Tidak bisa bertahan
203 [ Extra part ] Pose ajaib dengan pasangan
204 [ Extra part ] Terpesona
Episodes

Updated 204 Episodes

1
Apartemen
2
Malaikat pelindung?
3
Bunda mulai lagi
4
Menemani Bunda
5
Sendirian
6
Debat
7
Paris ngambek
8
Kamu?!
9
Melarikan diri
10
Aku mau ... Menikah
11
Berbagi kamar tidur
12
Pindah rumah
13
Tidak setuju
14
Pergi ke mebel
15
Kini berbeda
16
Menghilang
17
Sarapan pagi
18
Terpaksa
19
Tamu untuk Biema
20
Masa kecil
21
Perkelahian
22
Paris dan Sandra
23
Kakak ipar
24
Perkataan adalah doa
25
Kekanak-kanakan
26
Buah tangan dari bunda
27
Mantan
28
Ponsel
29
Permintaan Biema
30
Menghilang
31
Status Paris
32
Saudara
33
Mencari Paris
34
Kamu marah?
35
Suasana hati Biema
36
Keluarga Mertua
37
Permintaan Bu de
38
Kita
39
Jika aku serius
40
Pembelaan Biema
41
Mela berkunjung
42
Kata kunci
43
Merasa tersisih
44
Suasana di ruang baca
45
Soal Paris
46
Warung tenda
47
Membuka mata
48
Aku butuh Paris
49
Pesan dari Paris
50
Tuduhan yang salah
51
Biema muncul
52
Ancaman
53
Berdamai
54
Film favorit
55
Paris sebenarnya
56
Awasi dia
57
Kemeja
58
Acara makan
59
Dia adalah ...
60
Biema tahu
61
Pengakuan
62
Populer
63
Gosip
64
Airmata Paris
65
Lunglai
66
Pulang ke rumah Bunda
67
Sebuah jawaban
68
Tekad Paris
69
Menunggu
70
Maju ke arahnya
71
Tidak terduga
72
Terungkap
73
Hati yang pasti
74
Biema frustasi
75
Masuklah
76
Dahaga-ku
77
Ngambek
78
Plester menyebalkan
79
Chat
80
Hotel
81
Musuh lama
82
Belajar
83
Masih belajar
84
Ujian
85
Serangan
86
Pesan mama
87
Buah stroberi
88
Pai buatan mama
89
Was-was
90
Bertemu lagi
91
D.O
92
Menyimpan cerita
93
Sakit
94
Bimbang
95
Usul Asha
96
Makan malam
97
Batal
98
Arga siap membantu
99
Hari tenang bagi Paris
100
Mengunjungi Paris
101
Menemani Paris
102
Sarapan
103
Tidak pasti
104
Cek data online
105
Pelukan
106
Ruang kepala sekolah
107
Ada yang datang
108
Kalah
109
Kehebohan tidak terduga
110
Pulang
111
Tiba di apartemen
112
Firasat bunda
113
Lapar
114
Makan
115
Sarapan bersama
116
Ayah bangun
117
Mempesona
118
Gawat
119
Ayah sakit
120
Tidak mengapa
121
Memori Asha dan Arga
122
Pria yang berdebar
123
Kalah
124
Seusai ingkar
125
Noda
126
Bosan
127
Dia datang
128
Bermesraan
129
Antara dua pria
130
Tawaran
131
Ingin pulang
132
Maaf ya ....
133
Gila
134
Jejak kemesraan
135
Terguncang
136
Lelah
137
Masih mengantuk
138
Mengancam
139
Satu figuran lagi
140
Rencana dia
141
Juna benar
142
Paris tahu
143
Percaya
144
Waktu itu
145
Di dalam mobil
146
Telepon Arga
147
Sekotak brownies
148
Pendamping untuk Paris
149
Panggilan
150
Bagi Paris dan Biema
151
Kita bertemu
152
Kopi pagi
153
Pesta
154
Kaca toilet
155
Area Parkir
156
Ini dia Sebenarnya
157
Telepon
158
Mendamba
159
Sakit
160
Nafsu makan
161
Bangun tidur
162
Aroma wangi
163
Kata Mama
164
Mencari apotek
165
Tujuan Paris
166
Tempat itu
167
Mereka berdua
168
Asha heran
169
Indikator
170
Masih sama
171
Semoga
172
Masalah ibu hamil
173
Biema cemas
174
Telepon Biema
175
Dia sedang hamil
176
Kelakuan Biema
177
Nasehat dokter Ciara
178
Tentang mereka
179
Berpeluh-peluh
180
Kabar untuk bunda
181
Selamat ya ...
182
Muram
183
Baby shop
184
Melindungi suami
185
Kekurangan istriku
186
Godaan Biema
187
Hari kelulusan
188
Akhirnya
189
Rencana Sandra
190
Melihat Sandra
191
Pantai
192
Itu aku dan Paris
193
Persiapan
194
Pulang
195
Bulan Juni
196
[ Extra part ] Erangan tengah malam
197
[ Extra part ] Sakit yang sama
198
[ Extra part ] Cerita si ibu hamil
199
[ Extra Part ] Ingin makan
200
[ Extra Part ] Biema tidak setuju
201
[ Extra Part ] Ide Paris
202
[ Extra Part ] Tidak bisa bertahan
203
[ Extra part ] Pose ajaib dengan pasangan
204
[ Extra part ] Terpesona

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!