Malaikat pelindung?

Paris tengah di kerubuti anak cowok. Biema mengerutkan dahinya melihat itu. Karena cowok-cowok itu berpakaian dengan style punk jalanan yang biasa ditemukan di lampu merah. Cowok dengan atribut punk dan serba hitam.

Biema menipiskan bibir dan mendecak melihat gadis itu mengobrol dengan mereka.

Gadis itu punya teman dengan semua tipe rupanya. Bisa-bisanya Sandra berteman dengannya. Jelas saja waktu itu aku bisa menemukan dia di kelab malam.

Apa yang dilihat mata seseorang, kadang tidak sesuai dengan kenyataan. Paris memang sedang mengobrol dengan cowok-cowok dengan tindik di telinga dengan anting besar. Sebesar kancing jas kantoran. Namun gadis ini bukan sedang melakukan obrolan biasa.

"Apa?" tanya Paris saat dua cowok ini mendekatinya.

"Minta uang. Kamu pasti punya uang, kan?" kata seorang cowok dengan gigi tidak rata.

"Enggak punya. Aku enggak punya."

"Jangan bohong. Cepat berikan uangmu. Anak sekolah pasti di kasih uang saku sama orangtuanya, kan?" tanya cowok yang lain memaksa.

"Iya, tapi kali ini dompetku enggak ada. Jadi aku enggak punya uang sepeserpun." Paris merogoh saku di kemeja sekolahnya dan menunjukkan bahwa saku itu kosong.

"Pasti di dalam tasmu." tunjuk cowok itu sambil mencoba menarik tas punggung Paris.

"Ni orang di kasih tahu enggak percaya. Aku beneran enggak ada uang. Dompetku raib entah kemana." Paris menarik tas ranselnya dan membuka resleting. Mencoba menunjukkan bahwa memang dia tidak punya apa-apa.

Saat itu ponsel yang sengaja di sembunyikan di saku tas menyembul.

Gawat.

"Aku minta hape-mu." Mata cowok itu melihat ponsel di dalam tas Paris.

"Enggak ada," tolak Paris sambil menutup kembali resleting tasnya dengan cepat. Namun cowok itu dengan cepat pula menarik tasnya paksa. "Hei, lepaskan tasku," hardik Paris.

"Aku harus mengambil ponselmu." Cowok yang lain membantu merampas ponsel itu. Paris mendorong cowok itu.

"Jangan melawan ya. Kamu itu cuma cewek. Sendirian pula." Cowok itu berusaha kembali menarik tas Paris. Kejadian tarik menarik ini akhirnya membuat Paris harus memukul cowok itu hingga mundur.

"Hei, kamu cewek sialan!" maki cowok itu karena sakit di perutnya terkena pukulan Paris.

"Kamu sengaja mau bermain kasar, ya." Sebelum cowok tadi melakukan hal yang mengancamnya, Paris segera memukul cowok itu dengan tasnya.

Bruk!

"Aw!" Tas Paris tidak terlalu banyak isinya, tapi di pukul begitu saja jelas tetap membuat sakit.

"Cewek brengsek!" Cowok itu marah dan ___ Bruk! Sebelum berhasil melukai Paris, cowok itu terpental jatuh ke tanah. Kepala Paris menoleh ke arah berdirinya seorang pria berjas.

Siapa dia? Malaikat pelindungkah? Pangeran berkuda putihkah?

"Berhenti bertingkah menyebalkan. Aku akan memanggil polisi setelah menghajar kalian berdua," ujarnya membuat dua cowok tidak bersenjata itu pergi tanpa hasil apa-apa.

"Anda siapa?" tanya Paris karena merasa asing. Dia hanya bisa melihat punggung pria itu. Makanya dia belum bisa melihat raut wajahnya.

Berbaliklah ... Berbaliklah ... Aku ingin melihat rupa pangeran penyelamatku. Paris dengan gembira menunggu momen saat memandang seorang pria dengan aura menyilaukan.

"Memangnya rumah kamu dimana, hingga kesini?" tanya pria ini sambil memutar tubuhnya. Paris melotot.

Busyet!

"Kamu ..." Tunjuk Paris terkejut. Raut wajahnya jadi masam. Angan-angan melihat pangeran penyelamat gugurlah sudah. Dia bukan melihat pangeran yang sudah terbayang dalam benaknya.

"Iya. Aku. Aku pikir kamu tadi bilang kalau mau pulang, tapi ini apa?" Biema melihat kesekitar. Ini daerah yang agak jauh dari sekolah tadi. Paris menggaruk tengkuknya. Ya. Dia Biema. Kakak Sandra.

Sial.

"Jauhi keributan. Kenapa kamu suka sekali tempat berbahaya?" Biema mengatakannya seperti Paris ini tukang rusuh.

Siapa juga mau mendapat ketidakberuntungan bertemu preman-preman tadi? Aku itu sedang dalam musibah, tahu ... gerutu Paris dalam hati.

"Kamu masih canggung karena kejadian itu rupanya." Biema tersenyum mengejek saat tahu gadis ini gugup.

Sial. Dia ingat. Dia masih ingat!

"Tentu saja aku masih ingat. Bagaimana mungkin aku tidak ingat saat kamu berhasil membuat tanda lebam di pipiku." Komentar Biema mengejutkan Paris.

Hah? Dia mendengar suara hatiku? Ajaib. Apa mungkin aku tidak sedang berbicara dalam hati, ya ...

"Raut wajahmu mudah di tebak." Lagi-lagi dia tahu apa yang sedang di pikirkan Paris.

Upps ... Sepertinya aku ketahuan. Paris menunduk.

"Kamu pasti berpikir aku sudah tidak bisa ingat kejadian itu, bukan? Kamu berhutang maaf padaku."

Busyet. Apalagi itu?

"Memangnya minta maaf saat di kantor polisi itu tidak cukup?" tanya Paris setengah menggerutu. Mengkerucutkan bibirnya tidak setuju.

"Iya. Itu tidak cukup. Kamu setengah hati meminta maaf. Berbeda dengan perempuan yang aku pikir bodyguardmu waktu itu. Dia terlihat begitu sepenuh hati ketika meminta maaf padaku."

Yang di maksud itu pasti Asha. Karena memang waktu itu dia bersama kakak iparnya itu. Jelas saja waktu itu Asha yang masih sebagai seorang pelayan meminta maaf dengan sungguh-sungguh. Karena sebagai bawahan, dia sudah melakukan kesalahan yang fatal.

"Jadi kamu masih dendam padaku karena insiden itu?" tanya Paris terus terang. Kali ini dia memandang pria ini dengan tegas.

"Ya. Karena ulahmu itu, aku sempat jadi omongan orang sekantor. Lebam di wajahku mengusik mereka semua untuk membicarakanku." Biema juga terang-terangan mengatakan tidak suka dengan Paris karena insiden itu.

Dia memang seperti tidak akan melepaskanku karena hal itu ... geram Paris dalam hati.

"Aku sudah melakukannya. Aku sudah meminta maaf, jadi aku rasa aku tidak berhutang apa-apa lagi padamu. Meskipun itu menurutmu kurang menjiwai atau tidak ikhlas, tapi menurutku itu sudah usai. Persoalan kita waktu itu usai. Jadi, jika kamu tidak mau memaafkanku, itu bukan karena aku. Hatimu sendiri yang kurang lapang menerima permintaan maaf seseorang." Paris mulai berkata dengan gayanya yang serampangan.

"Kamu mengataiku berpikiran sempit?" tanya Biema mengerutkan keningnya. Paris melihat dengan terkejut.

"Tidak. Kenapa kamu mengartikan lain kalimatku, sih," gerutu Paris. Dia seperti jadi semakin terjebak dalam ras bersalah yang kembali muncul. "Aku bilang, kamu kurang menerima soal minta maafku. Bukan tentang hal lain." Wajah Paris juga ikut masam karena obrolan mereka seperti tidak sinkron.

"Sepertinya Sandra memang harus di jauhkan darimu. Gadis bermasalah dengan banyak orang. Termasuk aku dan cowok-cowok preman tadi."

"Hei, bukan aku yang bermasalah ... tapi mereka. Kamu tidak lihat mereka sedang mengancamku? Mereka itu preman yang suka malak orang, bung!" teriak Paris marah. Dia tidak setuju kalau dirinya di anggap gadis bermasalah.

"Kamu mulai berteriak padaku."

"Arrgggh! Kamu pria paling ribet yang aku temui. Aku tidak menyangka kamu adalah kakak sahabatku." Paris frustasi. "Lagipula tidak ada kerjaan banget kamu berusaha menolongku tadi. Aku bisa meringkus mereka tahu!" dengkus Paris kesal.

Kakinya melangkah pergi tanpa pamit ke Biema. Sebelum itu kakinya menendang kerikil di depan yang menghalangi jalannya dengan kesal.

Gadis yang berapi-api. Biema masih memandangi punggung Paris dari belakang.

Terpopuler

Comments

Ika Ratna🌼

Ika Ratna🌼

paris bar bar😄

2022-10-22

0

Riska Wulandari

Riska Wulandari

eh Biemaaaaaa,,Paris g harus minta maaf ke kamu..harusnya kamu itu yg bilang terimakasih ke Paris karena sudah menjaga Sandra saat d klub itu..Paris mengira kamu pria hidung belang yg mau bawa Sandra,,kalo Paris salah paham itu salahmu & Sandra yg dari awal g bilang status kalian..Sandra panggil kamu kakak setelah Paris terlanjur mukul muka kamu..🤣🤣🤣
ihh cemen cowok kok dendaman banget,,malu ya udah d tonjok cewek ingusan sampe lebam..🤣🤣🤣🤣🤣

2022-09-08

0

Mammy Dee

Mammy Dee

🤣🤣

2022-07-21

0

lihat semua
Episodes
1 Apartemen
2 Malaikat pelindung?
3 Bunda mulai lagi
4 Menemani Bunda
5 Sendirian
6 Debat
7 Paris ngambek
8 Kamu?!
9 Melarikan diri
10 Aku mau ... Menikah
11 Berbagi kamar tidur
12 Pindah rumah
13 Tidak setuju
14 Pergi ke mebel
15 Kini berbeda
16 Menghilang
17 Sarapan pagi
18 Terpaksa
19 Tamu untuk Biema
20 Masa kecil
21 Perkelahian
22 Paris dan Sandra
23 Kakak ipar
24 Perkataan adalah doa
25 Kekanak-kanakan
26 Buah tangan dari bunda
27 Mantan
28 Ponsel
29 Permintaan Biema
30 Menghilang
31 Status Paris
32 Saudara
33 Mencari Paris
34 Kamu marah?
35 Suasana hati Biema
36 Keluarga Mertua
37 Permintaan Bu de
38 Kita
39 Jika aku serius
40 Pembelaan Biema
41 Mela berkunjung
42 Kata kunci
43 Merasa tersisih
44 Suasana di ruang baca
45 Soal Paris
46 Warung tenda
47 Membuka mata
48 Aku butuh Paris
49 Pesan dari Paris
50 Tuduhan yang salah
51 Biema muncul
52 Ancaman
53 Berdamai
54 Film favorit
55 Paris sebenarnya
56 Awasi dia
57 Kemeja
58 Acara makan
59 Dia adalah ...
60 Biema tahu
61 Pengakuan
62 Populer
63 Gosip
64 Airmata Paris
65 Lunglai
66 Pulang ke rumah Bunda
67 Sebuah jawaban
68 Tekad Paris
69 Menunggu
70 Maju ke arahnya
71 Tidak terduga
72 Terungkap
73 Hati yang pasti
74 Biema frustasi
75 Masuklah
76 Dahaga-ku
77 Ngambek
78 Plester menyebalkan
79 Chat
80 Hotel
81 Musuh lama
82 Belajar
83 Masih belajar
84 Ujian
85 Serangan
86 Pesan mama
87 Buah stroberi
88 Pai buatan mama
89 Was-was
90 Bertemu lagi
91 D.O
92 Menyimpan cerita
93 Sakit
94 Bimbang
95 Usul Asha
96 Makan malam
97 Batal
98 Arga siap membantu
99 Hari tenang bagi Paris
100 Mengunjungi Paris
101 Menemani Paris
102 Sarapan
103 Tidak pasti
104 Cek data online
105 Pelukan
106 Ruang kepala sekolah
107 Ada yang datang
108 Kalah
109 Kehebohan tidak terduga
110 Pulang
111 Tiba di apartemen
112 Firasat bunda
113 Lapar
114 Makan
115 Sarapan bersama
116 Ayah bangun
117 Mempesona
118 Gawat
119 Ayah sakit
120 Tidak mengapa
121 Memori Asha dan Arga
122 Pria yang berdebar
123 Kalah
124 Seusai ingkar
125 Noda
126 Bosan
127 Dia datang
128 Bermesraan
129 Antara dua pria
130 Tawaran
131 Ingin pulang
132 Maaf ya ....
133 Gila
134 Jejak kemesraan
135 Terguncang
136 Lelah
137 Masih mengantuk
138 Mengancam
139 Satu figuran lagi
140 Rencana dia
141 Juna benar
142 Paris tahu
143 Percaya
144 Waktu itu
145 Di dalam mobil
146 Telepon Arga
147 Sekotak brownies
148 Pendamping untuk Paris
149 Panggilan
150 Bagi Paris dan Biema
151 Kita bertemu
152 Kopi pagi
153 Pesta
154 Kaca toilet
155 Area Parkir
156 Ini dia Sebenarnya
157 Telepon
158 Mendamba
159 Sakit
160 Nafsu makan
161 Bangun tidur
162 Aroma wangi
163 Kata Mama
164 Mencari apotek
165 Tujuan Paris
166 Tempat itu
167 Mereka berdua
168 Asha heran
169 Indikator
170 Masih sama
171 Semoga
172 Masalah ibu hamil
173 Biema cemas
174 Telepon Biema
175 Dia sedang hamil
176 Kelakuan Biema
177 Nasehat dokter Ciara
178 Tentang mereka
179 Berpeluh-peluh
180 Kabar untuk bunda
181 Selamat ya ...
182 Muram
183 Baby shop
184 Melindungi suami
185 Kekurangan istriku
186 Godaan Biema
187 Hari kelulusan
188 Akhirnya
189 Rencana Sandra
190 Melihat Sandra
191 Pantai
192 Itu aku dan Paris
193 Persiapan
194 Pulang
195 Bulan Juni
196 [ Extra part ] Erangan tengah malam
197 [ Extra part ] Sakit yang sama
198 [ Extra part ] Cerita si ibu hamil
199 [ Extra Part ] Ingin makan
200 [ Extra Part ] Biema tidak setuju
201 [ Extra Part ] Ide Paris
202 [ Extra Part ] Tidak bisa bertahan
203 [ Extra part ] Pose ajaib dengan pasangan
204 [ Extra part ] Terpesona
Episodes

Updated 204 Episodes

1
Apartemen
2
Malaikat pelindung?
3
Bunda mulai lagi
4
Menemani Bunda
5
Sendirian
6
Debat
7
Paris ngambek
8
Kamu?!
9
Melarikan diri
10
Aku mau ... Menikah
11
Berbagi kamar tidur
12
Pindah rumah
13
Tidak setuju
14
Pergi ke mebel
15
Kini berbeda
16
Menghilang
17
Sarapan pagi
18
Terpaksa
19
Tamu untuk Biema
20
Masa kecil
21
Perkelahian
22
Paris dan Sandra
23
Kakak ipar
24
Perkataan adalah doa
25
Kekanak-kanakan
26
Buah tangan dari bunda
27
Mantan
28
Ponsel
29
Permintaan Biema
30
Menghilang
31
Status Paris
32
Saudara
33
Mencari Paris
34
Kamu marah?
35
Suasana hati Biema
36
Keluarga Mertua
37
Permintaan Bu de
38
Kita
39
Jika aku serius
40
Pembelaan Biema
41
Mela berkunjung
42
Kata kunci
43
Merasa tersisih
44
Suasana di ruang baca
45
Soal Paris
46
Warung tenda
47
Membuka mata
48
Aku butuh Paris
49
Pesan dari Paris
50
Tuduhan yang salah
51
Biema muncul
52
Ancaman
53
Berdamai
54
Film favorit
55
Paris sebenarnya
56
Awasi dia
57
Kemeja
58
Acara makan
59
Dia adalah ...
60
Biema tahu
61
Pengakuan
62
Populer
63
Gosip
64
Airmata Paris
65
Lunglai
66
Pulang ke rumah Bunda
67
Sebuah jawaban
68
Tekad Paris
69
Menunggu
70
Maju ke arahnya
71
Tidak terduga
72
Terungkap
73
Hati yang pasti
74
Biema frustasi
75
Masuklah
76
Dahaga-ku
77
Ngambek
78
Plester menyebalkan
79
Chat
80
Hotel
81
Musuh lama
82
Belajar
83
Masih belajar
84
Ujian
85
Serangan
86
Pesan mama
87
Buah stroberi
88
Pai buatan mama
89
Was-was
90
Bertemu lagi
91
D.O
92
Menyimpan cerita
93
Sakit
94
Bimbang
95
Usul Asha
96
Makan malam
97
Batal
98
Arga siap membantu
99
Hari tenang bagi Paris
100
Mengunjungi Paris
101
Menemani Paris
102
Sarapan
103
Tidak pasti
104
Cek data online
105
Pelukan
106
Ruang kepala sekolah
107
Ada yang datang
108
Kalah
109
Kehebohan tidak terduga
110
Pulang
111
Tiba di apartemen
112
Firasat bunda
113
Lapar
114
Makan
115
Sarapan bersama
116
Ayah bangun
117
Mempesona
118
Gawat
119
Ayah sakit
120
Tidak mengapa
121
Memori Asha dan Arga
122
Pria yang berdebar
123
Kalah
124
Seusai ingkar
125
Noda
126
Bosan
127
Dia datang
128
Bermesraan
129
Antara dua pria
130
Tawaran
131
Ingin pulang
132
Maaf ya ....
133
Gila
134
Jejak kemesraan
135
Terguncang
136
Lelah
137
Masih mengantuk
138
Mengancam
139
Satu figuran lagi
140
Rencana dia
141
Juna benar
142
Paris tahu
143
Percaya
144
Waktu itu
145
Di dalam mobil
146
Telepon Arga
147
Sekotak brownies
148
Pendamping untuk Paris
149
Panggilan
150
Bagi Paris dan Biema
151
Kita bertemu
152
Kopi pagi
153
Pesta
154
Kaca toilet
155
Area Parkir
156
Ini dia Sebenarnya
157
Telepon
158
Mendamba
159
Sakit
160
Nafsu makan
161
Bangun tidur
162
Aroma wangi
163
Kata Mama
164
Mencari apotek
165
Tujuan Paris
166
Tempat itu
167
Mereka berdua
168
Asha heran
169
Indikator
170
Masih sama
171
Semoga
172
Masalah ibu hamil
173
Biema cemas
174
Telepon Biema
175
Dia sedang hamil
176
Kelakuan Biema
177
Nasehat dokter Ciara
178
Tentang mereka
179
Berpeluh-peluh
180
Kabar untuk bunda
181
Selamat ya ...
182
Muram
183
Baby shop
184
Melindungi suami
185
Kekurangan istriku
186
Godaan Biema
187
Hari kelulusan
188
Akhirnya
189
Rencana Sandra
190
Melihat Sandra
191
Pantai
192
Itu aku dan Paris
193
Persiapan
194
Pulang
195
Bulan Juni
196
[ Extra part ] Erangan tengah malam
197
[ Extra part ] Sakit yang sama
198
[ Extra part ] Cerita si ibu hamil
199
[ Extra Part ] Ingin makan
200
[ Extra Part ] Biema tidak setuju
201
[ Extra Part ] Ide Paris
202
[ Extra Part ] Tidak bisa bertahan
203
[ Extra part ] Pose ajaib dengan pasangan
204
[ Extra part ] Terpesona

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!