Menemani Bunda

Waktu yang di janjikan buat menemani bunda tiba. Paris merapikan rambutnya ala kadarnya. Pakaiannya juga sekenanya saja saat ambil dari lemari pakaian. Mematut diri di cermin dan yakin bahwa penampilannya sudah benar.

Kemudian gadis ini turun ke lantai satu untuk menemui bundanya. Namun sungguh di luar dugaan saat dia bertemu nyonya Wardah. Ekspresi bunda saat melihat putrinya yang seperti hanya akan berangkat ke tempat les, histeris.

"Pariiiissss!! Apa-apaan itu?!"

"Apanya, Bun?" tanya Paris bingung.

"Bajumu itu. Bajumu itu kenapa begini?" tunjuk bunda seraya mendekat ke arah Paris dengan mimik kacau.

"Kenapa dengan bajuku, Bun? Ini enggak ada yang salah. Enggak sobek ataupun kotor. Ini bersih habis di cuci Rike." Paris memperhatikan tubuhnya sendiri. Bingung dengan ke histerisan sang bunda saat melihat baju yang dia kenakan sekarang. Dia mencoba meneliti lagi dengan bajunya. "Baju ini benar enggak salah, kok." Paris yakin dengan penglihatannya.

"Baju itu enggak salah, tapi kamunya yang keliru." Bunda melebarkan mata gemas.

"Kenapa jadi aku yang keliru?" tanya Paris semakin bingung.

"Bunda bukan mengajakmu main di rumah tetangga sebelah. Bunda ini mengajakmu ke sebuah pertemuan para istri pengusaha."

"Memang salahnya dimana?" tanya Paris akhirnya paham.

"Ya salah dong, Paris. Kamu harus berpakaian bagus dan elegan. Masa Bunda mengajak putri satu-satunya dengan baju ala kadarnya begini...." Bunda menunjuk pakaian Paris dengan mimik merengut tidak setuju. Lalu menarik kemeja berwarna hijau army yang di kenakan putrinya.

"Yang penting kan pakai baju, Bun," kata Paris santai.

"Hush! Kamu ini...  Itu tempat berkumpulnya banyak orang penting. Bunda enggak mau kamu kelihatan biasa saja. Kamu harus istimewa. Kamu harus cantik."

"Aku sudah cantik dari sana-nya. Enggak perlu pakai baju mewah, aku sudah cantik kan ... Inner beauty itu yang perlu."

"Halahhh ... Sudah, jangan banyak alasan. Cepat cari baju yang bagus." Bunda mendorong tubuh putrinya agar kembali ke kamar.

"Apa sih Bunda. Enggak mau ... Capek kalau harus ganti baju lagi," rengek Paris.

"Harus! Harus ganti baju!" Bunda melotot sambil memaksa. Asha yang muncul sendirian dari kamarnya di lantai atas karena Arash sedang bersama ayah Arga di kamarnya heran.

"Ada apa, Bun?" tanya Asha ingin membantu. Melihat mertuanya sangat syok, dia jadi ikut prihatin.

"Bunda memaksa aku untuk ganti baju. Padahal kan akunya sudah pakai baju yang bener," sungut Paris sambil mengadu. Menunjukkan bajunya dengan raut wajah kesal.

"Bagaimana bisa baju itu benar. Kita ini mau ke sebuah pesta. Bukan main ke pasar atau mall, Paris." Nyonya Wardah tidak mau kalah mengeluarkan pendapatnya.

"Pesta? Pesta apa Bun?" tanya Asha yang sepertinya juga belum tahu.

"Pesta pertemuan sesama istri pengusaha." Nyony Wardah mengatakannya dengan kerjapan mata tidak biasa. Paris melihat interaksi keduanya yang tampak janggal.

"Masa, kak Asha yang jadi istri kak Arga enggak tahu? Kan ... kak Arga seorang pengusaha juga." Paris mulai menyimpulkan. Nyonya Wardah panik.

"Oww, pesta itu ... " Tiba-tiba Asha paham. "Ya, ya. Pesta itu." Asha tersenyum pada akhirnya. Lalu mengangguk. Nyonya Wardah juga menghela napas lega mendengar menantunya paham.

"Bukankah kalau sebuah pesta itu harus pakai baju yang bagus kan Asha?" tanya nyonya Wardah meminta dukungan.

"Benar. Itu benar." Paris memandang kakak iparnya dengan mata tajam menyelidik. Senyum perempuan itu terlihat aneh. Gelagatnya juga. Asha terlihat

"Kak Asha pasti bohong," tuding Paris langsung.

"Hei ... kenapa aku perlu berbohong. Tidak mungkin aku begitu. Apalagi di depan bunda dan kamu." Asha mengelak sambil memandang mertuanya takut-takut. Paris percaya. Karena kakak iparnya ini tentu sangat takut jika harus membohongi bundanya. Nyonya Wardah juga sempat kelimpungan mendengar putrinya bersikap waspada.

"Iya. Kamu tidak boleh bilang begitu. Asha itu menantu bunda yang baik." Beliau langsung membantu memulihkan nama baik menantunya. "Ayo cepetan. Nanti bunda terlambat."

Ayah muncul sudah berpakaian rapi.

"Sama ayah juga?" tanya Paris heran.

"Pastinya. Kan di sana banyak kolega-kolega ayah. Kamu pikir bunda bohong ...," sahut bunda. Ayah yang baru saja muncul, heran dengan perempuan-perempuan yang sedang membicarakannya.

"Kolega ayah?" Beliau tampak mengerutkan dahinya yang memang sudah ada keriput semakin keriput.

"Iyaaa ... Ayah sebentar lagi bertemu dengan kolega ayah, bukan?" tanya bunda dengan mimik mencoba memaksa suaminya mengerti dan paham akan situasi.

"Memang benar," jawab ayah yakin.

"Tuh, kaaannn ..." Nyonya Wardah senang. "Ayo, cepat! Asha, bantuin Paris ganti baju ya ... Dia lambat sekali." Asha mengangguk menerima 'sodoran' tubuh Paris yang masih di dorong oleh beliau. Muka gadis ini masih cemberut mendengar perintah bundanya.

"Bunda itu apaan, sih. Heboh banget nyuruh-nyuruh begitu," omel Paris yang akhirnya kembali ke kamarnya buat ganti baju.

Asha yang berada di sampingnya tersenyum. "Namanya juga mau ke pesta. Orangtua mana mau melihat anaknya jelek saat bertemu koleganya." Asha memberi pengertian.

"Memangnya aku jelek?" Paris menjauhkan wajahnya dari Asha dan menatap kakak iparnya. Serius. Langkahnya berhenti untuk mendengarkan pendapat kakak iparnya.

"Kalau kamu hanya berpakaian seperti ini untuk ke pesta, iya. Kamu jelek." Asha sengaja mengatakan itu.

"Huh," dengkus Paris. Lalu kembali mengajak kakinya melangkah menuju kamar tidur.

"Ganti baju saja masih berdebat sama bunda. Ayo aku bantu memilih. Meskipun sepertinya kamu lebih jago memilih sendiri gaun untuk di pakai malam ini." Asha menemani adik iparnya ke kamar buat ganti baju.

Sesungguhnya Asha tidak paham mereka mau kemana. Pertemuan istri para pengusaha? Itu baru di dengarnya barusan. Sementara Arga sendiri tidak pernah membahas soal ini. Kemungkinan ada acara lain yang membuat mertuanya harus membuat alasan itu.

Paris bersama kedua orangtuanya datang ke sebuah hotel bintang lima. Rupanya acara di adakan di sebuah resto yang berada di dalam hotel bagus ini. Namun ... ternyata tidak ada acara yang di maksud nyonya Wardah tadi.

Wajah Paris terpinga-pinga dengan keadaan restoran yang tampak ramai tapi tidak bisa di sebut sebagai sebuah pesta.

"Sebenarnya pesta itu belum di mulai atau sudah usai, sih?" tanya Paris dengan berbisik pada bundanya. "Kenapa suasananya enggak seperti sebuah pesta?" Paris merasakan hal yang janggal.

"Pestanya belum mulai, mungkin sebentar lagi," ujar bunda.

"Benarkah?" tanya Paris tidak percaya.

"Benar." Beliau menjawab dengan yakin. "Sekarang kamu sangat cantik. Bunda suka." Bibir beliau tersenyum melihat putrinya berdandan. Mendengar pujian dari bunda, Paris tidak terlalu terpukau. Dia merasa pujian itu biasa saja.

Malam ini Paris mengenakan gaun malam model terusan dengan panjang di bawah lutut berwarna putih. Sangat sederhana. Sedikit berkesan berbeda pada Paris yang biasanya hanya memakai celana denim atau kain katun dan kaos.

Tangan bunda menyentuh rambut panjang Paris yang di biarkan terurai. Menurut pandangan Asha sebagai pengarah busana tadi, gadis ini lebih baik membiarkan rambutnya saja. Paris yang sudah sebal, pasrah saja.

Kali ini Asha sudah bisa menyapukan blush on tipis-tipis pada pipi adik iparnya. Dia yang seringkali di ajak dalam pertemuan oleh Arga, terpaksa belajar memakai make up dasar sendiri. Arga juga tidak pernah memaksa Asha harus ke salon untuk berdandan. Dia tahu istrinya tidak suka dandanan yang terlalu 'berat'. Arga lebih suka Asha tampil dengan sedikit make-up yang menurut Arga membuat istrinya sudah tampak manis.

"Putri kita ini cantik kan ayah?" tanya bunda ingin menambah suara akan pendapatnya.

"Tentu saja. Tentu saja putri ayah itu cantik," jawab Hendarto. Namun Paris juga tidak terlalu merespon pujian orangtuanya. Kadangkala orangtua berbohong jika sudah membahas anak-anaknya. Mereka menganggap putra putri mereka adalah nomor satu.

"Ayo, pasang wajah manis. Jangan cemberut seperti itu," ujar Bunda lagi-lagi mengkoreksi sikap putrinya. Ayah Hendarto hanya melirik dan tidak banyak ikut bicara lagi.

Setelah Paris berulangkali bertanya soal pesta yang di maksud, datanglah sebuah keluarga. Tuan Hendarto dan nyonya Wardah berdiri menyambut mereka.

Terpopuler

Comments

Mbah Edhok

Mbah Edhok

ini namanya Paris ini ditlikung ...

2023-11-25

0

Ika Ratna🌼

Ika Ratna🌼

visualnya kak... please!!

2022-10-22

0

Riska Wulandari

Riska Wulandari

Paris d jebak ini keknya..🤣

2022-09-08

0

lihat semua
Episodes
1 Apartemen
2 Malaikat pelindung?
3 Bunda mulai lagi
4 Menemani Bunda
5 Sendirian
6 Debat
7 Paris ngambek
8 Kamu?!
9 Melarikan diri
10 Aku mau ... Menikah
11 Berbagi kamar tidur
12 Pindah rumah
13 Tidak setuju
14 Pergi ke mebel
15 Kini berbeda
16 Menghilang
17 Sarapan pagi
18 Terpaksa
19 Tamu untuk Biema
20 Masa kecil
21 Perkelahian
22 Paris dan Sandra
23 Kakak ipar
24 Perkataan adalah doa
25 Kekanak-kanakan
26 Buah tangan dari bunda
27 Mantan
28 Ponsel
29 Permintaan Biema
30 Menghilang
31 Status Paris
32 Saudara
33 Mencari Paris
34 Kamu marah?
35 Suasana hati Biema
36 Keluarga Mertua
37 Permintaan Bu de
38 Kita
39 Jika aku serius
40 Pembelaan Biema
41 Mela berkunjung
42 Kata kunci
43 Merasa tersisih
44 Suasana di ruang baca
45 Soal Paris
46 Warung tenda
47 Membuka mata
48 Aku butuh Paris
49 Pesan dari Paris
50 Tuduhan yang salah
51 Biema muncul
52 Ancaman
53 Berdamai
54 Film favorit
55 Paris sebenarnya
56 Awasi dia
57 Kemeja
58 Acara makan
59 Dia adalah ...
60 Biema tahu
61 Pengakuan
62 Populer
63 Gosip
64 Airmata Paris
65 Lunglai
66 Pulang ke rumah Bunda
67 Sebuah jawaban
68 Tekad Paris
69 Menunggu
70 Maju ke arahnya
71 Tidak terduga
72 Terungkap
73 Hati yang pasti
74 Biema frustasi
75 Masuklah
76 Dahaga-ku
77 Ngambek
78 Plester menyebalkan
79 Chat
80 Hotel
81 Musuh lama
82 Belajar
83 Masih belajar
84 Ujian
85 Serangan
86 Pesan mama
87 Buah stroberi
88 Pai buatan mama
89 Was-was
90 Bertemu lagi
91 D.O
92 Menyimpan cerita
93 Sakit
94 Bimbang
95 Usul Asha
96 Makan malam
97 Batal
98 Arga siap membantu
99 Hari tenang bagi Paris
100 Mengunjungi Paris
101 Menemani Paris
102 Sarapan
103 Tidak pasti
104 Cek data online
105 Pelukan
106 Ruang kepala sekolah
107 Ada yang datang
108 Kalah
109 Kehebohan tidak terduga
110 Pulang
111 Tiba di apartemen
112 Firasat bunda
113 Lapar
114 Makan
115 Sarapan bersama
116 Ayah bangun
117 Mempesona
118 Gawat
119 Ayah sakit
120 Tidak mengapa
121 Memori Asha dan Arga
122 Pria yang berdebar
123 Kalah
124 Seusai ingkar
125 Noda
126 Bosan
127 Dia datang
128 Bermesraan
129 Antara dua pria
130 Tawaran
131 Ingin pulang
132 Maaf ya ....
133 Gila
134 Jejak kemesraan
135 Terguncang
136 Lelah
137 Masih mengantuk
138 Mengancam
139 Satu figuran lagi
140 Rencana dia
141 Juna benar
142 Paris tahu
143 Percaya
144 Waktu itu
145 Di dalam mobil
146 Telepon Arga
147 Sekotak brownies
148 Pendamping untuk Paris
149 Panggilan
150 Bagi Paris dan Biema
151 Kita bertemu
152 Kopi pagi
153 Pesta
154 Kaca toilet
155 Area Parkir
156 Ini dia Sebenarnya
157 Telepon
158 Mendamba
159 Sakit
160 Nafsu makan
161 Bangun tidur
162 Aroma wangi
163 Kata Mama
164 Mencari apotek
165 Tujuan Paris
166 Tempat itu
167 Mereka berdua
168 Asha heran
169 Indikator
170 Masih sama
171 Semoga
172 Masalah ibu hamil
173 Biema cemas
174 Telepon Biema
175 Dia sedang hamil
176 Kelakuan Biema
177 Nasehat dokter Ciara
178 Tentang mereka
179 Berpeluh-peluh
180 Kabar untuk bunda
181 Selamat ya ...
182 Muram
183 Baby shop
184 Melindungi suami
185 Kekurangan istriku
186 Godaan Biema
187 Hari kelulusan
188 Akhirnya
189 Rencana Sandra
190 Melihat Sandra
191 Pantai
192 Itu aku dan Paris
193 Persiapan
194 Pulang
195 Bulan Juni
196 [ Extra part ] Erangan tengah malam
197 [ Extra part ] Sakit yang sama
198 [ Extra part ] Cerita si ibu hamil
199 [ Extra Part ] Ingin makan
200 [ Extra Part ] Biema tidak setuju
201 [ Extra Part ] Ide Paris
202 [ Extra Part ] Tidak bisa bertahan
203 [ Extra part ] Pose ajaib dengan pasangan
204 [ Extra part ] Terpesona
Episodes

Updated 204 Episodes

1
Apartemen
2
Malaikat pelindung?
3
Bunda mulai lagi
4
Menemani Bunda
5
Sendirian
6
Debat
7
Paris ngambek
8
Kamu?!
9
Melarikan diri
10
Aku mau ... Menikah
11
Berbagi kamar tidur
12
Pindah rumah
13
Tidak setuju
14
Pergi ke mebel
15
Kini berbeda
16
Menghilang
17
Sarapan pagi
18
Terpaksa
19
Tamu untuk Biema
20
Masa kecil
21
Perkelahian
22
Paris dan Sandra
23
Kakak ipar
24
Perkataan adalah doa
25
Kekanak-kanakan
26
Buah tangan dari bunda
27
Mantan
28
Ponsel
29
Permintaan Biema
30
Menghilang
31
Status Paris
32
Saudara
33
Mencari Paris
34
Kamu marah?
35
Suasana hati Biema
36
Keluarga Mertua
37
Permintaan Bu de
38
Kita
39
Jika aku serius
40
Pembelaan Biema
41
Mela berkunjung
42
Kata kunci
43
Merasa tersisih
44
Suasana di ruang baca
45
Soal Paris
46
Warung tenda
47
Membuka mata
48
Aku butuh Paris
49
Pesan dari Paris
50
Tuduhan yang salah
51
Biema muncul
52
Ancaman
53
Berdamai
54
Film favorit
55
Paris sebenarnya
56
Awasi dia
57
Kemeja
58
Acara makan
59
Dia adalah ...
60
Biema tahu
61
Pengakuan
62
Populer
63
Gosip
64
Airmata Paris
65
Lunglai
66
Pulang ke rumah Bunda
67
Sebuah jawaban
68
Tekad Paris
69
Menunggu
70
Maju ke arahnya
71
Tidak terduga
72
Terungkap
73
Hati yang pasti
74
Biema frustasi
75
Masuklah
76
Dahaga-ku
77
Ngambek
78
Plester menyebalkan
79
Chat
80
Hotel
81
Musuh lama
82
Belajar
83
Masih belajar
84
Ujian
85
Serangan
86
Pesan mama
87
Buah stroberi
88
Pai buatan mama
89
Was-was
90
Bertemu lagi
91
D.O
92
Menyimpan cerita
93
Sakit
94
Bimbang
95
Usul Asha
96
Makan malam
97
Batal
98
Arga siap membantu
99
Hari tenang bagi Paris
100
Mengunjungi Paris
101
Menemani Paris
102
Sarapan
103
Tidak pasti
104
Cek data online
105
Pelukan
106
Ruang kepala sekolah
107
Ada yang datang
108
Kalah
109
Kehebohan tidak terduga
110
Pulang
111
Tiba di apartemen
112
Firasat bunda
113
Lapar
114
Makan
115
Sarapan bersama
116
Ayah bangun
117
Mempesona
118
Gawat
119
Ayah sakit
120
Tidak mengapa
121
Memori Asha dan Arga
122
Pria yang berdebar
123
Kalah
124
Seusai ingkar
125
Noda
126
Bosan
127
Dia datang
128
Bermesraan
129
Antara dua pria
130
Tawaran
131
Ingin pulang
132
Maaf ya ....
133
Gila
134
Jejak kemesraan
135
Terguncang
136
Lelah
137
Masih mengantuk
138
Mengancam
139
Satu figuran lagi
140
Rencana dia
141
Juna benar
142
Paris tahu
143
Percaya
144
Waktu itu
145
Di dalam mobil
146
Telepon Arga
147
Sekotak brownies
148
Pendamping untuk Paris
149
Panggilan
150
Bagi Paris dan Biema
151
Kita bertemu
152
Kopi pagi
153
Pesta
154
Kaca toilet
155
Area Parkir
156
Ini dia Sebenarnya
157
Telepon
158
Mendamba
159
Sakit
160
Nafsu makan
161
Bangun tidur
162
Aroma wangi
163
Kata Mama
164
Mencari apotek
165
Tujuan Paris
166
Tempat itu
167
Mereka berdua
168
Asha heran
169
Indikator
170
Masih sama
171
Semoga
172
Masalah ibu hamil
173
Biema cemas
174
Telepon Biema
175
Dia sedang hamil
176
Kelakuan Biema
177
Nasehat dokter Ciara
178
Tentang mereka
179
Berpeluh-peluh
180
Kabar untuk bunda
181
Selamat ya ...
182
Muram
183
Baby shop
184
Melindungi suami
185
Kekurangan istriku
186
Godaan Biema
187
Hari kelulusan
188
Akhirnya
189
Rencana Sandra
190
Melihat Sandra
191
Pantai
192
Itu aku dan Paris
193
Persiapan
194
Pulang
195
Bulan Juni
196
[ Extra part ] Erangan tengah malam
197
[ Extra part ] Sakit yang sama
198
[ Extra part ] Cerita si ibu hamil
199
[ Extra Part ] Ingin makan
200
[ Extra Part ] Biema tidak setuju
201
[ Extra Part ] Ide Paris
202
[ Extra Part ] Tidak bisa bertahan
203
[ Extra part ] Pose ajaib dengan pasangan
204
[ Extra part ] Terpesona

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!