Pendamping Untuk Paris
Tit! Suara pintu terdengar di buka seseorang dari luar. Seorang gadis muncul dengan mimik muka masam. Seorang pria yang sejak tadi ada di depan tv, menoleh.
"Akhirnya kamu muncul juga setelah beberapa jam menghilang," ujarnya. Bukan dengan nada marah dan tinggi, tapi dengan nada tegas tanpa perlu menaikkan intonasi bicara. Mata Paris menyoroti pria ini tajam. Dia tidak berkomentar apapun soal kalimatnya. Ya. Dia Biema.
Paris masih memakai seragam sekolah lengkap. Sepatu dan tas ranselnya masih tetap bertengger pada tubuhnya. Dia belum mengganti seragam itu dengan baju santai.
Mungkin karena ingin terburu-buru masuk ke dalam kamar, sepatu itu semakin sulit di lepas. Paris menggerutu, memaki sepatunya. Atau juga sedang memaki dirinya yang terjebak di depan pintu dengan mata pria yang ada di depan sana masih melihatnya.
Setelah bersusah payah melepasnya, dia meletakkan sepatu itu di dalam laci sepatu. Kemudian dia melenggang dengan santai dan angkuh melewati Biema yang masih melihatnya.
"Kenapa tiba-tiba kabur?" tanya Biema sebelum gadis itu berhasil membuka pintu kamarnya. Kali ini tubuh pria ini berdiri. Paris berhenti membuka pintu. Tangannya masih memegang handle pintu. Setelah menghela napas, Paris memutar tubuhnya untuk berhadapan dengan pria itu.
"Aku tidak menghilang ataupun kabur. Aku sedang pulang ke rumahku sendiri," jawab Paris tidak suka di tuduh menghilang. Setelah membiarkan pertanyaan itu mengambang beberapa menit, Paris menjawab dengan asal. Nadanya ketus dan tidak bersahabat.
"Bukankah kita sepakat bahwa kita akan tinggal disini?"
"Tidak. Bukan kita sepakat. Ini semua kamu yang merencanakan, bukan aku. Kamu merencanakannya dengan memikat hati bundaku yang gampang di perdaya." Mendengar jawaban Paris, Biema diam. "Lagipula sejak awal aku tidak berniat mengikuti rencana konyol ini."
"Meskipun kamu menyangkal, kamu tetap tidak bisa mengubahnya. Kita harus tetap berada disini. Di apartemenku ini." Biema akhirnya menunjukkan dominannya.
"Itu pemaksaan," desis Paris geram.
"Semua ini sudah terjadi. Jadi silahkan berdiskusi dengan hatimu untuk menerima apa yang sudah di putuskan." Biema berkata dengan tegas. Lalu pria itu kembali ke sofa tv.
"Keputusan bisa di ubah jika kamu mau melakukannya. Ubahlah keputusan ini Biema," kata Paris sedikit memohon. Biema melihat gadis berseragam di belakangnya agak lama.
"Tidak. Aku tidak mau melakukannya. Semua keputusan ini sudah di buat sejak awal." Biema memutar tubuhnya melihat ke arah tv. Dia tidak lagi menghadap Paris dan memunggunginya.
"Kamu sungguh tidak masuk akal!" desis Paris kesal, geram dan marah. Brak! Lalu masuk ke dalam kamar dengan menutup pintu keras. Bagaimanapun Paris tidak mau disini. Bagaimanapun Paris menentang keputusan ini. Makanya dia sering kabur dari apartemen ini dan uring-uringan tidak ada ujungnya.
"Bisa tidak, menutup pintu dengan cara biasa?!" tegur Biema dengan teriakan. Karena gadis itu sudah berada di dalam kamar.
"Tidak bisa! Jadi usahakan dirimu terbiasa dengan styleku yang seperti ini!" sahut Paris menjawab pertanyaan Biema pada akhirnya.
Biema melihat tv dengan tidak lagi bisa fokus pada apa yang sejak tadi di tontonnya. Helaan napas mulai terdengar dari bibirnya.
Di dalam kamar, Paris melemparkan tas ransel seenak jidatnya. Lalu membanting tubuhnya di atas ranjang dengan kesal.
"Dia memang mengesalkan. Dia memang menyebalkan," gerutu Paris sambil membuat gerakan tidak beraturan di atas ranjang. Hingga membuat kusut dan berantakan sprei yang sudah tertata rapi menyelimuti kasur berbahan spon dengan kualitas tinggi.
Bahkan seragam sekolahnya pun menjadi kusut seperti kain lap. Tubuhnya bangkit dan duduk dengan kaki menggantung di pinggir ranjang.
"Bagaimana bisa dia mengiyakan rencana bunda. Bukannya menentang dan menolak semuanya, dia justru setuju dan bersikap seperti semuanya bakal terjadi meskipun dia tidak melakukan apa-apa. Ini semua sungguh mustahil." Paris menggerak-gerakkan kakinya kesal. Tangannya juga ikut meremas-remas kain sprei hingga alas kasur itu tertarik-tarik tidak karuan.
"Apa dia tidak punya kegiatan lain selain mengangguku? Arrgghh!!" Paris membanting tubuhnya lagi di atas ranjang. Berguling-guling kesal karena keputusan bundanya.
Bagaimana bisa dia yang masih muda, masih berumur belasan tahun sudah menyandang predikat sebagai seorang istri?
Tak terasa airmatanya jatuh. Paris menangis lagi. Sudah berkali-kali dia marah dan mengajukan keberatan atas keputusan bunda menikahkannya dengan pria ini. Namun bunda tetap pada pendiriannya, yaitu dia harus menikah dengan Biema.
Tangannya mengusap kasar airmata itu. Menangis juga percuma. Tidak ada yang menggubrisnya. Bahkan pria yang di nikahkan dengannya juga tidak melakukan hal apa-apa untuk membatalkan pernikahan. Dia bersedia menjadikan dirinya sebagai istri meskipun tidak begitu paham dengan sifat masing-masing.
...Flashback...
.......
.......
.......
Paris duduk di bangku kelas dengan santai sambil main game di bangkunya. Sementara Sandra masih memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. Jam pelajaran usai beberapa menit yang lalu.
"Pulang bentar lagi ke daerah kampus yok," ajak Paris.
"Boleh. Aku akan kasih tahu sopirku untuk enggak jemput."
"Jangan, pakai sopir kamu aja. Angga aku suruh pulang."
"Boleh." Setelah selesai merapikan buku di atas meja, Paris berdiri. Di ikuti oleh Sandra, mereka keluar dari kelas untuk pulang. Sesampainya di depan gerbang, Sandra melambai pada mobil milik keluarganya.
"Eh, kenapa bukan sopir rumah?" Sandra terheran-heran.
"Kenapa?" tanya Paris yang melihat Sandra bingung.
"Itu, kayaknya bukan sopir rumah deh."
"Siapa?" tanya Paris. Belum sempat di jawab Sandra, mobil sudah mendekat. Pria di balik kemudi melongok keluar sambil memanggil Sandra.
"Dra! Ayo pulang!" ajak pria yang tak lain adalah Biema. Kakak Sandra.
Busyet.
"Emm__ " Sandra tidak langsung menjawab. Bola matanya melirik ke arah Paris. Sementara Paris garuk-garuk tengkuknya sambil lihat ke arah lain. "Kemana bang Adi, kak?" tanya Sandra.
"Di rumah. Lagi di suruh bantuin mama yang ada acara. Ayo cepat pulang."
"Tapi aku lagi ada acara, kak."
"Mama repot, kamu coba bantuin. Jangan main terus."
"Em__" Sandra melirik Paris lagi. "Paris ... gimana nih?" tanya Sandra tidak enak sama temannya.
"Ya, pulang sana. Kan di suruh pulang. Sana ...," ujar Paris sambil menggerakkan tangannya mengusir Sandra.
"Ikut saja. Nanti akan aku antar kamu pulang," ujar Biema menawarkan.
"Tidak terima kasih. Saya di jemput kok," tolak Paris sambil mengangguk sopan. Sandra melebarkan mata sejenak melihat tingkah Paris. Tidak biasanya dia begitu sopan. Mungkin Paris masih canggung soal di kelab malam itu.
"Memangnya kamu di jemput beneran?" tanya Sandra sambil berbisik.
"Oh, ternyata aku di jemput kok. Hehehe ..." Paris memamerkan deretan giginya. "Cepatlah, kamu pulaaanggg ... " Setengah mengusir, Paris menyuruh Sandra cepat angkat kaki dari sini. Dia tidak ingin melihat kakak Sandra lama-lama.
"Tapi kamu ..." Sandra masih ragu.
"Tenang saja. Aku juga sebentar lagi pulang. Lain kali saja kita keluar. Sana cepaaaat...." Paris setengah mendorong tubuh Sandra untuk segera masuk ke dalam mobil.
Dengan berat hati Sandra masuk ke dalam mobil meninggalkan Paris di dekat gerbang sekolah.
"Semoga selamat sampai tujuan ..." Paris melambaikan tangan saat mobil melaju pergi meninggalkannya.
Hhh ... Untung kakak Sandra segera pergi. Sangat tidak nyaman melihatnya terus saja memindaiku. Oke, sekarang menelepon Angga buat jemput.
"Itu cewek yang waktu itu kan? Putri pemilik Mall?" tanya Biema di dalam mobil.
"Iya. Kakak masih ingat?" tanya Sandra sambil terus melihat ponsel.
"Bagaimana bisa, aku tidak ingat. Dia kan yang buat geger di malam itu. Hingga aku harus menghadiri rapat esoknya dengan pipi lebam karena dia." Biema mengatakannya dengan geram. (Bab 42 Pelayanku, Asha)
Tangan Sandra berhenti menekan ponsel. Dia terdiam. Dia tidak bisa meneruskan percakapan menakutkan ini. Berbahaya. Sangat berbahaya karena bisa-bisa kakaknya marah lagi karena dia berteman dengan Paris.
Mobil sampai di rumah Sandra dengan cepat. Mama menyambut putrinya dengan senyum dan todongan meminta bantuan. Biema harus kembali ke kantor.
Saat melewati sebuah jalan, dia melihat seseorang yang tidak asing. Saat melewati jalan itu, Biema menoleh dan mendapatkan sosok yang sesuai dengan dugaannya.
Bukankah itu teman Sandra. Gadis itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
Taengo
kan feeling aku juga ama Bima
.
2024-10-14
0
Taengo
aku kira bakalan ama lei 🥲🥲🥲
2024-10-13
0
Qaisaa Nazarudin
Apa saat ini mereka blom nikah ya??
2024-04-02
0