Sebelum memberikan pembelaan, wanita itu lebih dulu menarik nafas dalam. Menghadapi David dengan cara kasar dan meluapkan emosi hanya akan menghabiskan tenaga sia - sia. Dia tau betul seperti apa sifat David.
"Perjanjian yang aku tanda tangani hanya untuk menyerahkan tanggung jawab anakku sepenuhnya padamu, bukan untuk melarangku menemui Ciara." Tegasnya dengan mata yang berkaca - kaca. Dadanya terasa sesak, hatinya bahkan sudah tercabik - cabik sejak 3 tahun yang lalu. David membawa anak yang baru saja dia lahirkan. Itu adalah kali pertama dan terakhir dia melihat wajah cantik putrinya yang sangat mirip dengan David.
Hingga detik ini David tidak pernah mengijinkannya untuk sekedar melihat wajah cantik putrinya yang kini sudah berusia 3 tahun.
Lagi - lagi David tersenyum sinis menatap wanita yang dulu menjual keperawanannya padanya dengan harga yang tak seberapa bagi David.
Hanya dengan mengeluarkan uang sebesar 800 juta, David bisa seharian penuh meniduri wanita yang saat ini tengah duduk di hadapannya.
Sayangnya dari hubungan terlarang itu tumbuh benih David di rahim wanita itu.
"Berhenti menyebut Ciara sebagai anakmu.! Dia anakku.! Kamu tidak punya hak apapun atasnya, Arabella.!" Geram David tegas.
Dia begitu membenci wanita yang sudah mengandung dan melahirkan anaknya. Baginya Arabella adalah wanita murahan karena menjual tubuhnya. Dan wanita seperti itu tidak masuk dalam daftar kriteria David sebagai calon istri ataupun calon ibu untuk anaknya.
Itu sebabnya David tidak pernah menganggap keberadaan Ara. Dia selalu menyebut bahwa ibu Ciara sudah meninggal.
"Kamu harus ingat David.! Aku yang sudah mengandung dan melahirkan ciara. Darahku mengalir di tubuhnya."
"Hubungan anak dan orang tua tidak bisa diputuskan dengan apapun, apalagi hanya dengan selembar kertas yang suatu saat bisa hancur.!"
Meski Ara sangat takut dan gemetar berhadapan dengan David, namun wanita itu berusaha sekuat mungkin agar tidak terlihat lemah di depan David.
"Berhenti bicara omong kosong.! Kamu sendiri yang sudah memberikan Ciara padaku.!" Ketus David sinis.
Ara menghela nafas berat. Jika saja nyawa orang tuanya tidak menjadi taruhan, mungkin Ara tidak akan pernah memberikan Ciara pada David. Sayangnya saat itu kondisi orang tuanya sedang sekarat, jika dia pulang dengan membawa anak, entah apa yang akan terjadi dengan orang tuanya.
"Bukan tanpa alasan aku melakukannya.!"
"Aku tidak punya pilihan untuk memilih orang tua atau anakku. Aku memberikan tanggung jawab Ciara sepenuhnya padamu, aku percaya kamu bisa menjaga dan menyayanginya karena kamu ayah kandung Ciara.!"
"Tapi aku tidak pernah berfikir bahwa kamu akan menyembunyikan Ciara dariku.!"
"Aku ingin melihatnya,,," Ucap Ara lirih dengan mata yang sudah berkaca - kaca.
"Tolong beri aku kesempatan untuk melihat wajah putriku,," Suara Ara tercekat. Buliran bening mulai menetes dari pelupuk matanya.
Hanya penyesalan yang kini di rasakan oleh wanita berusia 24 tahun itu. Jika tau akan seperti ini, Ara tidak akan pernah memberikan Ciara pada David.
"Sudah selesai.?" Tanya David santai. Sedikitpun laki - laki itu tidak merasa iba pada Ara yang sedang memohon hingga menangis di depannya.
David tidak peduli wanita di hadapannya akan menangis ataupun bersujud di kakinya, dia tetap tidak akan mengijinkan Ara bertemu dengan Ciara.
"Keluar dari ruanganku.! Aku tidak punya banyak waktu untuk bicara omong kosong dengan wanita sepertimu,,!"
"Katakan saja berapa yang kamu butuhkan.?"
David membuka laci di meja kerjanya, dia mengeluarkan cek kosong di dalamnya.
Ara menatap tajam laki - laki tak berhati ini dengan penuh kebencian. David selalu saja mencekokinya dengan uang yang dia miliki.
Laki - laki itu selalu menganggap bahwa Ara hanya membutuhkan uangnya. Padahal bukan tanpa alasan Ara menjual keperawanannya. Dan 1 kali menerima uang kompensasi dari David karna sudah mengandung dan melahirkan Ciara.
Semua itu Ara lakukan demi nyawa orang tuanya.
"Tulis berapapun yang kamu inginkan,,," David menyodorkan cek itu setelah dia menandatanganinya.
Kedua tangan Ara mengepal kuat. Rasanya dia ingin melemparkan tinjuan pada David agar laki - laki itu sadar bahwa tidak semua hal bisa dia nilai dengan uang.
Ara mengambil kasar cek itu dari tangan David.
"Aku tau kamu butuh uang,," Sindir David sinis.
Namun seketika dia terpaku saat Ara merobek cek kosong itu tepat di wajahnya.
"Aku tidak sepertimu Tuan David.!"
"Uang membuatmu silau hingga menutup mata dan hatimu.!" Geram Ara tegas.
"Aku tidak akan pernah menyerah, aku pasti akan bertemu dengan Ciara.!"
Ara bangun dari duduknya, dilemparnya sobekan cek itu ke wajah David dan berlalu dari sana.
"Arabella.!!!" Teriak David penuh emosi.
"Kamu tidak akan pernah bertemu dengannya.!!"
Ara memilih diam dan terus melangkahkan kakinya hingga keluar dari ruangan David. Sedikitpun tidak menengok kebelakang untuk melihat laki - laki itu.
Entah sudah berapa kali Ara memohon pada David untuk memberikannya ijin agar bisa bertemu dengan Ciara. Tapi David tidak pernah mengijinkannya.
...****...
Sampainya di rumah, Gavin dan Zia langsung masuk kedalam kamar. Gavin meletakan koper milik Zia di dekat ranjang. Laki - laki itu duduk di ujung ranjang dan merebahkan dirinya dengan kedua kaki yang masih menapak di lantai.
Gavin memejamkan mata, dia menjadikan kedua tangannya sebagai bantal.
Gurat kecemasan terlihat jelas di wajah tampannya meski matanya terpejam. Terlalu banyak hal yang dia khawatirkan saat ini.
Kehadiran David setelah sekian lama, membuat Gavin dirundung kecemasan. David adalah ancaman terbesarnya saat ini.
Laki - laki itu tidak akan muncul begitu saja jika tidak memiliki rencana dan tujuan.
Entah apalagi yang akan dilakukan oleh David untuk merebut Zia darinya.
Sentuhan tangan di ujung kakinya membuat Gavin bangkit. Dilihatnya Zia yang sedang berlutut didepan kakinya dengan kedua tangan yang sedang berusaha melepaskan sepatu miliknya.
"Aku pikir kamu tidur mas,," Ujar Zia sembari mengembangkan senyum.
"Tidak usah Zi, biar aku saja,," Gavin menepis lembut tangan Zia. Namun penolakan itu justru membuat Zia terpaku. Penolakan yang terlihat dingin dari sorot matanya.
Zia hanya diam memperhatikan Gavin hingga selesai melepaskan sepatu.
Zia mengambil sepatu itu sembari bangkit.
"Mau mandi sekarang mas.?"
"Biar aku siapkan airnya,,,"
Helaan nafas pelan keluar dari mulut Gavin. Dia terus menatap Zia dengan tatapan yang sulit untuk di artikan. Berbagai perasaan berkecambuk dalam benaknya saat ini. Laki - laki itu semakin mengkhawatirkan kondisi rumah tangganya yang mungkin sewaktu - waktu bisa hancur dengan kehadiran David. Ditambah dengan masalah yang sedang mereka hadapi dengan orang tuanya.
"Kamu duluan saja, aku mau tidur sebentar,," Tolak Gavin halus. Dia kembali merebahkan tubuhnya di ranjang.
"Mas,,,
Suara lirih Zia terhenti saat melihat Gavin memejamkan matanya. Ada sedikit sesak dalam hatinya atas sikap Gavin yang kembali berubah.
Meski ucapan dan perlakuannya lembut, Zia bisa merasakan aura dingin dari sorot mata Gavin.
Zia paham akan hal itu. Sejak dulu Gavin selalu bersikap seperti ini setiap kali kedapatan melihat David sedang mendekatinya.
Kecemburuan Gavin pada David terlalu besar.
Zia berjalan gontai menuju walk in closet untuk menaruh sepatu milik Gavin.
Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk mengembalikan mood Gavin yang sedang memburuk. Laki - laki itu hanya butuh waktu sejenak untuk menenangkan diri tanpa ada Zia disekitarnya.
Zia baru saja selesai mandi. Wanita cantik itu keluar dari kamar mandi dengan lilitan handuk di dada hingga di atas lutut.
Rambutnya yang masih setengah basah dibiarkan terurai.
Zia menghentikan langkah saat manik matanya menangkap Gavin yang kedapatan sedang memandangnya dengan sorot mata tajam.
Laki - laki itu sudah duduk di ujung ranjang dengan kancing kemeja yang terbuka hingga sebatas dada.
Zia memaku saat Gavin berjalan ke arahnya. Entah apa yang akan di lakukan Gavin padanya.
"A,,aku baru saja mandi mas,," Ucap Zia gugup. Wanita itu merasa Gavin akan menerkamnya bulat - bulat.
"Lalu.?" Tanya Gavin. Dia sudah berhenti didepan Zia.
"A,,aku tidak mau mandi lagi,," Sahut Zia lirih dengan kepala yang tertunduk malu.
"Memangnya siapa yang menyuruh kamu mandi lagi.?" Tanya Gavin datar. Namun belum sempat Zia menjawab, Gavin sudah lebih dulu berlalu dan masuk kedalam kamar mandi.
Zia hanya bisa melongo menatap pintu kamar mandi yang baru saja tertutup rapat.
...****...
Likenya jangan lupa. 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Josephine Yenish Kristanti
berkecamuk
2021-12-21
0
Sriwati Ika Febriana
David nih terobsesi Ama Zia
2021-07-29
1
Maria Goretti Kuswinarti
David aneh syg sm ank tp ga syg sm emaknya gmn pas bikunnya ya 😂
2021-06-23
1